Naik kuda tunggangan yang diambil dari kedua prajurit pingsan, Yang Feng membawa Long Wei menjauhi tempat itu. Melihat dari arah bayangan, mereka saat ini sedang menuju ke utara.
Long Wei terus mengikuti sosok kakek berpakaian prajurit kekaisaran itu yang sejak tadi tidak mengatakan apa pun. Sebenarnya dia juga tak terlalu peduli hendak pergi ke mana, Long Wei tidak punya tujuan pasti.
Yang Feng menghentikan laju kudanya di anak sungai kecil yang masih tersambung dengan sungai di belakang warung tadi. Ia menengok ke segala penjuru terlebih dahulu untuk memastikan keadaan benar-benar aman. Setelah merasa yakin, kakek itu melompat turun dan duduk di atas rumput tebal.
“Jadi, apa itu tadi?” Long Wei masih tidak mengerti dengan semuanya.
Yang Feng terkekeh. “Kau terlalu waspada kepadaku, nak.” Ia melihat jarak mereka terpisah kurang lebih dua tombak dengan Long Wei yang telah meraba gagang pedangnya. “Aku hanya ingin bilang terima kasih.”
Wajah Long Wei berubah seketika. Mulutnya terbuka lebar, begitu pula dengan matanya.
Yang Feng melanjutkan. “Nah, kau penasaran, kan? Duduklah di sini agar kita bisa bicara dengan nyaman.” Ia menepuk-nepuk rumput tebal di sebelah tempatnya duduk.
Masih dengan kecurigaan yang belum lenyap sepenuhnya, Long Wei menghampiri Yang Feng perlahan. Dia menambatkan kuda di pohon yang sedikit jauh dari kakek tersebut, lalu mengambil tempat duduk yang juga agak jauh, terpisah kurang lebih dua langkah.
Long Wei bukan orang bodoh, walau umurnya masih muda sekali. Karena kebiasaan mengambil harta milik orang, pemuda itu jadi tahu mana barang bagus dan bukan. Pemuda itu tahu pula mana barang yang disayang dan tak disayang pemiliknya, dan dia telah menyimpulkan sejak lama bahwa gelang giok itu adalah benda yang amat berharga bagi Yang Feng.
Dan kenapa aku tetap mengikutinya sampai sini? Long Wei bertanya-tanya dalam hati.
Yang Feng tak bisa menahan senyum melihat kekhawatiran Long Wei yang keterlaluan. “Baiklah jika itu maumu,” ucapnya kemudian.
“Jadi, apa maksudmu ingin bilang terima kasih?”
“Tentu saja karena gelang giok yang kauambil itu.”
Long Wei semakin bingung. Tentu saja, mana ada orang yang bilang terima kasih kepada seseorang yang telah mengambil harta bendanya?
Melihat wajah Long Wei yang semakin kebingungan, Yang Feng lekas menjelaskan. “Sebenarnya, ini merupakan keberuntungan yang datang dari langit, aku yakin itu. Langit masih mengizinkan kalau kebenaran berdiri di atas negeri ini, maka dari itulah kau diizinkan untuk mencurinya dariku.”
Sekarang Yang Feng malah mendongeng, membicarakan hal-hal yang sulit dicerna oleh kepala Long Wei. Pencurian dibenarkan langit? Bahkan dia yang sejak lahir menjadi bajak laut pun tak pernah berpikiran sejauh itu.
“Kenapa begitu?” Yang Feng sengaja memancing rasa penasaran dan menambah rasa kebingungan Long Wei.
Tanpa sadar Long Wei terpancing pula. “Kenapa?”
“Itu adalah Giok Langit.” Yang Feng menunjuk tubuh Long Wei, seolah tahu tempat giok itu disimpan. “Giok keramat yang dibuat oleh delapan petinggi Kekaisaran Tian generasi pertama. Mereka orang-orang sakti pada masa itu. Dalam cerita-cerita, kesaktian mereka sudah seperti dewa, tentu saja itu hanya cerita, kau jangan percaya.”
Long Wei menggenggam dadanya sebelah kiri, tempat gelang itu disimpan dalam saku jubahnya.
“Ada delapan Giok Langit dengan bentuknya yang bermacam-macam. Sepasang anting, tiga cincin, satu gelang, satu kalung, dan satu hiasan kepala berupa tusuk rambut, kesemuanya ada delapan.” Yang Feng memastikan dengan menghitung apa yang ia ucapkan menggunakan jari tangan. “Ketika mereka disatukan, maka akan memanggil seekor naga legenda yang katanya,” Yang Feng menekankan pada kata “katanya”, “naga itu adalah naga yang datang dari langit. Naga itu pula yang jadi peliharaan kaisar secara turun-temurun, bersumpah akan menjadi pelindung negeri, dan wujud dari kekuasaan sejati.”