Giok Langit

Adidan Ari
Chapter #5

Bab 5 : Desa Qinglan

Karena tempat tinggal Yang Feng sebelumnya sudah tak aman lagi, maka mereka pergi mengembara ke banyak tempat. Perjalanan dilakukan menggunakan kuda yang sama, menuju utara.

Ketika Long Wei menanyakan alasan kenapa mereka pergi ke utara, Yang Feng menjawab kalau tak ada alasan pasti. Satu hal pasti adalah sangat berbahaya bila terlalu dekat dengan ibu kota yang ada di wilayah barat, berdiri di kaki pegunungan Yuling.

Walau Long Wei ikut Yang Feng bukan karena sungguh-sungguh ingin jadi murid melainkan karena balas dendam dan sedikit balas budi, tapi ia tetap patuh akan segala perintah Yang Feng. Ketika mereka harus tidur beratapkan langit, Long Wei yang akan mencarikan kayu bakar dan makanan untuk mereka berdua. Ketika sampai di desa, mereka biasanya akan membantu siapa saja yang membutuhkan untuk mendapat uang, Long Wei amat rajin untuk itu. Karena inilah Yang Feng makin merasa sayang dan kasihan kepada pemuda tersebut, apalagi setelah ia mendengar masa lalu Long Wei.

Namun selama hampir seminggu perjalanan, Yang Feng belum menurunkan ilmu apa pun kepada Long Wei.

“Desa Qinglan, tempat yang damai.” Yang Feng menarik napas dalam-dalam untuk menikmati udara pagi yang dingin menyejukkan. “Sudah pernah ke sini?”

Long Wei merasakan aura ketentraman yang hampir belum pernah ia rasakan. Desa ini punya semacam aura tersendiri yang membuat siapa saja merasa nyaman. Dengan tiga bukit tinggi yang mengelilingi desa serta hutan lebat di sisi barat, membuat udara amat sejuk dan menenangkan.

Long Wei menggeleng. “Belum, desa ini tidak dilewati jalur Sungai Bai He, jadi aku tak pernah ke sini.”

Sungai Bai He adalah sungai yang biasa dilalui bajak laut Hantu Samudra ketika mereka masuk lebih jauh ke wilayah daratan.

“Kau akan menyukai desa Qinglan.” Yang Feng tertawa. “Aku ada kenalan juga di sini, dan aku mau mampir. Ikut?”

“Ke mana lagi aku kalau tidak ikut denganmu?”

Yang Feng tertawa bergelak.

Masuk gerbang desa, kesunyian alam seolah tak bisa dipecahkan oleh suara teriakan anak-anak kampung yang saling berkejaran, atau suara para wanita yang mengobrol di teras rumah. Long Wei menarik napasnya panjang, melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Yang Feng beberapa waktu lalu. Seketika kedamaian memenuhi seluruh urat syaraf di tubuhnya.

Andai aku bisa tinggal di sini selamanya. Namun, tiba-tiba pikirannya teringat dengan Giok Langit, Tangan Maut, dan Pertapa Putih. Long Wei tersenyum pahit, sepertinya tidak mungkin.

Yang Feng menuju pinggiran desa yang cukup jauh dengan gerbang masuk, tempat sebuah rumah sederhana berdiri di tengah sawah yang cukup luas. Rumah itu juga punya kandang kuda dan kambing di halaman belakang. Dari jauh, tampak seorang gadis cantik sedang belajar ilmu pukulan di halaman depan.

“Selamat pagi, Cang Er. Kau semakin cantik, nak,” sapa Yang Feng mengejutkan gadis itu yang langsung membalikkan badan.

Gadis cantik jelita dengan rambut yang panjang dan hitam serta tahi lalat di dagu kanan sehinnga menambah kemanisannya, merekahkan senyum. “Kakek Yang.” Dia langsung lari menghampiri dan menjura hormat. “Ayah pasti senang kau datang.”

“Harus senang, hahaha!” Kakek itu turun dari kuda. “Karena ia sendiri yang menyuruhku mampir kalau aku datang ke Qinglan.”

“Ayo masuk,” ajak Cang Er kepada kakek Yang. Dia melihat pula adanya Long Wei di belakang kakek itu, tapi karena tidak kenal maka Cang Er pura-pura tidak melihat.

Lihat selengkapnya