Kamu lucu, kamu unik, tapi bukan itu alasanku menyukaimu. Karena cintaku tulus tanpa alasan
•••
Saura berjalan dengan gontai menuju lelaki jangkung yang sekarang sedang berdiri bersandar di tembok dekat ruang musik, matanya menelisik menatap Saura begitu tajam.
"Apa sih suruh-suruh Rara ke sini?! Pake natap Rara tajem banget lagi!" gerutunya menatap Gio kesal.
"Lo yang nggak tau terima kasih."
Saura memicingkan matanya bingung. "Terima kasih apa?"
"Seragam lo." Gio jeda kalimatnya, lantas menarik napas panjang. "Udahlah jangan dipikirin, buruan anter gue ke kantin. Laper." Tanpa aba-aba cowok itu melenggang pergi meninggalkan tanda tanya besar bagi Saura.
"Mudah, tungguinnnnn!" Cewek itu berlari lalu menarik belakang seragam Gio dengan kasar.
"Apasih Sah?!"
"Lanjutin dulu ngomongnya."
"Serius minta dilanjutin? Nggak peka sama sekali gitu saat gue kembaliin seragam lo tadi?"
Saura menganguk, lalu menggeleng. "Lanjutin, Rara bukan Gio yang peka."
Gio melipat kedua lengannya di depan dada sembari menaikkan salah satu alisnya. "Serius lo nggak akan malu nanti dengernya?"
"Nggak Gio, buruan deh lama banget ngomongnya!"
"Seragam lo, gue yang nyuci."
Saura diam sejenak, berusaha meresapi apa yang laki-laki di depannya ini katakan. Sampai beberapa menit setelahnya wajah Saura memerah, merah padam yang berhasil membuat Gio tersenyum menggoda.
"K-kok bi-sa? AAA RARA MALUU!!" Saura membalikkan tubuhnya lantas menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Jantungnya berdegup kencang, bukan, bukan karena Saura jatuh cinta dengan Gio begitu mudahnya, tapi karena takut kalau Gio benar-benar mencuci seragamnya yang terkena darah bulanannya waktu itu.
Itu pasti ... menjijikan bagi Gio, walaupun Saura tahu itu hanya sedikit, sangat sedikit malah. Tapi tetap saja!
"Gio jangan boongg...," rengek Saura.
"Ngapain juga gue bohong, yuk ah kantin yuk." Gio merangkul pundak Saura, lalu berjalan beriringan menuju kantin depan sekolahnya.