Hari sial ku saat ini, adalah hari menyenangkan di masa mendatang
•••
"Ra, lo udah belajar belum?"
Saura yang baru saja datang langsung mengerutkan keningnya. "Belajar? Rara semalam gak belajar, tumben banget Dara tanya pertanyaan gitu?"
"Hari ini ulangan harian matematika peminatan oon!! Serius lo gak belajar?!" kata Dara ngegas.
"Ulhar? Kok gak ada yang kasih tau Raraa!!" kata Saura heboh sendiri.
Dara menghela napasnya kesal, lantas menatap Saura malas. "Makanya buka grup. Percuma deh lo punya hape tapi jarang buka chat!" katanya sarkas.
"Rara tuh semalam ketidurann, kepala Rara pening banget karena kena bola basket kemarin." Gadis itu memanyunkan bibirnya, lantas segera duduk di samping Dara dengan lemas. "Rara pasrah aja deh, lagi gak mood belajar tau Daraa."
"Gak bisa Ra, lo harus belajar. Lo itu sumber jawaban gue Ra!"
"Gak mau, Dara aja yang belajar nanti Rara liat Dara. Rara tuh benci itung-itungan. Rara tuh jagonya di bahasa Indonesia dan Seni Budaya."
"Kalo gak suka itung-itungan ngapain lo masuk IPA?"
"Karena awalnya Rara pengen jadi dokter bedah jantung, walaupun Fisika Rara remed terus yang penting Rara masuk IPA. Tapi sekarang Rara berubah haluan, Rara pengen masuk sastra bahasa Indonesia aja," katanya membuat Dara memutar bola mata.
"Terus sekarang lo mau ngapain?"
Saura mengetuk pipinya seraya berpikir. "Coba dong pinjem buku tulis matpem Dara, soalnya Rara jarang nyatet." Dengan cepat Dara menyerahkan buku tulisnya pada Saura, berharap gadis itu akan paham dan bisa berbagi jawaban dengannya nanti.
"Paham Ra?" tanya Dara penuh harap.
Saura menggeleng. "Nggak."
"Kok tumben?!" kata Dara tak percaya. "Terus, lo ngapain ngamatin buku gue kalo gak paham?"
"Rara cuma mandangin buku Dara doang kok!"
Dara mendengus. "Bolot!"
Bel masuk berbunyi bertepatan dengan guru matematika peminatan yang masuk menenteng map berisi soal-soal ulangan.
"Semua buku masukan ke tas, tas taro di depan, yang ada di meja hanya alat tulis. Cepat!"
"Ah Saura, gue benci lo!" gerutu Dara sebelum akhirnya menaruh tasnya di depan.
"Rara juga benci Dara," kata Saura ikut-ikutan.
Selama satu jam kelas terasa hening, hanya ada suara dengusan dan pulpen jatuh yang mengisi ruangan. Seketika ruang kelas terasa begitu mencekam bagi Saura, pagi ini kepalanya yang pusing semakin pusing ketika melihat soal itung-itungan di kertasnya, belum sampai di situ kesialannya. Karena pada saat Saura melirik sekilas ke arah Dara, ternyata soal mereka berbeda dan yang membuat Saura kesal adalah ketika gurunya menegur Saura yang ketahuan mengintip soal milik Dara.
Padahal, boro-boro nyontek, soal saja beda apa yang mau dicontek?! Bikin Saura malu saja gurunya itu!
Saura sempet melirik Dara sinis saat mendengar kekehan gadis itu yag menertawakannya karena dimarahi oleh Bu Dayu.
Beberapa menit telah terlewati, dari 10 soal yang setiap soalnya memilik anak, cucu dan cicit akhirnya Saura sudah menyelesaikan 8 soal, tinggal 2 soal lagi yang belum ia kerjakan sama sekali karena tiba-tiba kepalanya berat dan terasa berdenyut. Gadis itu menyesal karena tidak menuruti kata Bi Alif-asisten rumah tangganya-yang menyuruhnya untuk tidak sekolah dulu hari ini.