Kalau tanpa status aku bisa dekat denganmu, kenapa nggak?
•••
Saura termenung si kamarnya, pikiran nya resah ketika mengingat kata-kata Gio kemarin. Gadis itu belum siap dan sanggup untuk menjalin hubungan kembali dengan seorang lelaki.
Saura punya mantan? Mungkin.
Bahkan Saura sendiri bingung lelaki masa lalunya itu mantannya atau bukan. Mengingat kenangan itu mata Saura memanas dan jantungnya berdegup dua kali lipat. Ini sudah tahun ketiga mereka tidak bertemu atau sekadar saling menyapa, tapi bayangannya masih belum juga hilang. Dan Gio malah membuatnya mengingat kejadian tiga tahun lalu itu.
Setidaknya Saura merasa bersyukur karena laki-laki itu tak pernah menampakkan diri lagi di depannya, bahkan Saura juga berharap agar tidak dipertemukan kembali dengannya untuk jangka waktu yang lumayan panjang. Sampai ia benar-benar siap untuk kembali bertemu dengan lelaki itu.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu ditambah suara Bi Alif yang memanggilnya membuat Saura buru-buru menghapus air matanya. Sudah cukup selama ini ia merepotkan Bi Alif yang selalu ada di sisinya ketika ia merasa down. Sekarang tidak lagi.
Cklek
"Kenapa, Bi?"
"Habis nangis Ra?" tanya Bi Alif khawatir saat melihat mata Saura yang memerah. "Ada masalah apalagi? Cerita sama bibi jangan dipendam kayak dulu lagi."
Saura menggelengkan kepalanya. "Nggak kenapa-kenapa kok Bi, kepala Rara cuma masih sakit aja tadi."
"Oh gitu, ya udah buruan ke bawah. Mama sama Papa kamu udah pulang tuh."
"HAH? SERIUS BI?!"
"Ngapain Bibi bohong?"
"YEAY!"
Dengan gerakan secepat kilat Saura menuruni tangga tergesa-gesa. Sesampainya di lantai bawah, gadis itu langsung berlari dan memeluk Mamanya yang baru saja sampai di ambang pintu.
"I miss you mom!" teriaknya memeluk tubuh sang Mama sangat erat. "Kesel banget deh Rara sama Mama, kenapa nggak pernah kasih kabar?" katanya merajuk.
Dera-Mama Saura-yang wajahnya terlihat masih cantik dan muda di umurnya yang ke 37 tahun itu menghembuskan napas kesal. "Apaan sih Ra, lebay deh. Orang Mama cuma ke LA selama 2 minggu doang kok, bukan berbulan-bulan. Lepas dulu, pegel badan Mama, mau ke kamar, kena jetleg nih."
Saura segera melepaskan pelukannya, lalu mengerucutkan bibirnya ketika sang Mama malah berjalan meninggalkannya. 2 minggu di LA Mama nya bilang 'hanya'?.
Pandangan Saura lalu beralih pada 3 anak lelaki yang baru memasuki rumahnya sambil bertengkar tidak jelas. Saura terkekeh, ternyata tidak bertemu dengan 3 kurcaci selama 2 minggu benar-benar membuat ia sangat merindukannya. Padahal kalau mereka di rumah, rasanya Saura ingin sekali membuang mereka di kebun binatang.
"Aidan, Gerald, Aldan!! Kangennn!!" Saura langsung berlari lalu menciumi pipi mereka satu-persatu.
Melihat keluarga nya yang baru pulang setelah sekian lama, membuat Saura senang bukan main, sampai-sampai ia melupakan rasa sakit kepalanya.
"Ish, apaan sih Ra, dasar alay!" Kalau yang berkata seperti ini adalah Aidan, adiknya yang sekarang duduk di bangku kelas 2 SMP. Dan memang dia yang paling menyebalkan di antara ketiga adiknya. Lihat saja buktinya ia tidak pernah memanggilnya dengan embel-embel 'kak' dan rela izin sekolah selama 2 minggu hanya untuk ikut menemani Mama dan Papa nya yang sedang menjalani urusan bisnis di Los Angeles.
"Iya ih, Kak Rara alay. Biasanya juga marah-marah terus kalo kita di rumah." Gerald, adik keduanya yang sekarang duduk di bangku kelas 3 SD itu menyaut.
"E'em, Adan uga dimalahin teyus ama Lala. Api, Adan angen Lala, adi Adan mau peyuk Lala." Saura yang tadinya cemberut mendengar adek-adeknya yang menagatainya lebay seketika langsung tersenyum dan memeluk erat tubub batita berumur 2,6 tahun itu.
"Uhh, kesayangan Rara kangen ya?" kata Saura terkekeh.
Aldan memanggilnya Lala karena batita itu ikut-ikutan Aidan yang selalu memanggilnya Rara, dan karena belum bisa ngomong 'r', jadi Aldan memanggilnya Saura dengan sebutan 'Lala'.
"Apaan nih kumpul-kumpul gini? Teletubbies lagi pada berkumpul ya?" Suara berat seorang pria membuat Saura menoleh dan mendapati Papanya yang sedang menarik koper, dibantu oleh beberapa pelayan rumahnya yang membawa koper lainnya.
"Papa!" teriak Saura lalu beralih memeluk Papanya dengan erat.
"Kangen ya nggak ketemu Papa selama dua minggu?" Goda Arka pada anak tirinya itu.
"Kangen sih, tapi lebih kangen sama oleh-oleh nya."
"Yeee, oleh-oleh aja pikiran kamu, dikira Papa liburan apa di sana. Itu tuh oleh-oleh nya ambil aja di kardus." Arka menunjuk beberapa kardus yang sedang di angkat Pak Tayo-sopir pribadinya. "Aidan, Gerald, Aldan, kalian mandi lalu istirahat, tidur siang, jangan sampai besok nggak sekolah ya. Besok tetap sekolah," kata Arka yang diangguki okeh ketiga kurcaci itu.
"Ya udah Papa susul Mama ke kamar sana, nanti Rara biar bantu Bi Alif rapihin koper sama barang-barang."
"Kamu nggak sekolah Ra?" tanya Arka yang baru menyadari bahwa pukul 11 siang Saura masih ada di rumah.
"Kemarin siang Rara izin sekolah karena sakit kepala, eh sampai sekarang masih sakit jadi Rara izin. Bi Alif sudah kirim surat kok Pa," kata Suara memamerkan deretan giginya.
"Oh ya sudah, kalau masih sakit minta antar Pak Tayo aja buat ke rumah sakit, Papa masih kena jetleg." Lalu pria itu melangkah meninggal Saura dengan kopernya.
"Oke!"
***
"Kenapa lo Yo melamun terus?" Suara Reztnan membuat Gio menoleh.
"Kok dari pagi gue gak liat Saura ya, Nan?"
"Nggak masuk kali."
"Hm." Gio bergumam pelan, lalu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.
Cowok itu membuka kontak Saura, lalu mengetikkan sesuatu di sana.
Ardyan.Gio
Ra, lo gak sekolah?
Kenapa? Takut ketemu gue?
Tak butuh waktu lama, Saura membalasnya.
Sauralova
Iya Gio, Rara sakit.
Nggak takut kok, serius✌️
Diam-diam Gio tersenyum kecil melihat balasan dari Saura, dan jangan ditanya bagai mana hatinya, yang jelas dadanya sudah berdetak cepat sejak membaca balasan Saura. Ternyata, jatuh cinta membuat seseorang sebucin itu.
Ardyan.Gio
Gara-gara kejadian bola itu ya sakitnya?
Maaf deh, nanti
pulang sekolah gue ke rumah lo