Kamu membutuhkanku, tapi tak mau menerimaku. Kenapa?
***
Sesampainya di depan gerbang rumah Saura. Suara klakson membuat Virgo menoleh, dan betapa terkejutnya ia ketika mengetahui mobil yang tadi mengklaksonnya adalah mobil milik Kafka.
Pintu pagar terbuka, seorang satpam menyuruhnya masuk. Tanpa mempedulikan mobil Kafka yang ikut memasuki pekarangan rumah Saura, Virgo memarkirkan motornya di dalam.
Mobil HRV itu berhenti, Kafka turun dari mobilnya disusul oleh beberapa orang di belakangnya.
“Lo pada ngapain sih ke sini?” tanya Virgo to the point.
“Ada juga kita yang nanya. Lo kenapa mau jenguk Saura gak ajak-ajak kita?” kata Vino.
“Lo kalo mau berduaan sama Saura jangan sekarang!” sinis Tania tepat sasaran. “Kita juga temen Saura, dan udah hak kita buat jenguk temen yang lagi sakit.”
Virgo diam, lalu beralih memandang Ara yang juga sedang memandangnya sinis. Virgo yakin seratus persen bahwa Ara yang memberi tahu teman-temannya.
“Yok lah, masuk,” ajak Kafka yang diikuti kelimanya.
Pintu terbuka ketika Vino telah memencet bel berkali-kali, lalu Bi Alif dengan senyum ramahnya menyabut mereka dan mengantarkannya sampai kamar Saura.
Ketika Bi Alif izin pergi, Kafka yang bar bar langsung membuka pintu kamar Saura dengan brutal.
“Halo, Ne—”
“Ta-tapi Rara pernah masuk rumah sakit jiwa. Rara sering ngamuk nggak jelas kan Dara? Itu artinya Rara gila kan?”
Semuanya menegang ketika mendengar ucapan Saura.
“Sa-Saura Gila?” kata Kafka tidak percaya, membuat ketiga orang di kamar Saura menoleh ke arahnya. “Ra, lo salah ngomong?” sambung Kafka dengan mata mengerjap beberapa kali.
Badan Saura menegang, wajahnya merah, dan beberapa detik setelahnya tangis Saura semakin menjadi, berteriak meminta semua orang yang berada di sisinya untuk pergi.
“PERGI KALIAN SEMUA! PERGI! RARA MOHON PERGI!!”
Dara bangkit dari kasurnya, lalu menarik tangan Gio yang sedang memerhatikan Saura dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Saura pengen sendiri, gue mohon kita semua tinggalin Saura sendiri dulu ya?” kata Dara dengan sarat pemohonan. “Nanti gue jelasin semuanya.
Semuanya dengan wajah tidak percaya pergi meninggalkan Saura, melangkah ke luar dari kamar gadis itu, sampai suara Saura tiba-tiba menghentikan langkah mereka.
“Gio jangan pergi, plis. Rara mau sama Gio.”
Gio membalikkan tubuhnya, memandang Saura tidak percaya. Dirinya tidak salah dengar kan?
Pintu kamar Saura tertutup ketika Dara, Tania, Ara, Kafka, Virgo dan Vino keluar dari kamar Saura, menyisakan Gio dan Saura yang sekarang sedang saling pandang.
Gio berjalan ke arah Saura, lalu duduk di tepi ranjang gadis itu. Tanpa diduga sama sekali olehnya, Saura memeluk tubuh Gio dengan erat, lalu terisak.
“Gio ... gi-gimana ca-ra lupain ini semua? Rasanya sakit,” kata Saura lirih. “Andai bunuh diri halal, Rara pengen lakuin itu,” lanjutnya semakin terisak.
Refleks, Gio melepaskan pelukan Saura, lalu menatap gadis itu dengan tajam. “Lo gila?!”
“Iya, Rara emang gila.”
Mendengar ucapan Saura, mata Gio semakin menajam. “Lo nggak gila! Ngerti nggak sih?!”
Saura menggeleng lalu kembali memeluk Gio denga erat. “Rara emang gila, lebih baik Gio diam.”
“SELAMA INI GUE UDAH DIAM, RA!”
Saura menatap Gio dengan wajah merahnya. “Rara nggak mau Gio pergi kalo tau semuanya.”
Cowok itu diam.
“Apa sekarang gue pergi? Bukannya gue yang selalu di sisi lo?”
“Itu karena Gio belum tau kebenarannya.” Saura kembali terisak, wajahnya ia tutup oleh kedua tangannya. Saura pikir Gio bisa membuatnya lebih tenang, tapi ternyata Gio malah membuatnya semakin merasa jijik pada dirinya sendiri. “Gio keluar aja, Rara butuh sendiri.”