GIORA

Salwa Auralyra H
Chapter #25

25. Kemping

“Pa! Usir kakak tou itu dong! Masa dia mau bawa aku ke neraka Pa? Dia psikopat Pa, katanya mau bunuh aku!” seru Gerald sembari memandang mata ayahnya dengan wajah yang dibuat berkaca-kaca.

Dalam hati Gio mengumpat, kenapa adik Saura bisa selicik ini?!

“Kamu teman Saura?” tanya Arkan yang diangguki oleh Gio.

“I-iya Om, kalau gitu saya langsung pulang aja ya? Kebetulan besok ada kemping,” kata Gio langsung menyalami tangan Arkan.

“Lho kok pulang? Nggak nunggu makan malam dulu?”

“Nggak, terima kasih,” kata Gio cuek. Cowok itu lalu berjalan ke arah Saura. “Ra? Besok gue jemput. Lo ikut kan?”

“Iya!”

Setelah itu Gio berjalan pulang, keluar dari rumah Saura. Namun sebelum itu, terdengar suara teriakan adik Saura yang membuat Gio menahan rasa kesalnya.

“Huh, dasar anak gede penakut! Masa sama Papanya Gerald aja takut!”

“Gerald nggak boleh gitu! Mending mandi sana!” sahut Arkan yang masih bisa didengar oleh Gio sebelum lelaki itu benar-benar melangkah pergi.

***

Thank’s.” Ara turun dari motor Virgo, lalu berjalan pergi menuju rumahnya.

“Ra, tunggu.”

Ara menghentikan jalannya, lalu menoleh. “Apa?”

“Be-besok, besok lo—”

“Iya gue berangkat sendiri ke sekolah. Ya udah sana pulang, kalau ketauan Mama lama lagi,” kata Ara seolah sudah biasa dengan hal itu.

“Besok gue jemput.”

Alis Ara terangkat, merasa bingung karena Virgo mau menjemputnya tanpa disuruh. Namun, dibalik semua itu, ada rasa bahagia yang hinggap di hatinya, sedetik kemudian senyum senang muncul di bibir merah alaminya.

“Gak usah berharap lebih. Gue mau jemput lo sekalian ngomongin soal kemping besok,” jelas Virgo membuat wajah Ara kembali datar.

Seharusnya dia tahu kalau Virgo tidak mungkin ingin menjemputnya secara cuma-cuma, sampai kapanpun Virgo tidak akan pernah menyukainya, dan harusnya Ara sadar akan hal itu.

“Oke, sana pulang. Hati-hati di jalan.”

Tepat, ketika Virgo sudah tidak ada di hadapannya air mata Ara jatuh. Rasanya sesak tiap kali melihat Virgo yang tidak pernah melihatnya. Ara lelah, Ara ingin semua ini berakhir, tapi tidak bisa. Karena Ara mencintai Virgo.

“Pergi sulit. Bertahan sakit,” lirih Ara tersenyum lirih.

***

Tepat pada hari ini siswa-siswi SMA Laksana akan berangkat kemping. Saura, Virgo, Ara, Kafka, Vino, Tiara dan yang lainnya ditempatkan di mobil khusus panitia.

Gio sedari tadi misuh-misuh sendiri ketika tahu Saura menaiki mobil khusus panitia, sedangkan Danu dan Gibran tidak henti-hentinya menggoda Gio.

“Gi, di mobil itu ada Virgo. Ada kemungkinan besar Virgo modus sama Saura.”

“Ya pasti moduslah, ya kali nggak ambil kesempatan dalam kesempitan,” timpal Danu menyetujui Gibran.

“Sebenernya, kalau dilihat-lihat Virgo sama Saura itu cocok loh. Sama-sama cantik dan ganteng.”

“Mereka juga sama-sama di organisasi yang sama. Pas banget! Gue jadi kapelin VirSa deh, Virgo-Saura! Kan co—”

“LO BERDUA BISA DIEM GAK SIH?” kata Gio murka. Sedari tadi otaknya panas memikirkan kemungkinan-kemungkinan besar yang terjadi antara Saura dan Virgo.

Ketika mobil bus ingin jalan, Gio berlari keluar dari bus yang membuat Pak Dahlan, selaku guru BK sekaligus pembina OSIS marah-marah sambil mengejar Gio.

“Gio! Kamu ngapain sih keluar dari bus? Bentar lagi berangkat!”

Gio memandang Pak Dahlan malas. “Saya pengen di mobil Saura.”

“Itu mobil khusus panitia, kamu nggak bisa ke sana.”

“Apa bedanya panitia sama yang lain? Sama-sama makan nasi kok.” Tanpa mendengar ucapan Pak Dahlan lagi, Gio berlari menuju bus Saura, lalu langsung masuk karena kebetulan pintu busnya belum tertutup. Cowok itu mengabaikan Pak Dahlan yang sedari tadi meneriakinya.

“Lho, Gio kok di sini?” tanya Saura membuat emosi Gio semakin meningkat. Seperti dugaannya, Virgo  benar-benar duduk di samping Saura.

Gio menarik tangan Saura menyuruh gadis itu berdiri. “Lo duduk sama gue aja di belakang!” tuntut Gio membuat Saura mengernyit, tapi tetap mengikuti mau Gio.

Virgo mencekal tangan Saura. “Saura duduk sama gue. Lagian lo ngapain di sini? Ini tempat panitia.”

“Saura milik gue dan sampai kapanpun dia akan selalu jadi milik gue. Gak boleh ada orang lain yang berani nyentuh.” Gio menghempaskan tangan Virgo lalu membawa Saura ke bangku paling belakang, tak mempedulikan tatapan anak OSIS lainnya yang memperhatikan mereka berdua. “Lo duduk sama gue aja,” katanya.

“Tapi kok Gio bisa di sini sih?”

“Lo nggak suka gue di sini?” sinis Gio sembari duduk di bangku paling belakang, diikuti Suara di sampingnya.

“Bukan gitu, Rara cuma bingung aja kenapa Gio bisa di sini.”

“Pokoknya gue nggak suka ya Ra lo deket-deket sama Virgo.”

“Virgo baik kok, temen-temen OSIS Rara baik-baik.”

“Intinya gue nggak mau lo deket sama Virgo, titik!”

Saura memanyunkan bibirnya beberapa centi, lalu mengangguk setelahnya. Karena gemas melihat Saura yang menurut Gio imut, cowok itu langsung mencubit kedua pipi Saura lalu dibawanya ke pelukan laki-laki itu.

“Gio, jangan kayak gini ... Gio nggak mau kan Rara jadi gila tiba-tiba kayak kemarin?” bisik Saura lirih.

Gio menghiraukan ucapan Saura, malah memeluknya lebih erat lagi. “Trauma itu penyakit Ra, dan penyakit itu harus dilawan. Kalau lo cuma pasrah sama semua itu, kapan lo mau bangkit? Yang ada lo malah kepikiran dan makin parah.” Gio menunduk bersamaan dengan Saura yang mendongak. “Lawan pelan-pelan ya? Gue temenin.”

Tanpa bisa berkata-kata, Saura membalas pelukan Gio, lalu mengangguk setelahnya. “Pokoknya Gio jangan tinggalin Rara. Pokoknya Gio harus bantu Rara, karena Rara percayanya sama Gio.”

“Hm.”

Saura melepaskan pelukannya lantas menatap cowok itu dengan kesal. “Jangan cuma ‘hm’ doang, tapi harus janji!”

Lihat selengkapnya