"Yah minuman aku abis," ucap Fanny, gadis itu kemudian menutup tempat makannya lalu memasukkan dalam tas, sedangkan botol minumnya berniat di bawa.
Ia langsung berjalan keluar kelas, begitu melewati koridor yang diramaikan oleh siswa-siswi yang berlalu lalang, tatapan mata mereka langsung menusuknya, tatapan yang selalu ia dapatkan di mana pun. Jijik dan merendahkan. Fanny berjalan dengan kepala sedikit tertunduk, tapi senyuman tentu tak pernah lepas di bibirnya.
Bruk
"Ck, lo apa-apaan sih?!" gerutu seseorang yang tak sengaja atau sengaja menabrakkan diri dengan Fanny.
Gadis itu mendongak, sejenak membetulkan posisi kaca matanya. "Ma-maaf."
"Kalo jalan pake mata mangkannya!"
"Tapi aku enggak--"
"Jangan sok cari perhatian lo!" potong Seira, kakak kelas yang paling di puja seantero sekolah karena kecantikannya itu, bahkan selalu mendapat nilai hampir sempurna. Tidak. Sebenarnya itu ulah orang tuanya.
Fanny diam, ia kembali tertunduk. Semua mata tentu sudah menatap mereka. Yang tentu saja lebih mengarah pada gadis malang itu.
"Udahlah, Sei. Biarin aja, lo ga mau ketularan virusnya kalau deket-deket sama dia terus, kan?" ucap Rere, cewek nomor dua yang paling di puja seantero sekolah.
Seira tertawa mengejek. "Bener juga lo. Amit-amit ya gue ketularan virus kebodohan lo!" celetuknya sarkas.
"Aku gak punya virus kok, Kak," cicit Fanny.