Gita and Mey - Ariana Day

Cancan Ramadhan
Chapter #1

Prolog

Lawangijo -  2000

Lawangijo adalah sebuah kota kecil yang berada di sudut tenggara dari Jawa Timur. Suasananya bisa di bilang mirip pedesaan namun beberapa fasilitas yang cukup maju disitu membuat wilayah ini sudah layak disebut kota walaupun masih kota kecil. Penduduknya tidak sampai 1000 jiwa, masih banyak sawah dan peternakan ikan di sekitarnya. 

Seorang gadis cilik tampak sedang berjalan santai menuju rumahnya yang di kelilingi pohon rindang. Dia menghampiri ayahnya yang sedang memperbaiki kandang ayam, sementara ibunya sedang menjemur cucian di halaman itu.

“Ayah, ibu, aku mau les nari dulu ya.” kata gadis kecil itu sambil ngeloyor masuk ke rumahnya.

“Kamu kan baru selesai main, Ariana.” sahut ibunya. “Makan dulu, mandi dulu baru les nari.”

“Ngga Bu, ntar aja mandinya, takut telat..” seru gadis kecil bernama Ariana itu dari dalam kamarnya.

Tidak lama kemudian Ariana berlari keluar rumah, dia tidak menyadari selendang yang biasa dipakainya saat les menari, terjatuh di teras rumahnya. Dia mencium tangan ayah ibunya lalu berjalan dengan langkah cepat. 

Ariana berusia 10 tahun, wajahnya cantik dan menggemaskan. Rambutnya hitam sepundaknya, matanya besar dan bagus. Dia termasuk murid yang terpandai di sekolahnya. Cita – citanya ingin menjadi dokter dan bisa memberikan yang terbaik bagi kota kelahirannya di Lawangijo.

Sesaat kemudian Ariana pun sudah keluar dari halaman rumahnya. Banyaknya pohon di halaman rumah itu menghalangi pandangan ibunya yang menoleh untuk melihat langkah putri kecilnya itu. Setelah itu ibunya melihat selendang Ariana yang terjatuh di teras rumah.

“Lho mau nari tapi selendangnya ko ditinggal, pasti terjatuh itu dari tasnya.” gumam ibunya. “Ariana… Ariana.. tunggu nak, ini selendangmu ketinggalan.”

Ibunya memanggil Ariana sambil mengambil selendangnya, tapi karena Ariana tidak kunjung muncul kembali, ibunya pun bergegas menyusulnya. Namun setelah keluar halaman, dia tidak melihat putrinya itu. 

“Lho kemana anak itu ? Cepet amat ilangnya.” gumam ibunya sambil menoleh kesana kemari.

Jalanan di depan rumah Ariana sangat lowong, karena memang jarang ada kendaraan yang lewat situ, sedangkan untuk menuju aula kelurahan tempat Ariana menari, hanya tinggal menempuh jalan lurus sekitar 800 meter. Jika Ariana masih berjalan dengan langkah kaki kecilnya, seharusnya ibunya pasti melihatnya di situ. Tapi tidak ada siapapun di situ.

“Ariana… Ariana..” seru ibunya. “Kamu dimana nak ?”

Kini ibunya mulai panik, dia mencoba menyusuri jalan sambil terus memanggil nama anaknya. Setelah beberapa meter, dia berhenti, apa yang dilihat di depannya membuat jantungnya seakan berhenti. Dia melihat tas Ariana tergeletak di tepi jalan. Dengan perasaan panik dan cemas, diambilnya tas itu lalu diperiksa isinya, dia ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu memang tas putrinya.

“Ini memang tas miliknya..” katanya dengan suara gemetar. “Ariana, dimana kamu nak ?”

Kembali tatapan mata ibu muda itu menyapu seluruh jalanan yang terlihat sepi, kini air matanya mulai menggenang, dia sadar telah terjadi sesuatu pada anaknya.

“Paaaaakkkkk !” serunya memanggil suaminya. “Paaaaaakkkk.. cepat kesini.. Ariana paaaaakkkk !”

Suaminya dengan bergegas menghampirinya, sambil terbata – bata, dia mendengarkan apa yang dijelaskan istrinya. Dan tidak lama kemudian wajah suami istri itu kini mulai pucat, suara mereka gemetar. Keduanya mencoba memanggil kembali Ariana dengan lantang. Tidak lama kemudian beberapa tetangga mulai keluar rumah dan mendatangi pasangan itu untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.

Semuanya pun mulai bergerak berpencar sambil meneriakkan nama Ariana berkali – kali. Sore itu suasana di kota kecil itu berubah, yang biasanya tenang dan damai, kini diliputi kesedihan dan kecemasan. Karena tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya, dimana seorang anak hilang di sore hari sementara di kota itu tidak ada orang asing, semua penduduk saling mengenal dengan baik. 

Setelah hampir dua jam, beberapa penduduk yang tadi membantu pencarian kini semuanya berkumpul kembali di rumah Ariana. Pak Lurah tampak berusaha menenangkan kedua orang tua Ariana. 

“Kami sudah mencari ke semua tempat yang kira – kira di kunjungi Ariana, tapi kami tidak menemukannya.” kata Pak Lurah dengan hati – hati. “Sebentar lagi Maghrib, untuk sementara pencarian, kami hentikan dulu. Kami akan lanjutkan selepas Maghrib.”

“Tidak mungkin Ariana hilang begitu saja..” kata Ibunya sambil menangis. “Hanya jedah beberapa detik saya menyusulnya, tapi dia sudah tidak ada. Saya yakin ada yang membawanya pergi.”

Lihat selengkapnya