“Kenapa disebut Hari Ariana ?” tanya Gita.
Mina menghela nafasnya sejenak lalu mulai bercerita, “Sekitar 13 tahun yang lalu, ada seorang anak berusia 10 tahun, namanya Ariana. Dia sangat periang, cantik, lucu, dan berhati baik. Suatu ketika, dia hendak berangkat untuk les menari, setelah pamit pada orang tuanya, dia pergi. Saat itu selendang yang biasa dipakainya menari, terjatuh, ibunya mengambil dan berniat menyusulnya tapi Ariana sudah tidak terlihat lagi. Padahal jarak dari rumahnya ke balai kelurahan tempatnya menari cukup jauh. Seharusnya saat ibunya keluar menyusulnya, Ariana masih terlihat karena jalanan di depan rumahnya merupakan jalan besar dan lurus menuju balai kelurahan. Tidak jauh dari rumahnya, ibunya menemukan tas Ariana tergeletak di jalan, semuanya masih lengkap, tapi Ariana tidak ada. Singkat cerita semua warga berusaha mencarinya hingga malam, tapi Ariana tidak di temukan. Pencarian terus dilakukan hingga tiga hari tiga malam, tapi gadis kecil yang malang itu tetap tidak ditemukan.”
“Apa tidak lapor ke polisi ?” tanya Gita.
Mina mengangguk, “Sudah Mbak, tapi kantor polisi di tempat kami hanyalah kantor polisi kecil, petugasnya pun terbatas. Mereka melakukan pencarian juga namun hasilnya nihil. Akhirnya seminggu setelah pencarian tanpa hasil, pak Lurah menyatakan bahwa Ariana dipastikan hilang. Lalu penduduk setempat membangun sebuah saung kecil di tepi jalan, tempat ditemukannya tas Ariana, saung itu dinamakan saung Ariana. Disitu juga ada patung Ariana, hasil sumbangan salah satu warga. Saung dan patung itu di abadikan sebagai tanda simpati warga atas hilangnya Ariana. Kota kecil kami sebelumnya tidak pernah mendapatkan musibah seperti itu, nihil kejahatan, dan ketika kasus Ariana terjadi, warga menjadi sangat prihatin dan waspada. Untuk menghormati Ariana yang baik hati, maka pak Lurah menetapkan hari hilangnya Ariana sebagai ‘hari Ariana’. Hari dimana semua warga wajib berkumpul di saung Ariana untuk memanjatkan doa bersama.”
“Jadi sampai saat ini Ariana tidak ditemukan..” gumam Rama. “Lalu apa yang terjadi setelahnya ?”
“Selama hampir 9 tahun sejak peristiwa itu, tidak ada kejadian lagi. Semua terlihat normal dan baik – baik saja.” lanjut Mina. “Namun pada tahun ke 10, kejadian serupa terulang lagi. Seorang gadis kecil berusia 10 tahun kembali hilang. Namun kali ini ada saksi mata yang menyatakan melihat anak yang hilang itu tengah berjalan bersama gadis berusia 10 tahun juga yang seharusnya sudah tidak ada.”
“Maksud kamu..” Gita hendak mengatakan sesuatu namun Mina sudah mengangguk seolah mengerti kelanjutan kata – kata Gita.
“Iya, saksi mata itu melihat bahwa gadis itu pergi bersama Ariana, langkah mereka menuju hutan yang disebut Alas Kayulegi.” Mina melanjutkan. “Padahal jika memang itu Ariana seharusnya Ariana sudah berusia 20 tahun, karena sudah 10 tahun berlalu sejak hilangnya dia. Para warga sekitar meyakini bahwa itu adalah arwah Ariana yang gentayangan untuk mencari teman karena dia tidak ingin sendirian di alamnya.”
“Tunggu..” potong Rama. “Saat Ariana hilang, apakah para warga sempat mencari ke dalam hutan itu ?”
Mina menggeleng, “Ngga mas, karena posisi hutan itu berlawanan dengan posisi hilangnya Ariana. Saat Ariana hilang, dia berjalan menuju balai kelurahan, jadi dari rumahnya, Ariana berbelok ke kiri, sedangkan posisi hutan ada di kanan rumahnya dan jaraknya sangat jauh dari rumahnya, sekitar dua kilometer. Jalan di depan rumah Ariana itu jalan besar dan lurus tanpa belokan. Ibunya menyusul Ariana hanya beberapa detik setelah Ariana keluar dari halaman belok ke kiri. Kalaupun ada yang membawanya ke arah hutan, ibunya pasti akan melihat, karena tidak ada penghalang sama sekali di jalan raya itu.”
Wajah Rama terlihat berpikir keras mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk dalam cerita Mina. Gita sendiri juga terlihat tengah berpikir kemudian dia mengambil tehnya, setelah meminum beberapa teguk, dia kembali bertanya pada Mina.
“Lalu apa yang terjadi setelah gadis itu dinyatakan hilang ?”
“Para warga sempat khawatir.” jawab Mina. “Tapi setelah hari peringatan Ariana, tidak ada lagi kejadian yang menimpa warga. Tapi di tahun berikutnya, hal itu kembali terjadi. Persis saat peringatan Hari Ariana, kembali seorang gadis berusia 10 tahun hilang. Dan kali ini yang melihat bukan satu dua orang, tapi cukup banyak yang menyatakan bahwa Ariana lah yang menggandeng korbannya menuju Alas Kayulegi.”
“Jadi sudah berapa korban yang hilang selain Ariana ?” tanya Gita lagi.
“Semuanya jadi 3 orang, setiap satu tahun, satu orang yang hilang. Ini memasuki tahun ke 4, dan anak saya tahun ini sudah berusia 10 tahun, sesuai dengan target Ariana, gadis kecil berusia 10 tahun.” Kali ini suara Mina sedikit gemetar, seolah sangat cemas dengan situasi yang ada. “Makanya saya meminta izin untuk pulang dan Non Mey mengizinkan bahkan katanya mau ikut kesana.”
“Dimana sih kampung halaman Mbak Mina ?” tanya Rama.
“Lawangijo, Mas Rama. Sebuah kota kecil di dekat Banyuwangi.”