H – 3 sebelum Ariana Day..
Mobil BMW X5 milik Rama yang dikemudikan Banyu melesat di jalanan yang cukup sepi. Pagi itu cuaca cukup cerah, rombongan Gita dan teman – temannya kini sudah semakin dekat dengan tujuan mereka. Kanan kiri mereka masih banyak sawah dan juga peternakan ikan, jalanannya sudah di aspal dan cukup mulus. Saat ini posisi mereka sudah berada di jalan penghubung antara Lawangijo dengan kota besar seperti Jember dan Banyuwangi.
“Mbak, dimana kantor polisi Lawangijo ?” tanya Gita pada Mina yang duduk di belakangnya.
“Di dekat gerbang selamat datang, mbak Gita.” jawab Mina. “Cukup jauh sih kalo ke tengah kota nya.”
“Nanti turunin aku disitu ya..” pinta Gita ke Banyu. “Kalian langsung ke rumah Mbak Mina aja.”
“Nanti kamu naik apa nyusulnya ?” tanya Banyu.
“Mbrangkang (Merangkak )..” jawab Gita sekenanya dalam Bahasa Jawa.
“Eh serius ini,” tukas Banyu. “Ini kan mobil Rama yang kita pakai, nanti kalau dia tahu ‘istrinya’ di turunin ditengah jalan, bisa – bisa kita yang dihabisi.”
Gita tertawa, “Ngga papa, gampang itu nanti aku telepon kalo mau dijemput.”
“Anu mbak, maaf..” potong Mina. “Sinyal telepon sangat susah kalau sudah masuk Lawangijo. Semua operator ga ada yang bisa nyangkut sinyalnya.”
“Ya ntar minta anter mobil petugas aja.” sahut Gita lagi.
Tidak lama kemudian terlihat sebuah gapura besar di pinggir jalan yang tingginya hampir tiga meter, di bagian atasnya tersambung antar sisi dengan tulisan “Selamat Datang di Lawangijo”
Banyu menurunkan kecepatannya sementara Gita melihat HP nya dan memang benar tidak ada sinyal yang tertangkap di HP nya. Setelah beberapa ratus meter, terlihat sebuah kantor polisi yang kecil.
“Itu kantor polisinya, Mbak.” kata Mina. “Dari sini masih sekitar lima kilometer menuju pusat kota dan alun alun.”
Banyu menepikan mobilnya beberapa meter melewati kantor polisi kecil itu. Dia melihat Gita dengan wajah serius.
“Kamu yakin ga mau ditungguin ?” tanyanya.
Gita mengangguk, “Iya ga usah, kalian langsung terus aja ke rumah Mbak Mina, mm mbak Mina pindah ke depan ya, gantiin saya.”
“Baik Mbak..” jawab Mina sambil membuka pintu belakang sebelah kanan.
Saat Mina keluar, Gita langsung melihat Banyu dan Mey, “Ingat kata Rama, mulai sekarang lebih baik pegang air minum sendiri yang dari air mata naga.”
Banyu dan Mey mengangguk, setelah Mina masuk menggantikan posisi Gita di sebelah Banyu, Gita mengambil sebotol air mata naga dan membawanya. Dia melambaikan tangannya saat Banyu mulai meninggalkan tempat itu.
“Sekarang kita lihat apa yang terjadi..” gumamnya.
Gita mengambil lencana polisi dari jaketnya dan mengalungkannya di lehernya. Kemudian dia melangkah masuk ke kantor polisi kecil itu. Hanya ada dua motor yang terparkir, itupun motor tua, tidak ada petugas piket yang duduk di depan. Dari depan seolah kantor itu seperti tidak berpenghuni. Kini Gita sudah berada di pintu masuk, suasana di dalamnya juga lowong dan kosong seperti tidak ada orang sama sekali.
“Selamat pagi..” seru Gita dengan lantang. “Selamat pagi..”
“Iya tunggu…” sahut seseorang dari balik ruangan yang tidak terlihat dari tempat Gita berdiri.
Tidak lama kemudian muncul petugas berseragam polisi namun sangat kusut seperti tidak dicuci beberapa hari. Petugas itu masih muda, usianya mungkin sekitar tiga puluhan, rambutnya cepak. Seseorang juga mengikutinya dibelakang, rambutnya keriting dan berkumis tebal, usianya lebih tua, mungkin sekitar 40 tahunan.
“Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu ?” tanya petugas yang berambut cepak.
Gita menunjukkan lencana polisi dan memberikan KTA nya untuk di lihat kedua petugas itu. Setelah membaca KTA Gita, kedua orang itu berubah sikap, mereka langsung memberi hormat pada Gita.
“Maaf kami tidak tahu kalau ada kunjungan, Komandan.” kata si rambut cepak.
“Iya tidak ada yang memberitahu kami, Komandan.” Timpal si rambut keriting.
“Saya memang tidak melakukan kunjungan resmi..” jawab Gita. “Saya hanya lewat saja. Lalu dimana yang lain ? Komandan kalian dimana ?”
Si cepak dan si keriting tampak saling memandang seolah bingung mau bilang apa. Akhirnya si keriting mengangguk seolah setuju agar si cepak bicara.
“Anu komandan,” jawab si cepak. “Disini memang hanya ada kami berdua. Komandan kami hanya datang seminggu sekali.”
“Ko bisa ?” tanya Gita. “Seminggu sekali ? Terus ngapain dia selama ga ada disini ?”
“Tidak tahu, ndan. Kami tidak berani menanyakan hal itu.” jawab si keriting.
“Oke itu urusan dia lah, saya kesini bukan mau kepo dengan komandan kalian.”
Gita lalu duduk di depan meja yang cukup besar, kedua petugas itu pun ikut duduk, mereka tampak sangat segan dengan Gita.
“Nama saya bagus, ndan..” kata si keriting.
“Kalo saya Darto, ndan..” timpal si cepak. “Anu, saya bikinkan minuman dulu buat komandan Gita.”
Gita menggeleng sambil menunjukkan botol air yang berisi air mata naga, “Ngga usah, saya ngga haus ko, lagian saya bawa air minum sendiri.”
“Kalau boleh tahu, komandan jauh – jauh datang dari Jakarta kesini, ada apa ?” tanya Darto. “Ini hanya kota kecil, dan tidak ada yang menarik disini.”
“Sudah berapa lama kalian berdua bertugas disini ?” tanya Gita.