Mobil yang dikemudikan Banyu memasuki halaman rumah Mina yang cukup luas disitu. Rumah Mina sederhana namun cukup besar dan halamannya luas. Rumahnya cenderung seperti rumah tua dengan cat yang terkelupas dimana – mana. Setelah Mina turun dari mobil, seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun berlari menyambutnya.
“Ibuuuuu…” teriak gadis cilik itu.
Mina memeluk putrinya dengan penuh rasa rindu, sementara Mey dan Banyu mulai menurunkan koper dan barang bawaan mereka. Mina melepaskan pelukan pada putrinya dan ikut membantu menurunkan barang. Seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahun tampak tersenyum melihat Mey dan Banyu. Wanita itu adalah ibu dari Mina.
Mina mengajak semuanya masuk ke rumahnya. Isi di dalam rumahnya banyak perabot dari kayu dan terlihat klasik. Penerangan juga masih seadanya namun cahaya matahari menerangi dalam rumah melalui jendela – jendela kayu di sekitarnya.
“Maaf ya mbak Mey dan Mas Banyu,” kata Mina. “Rumah saya jelek, ngga kayak rumah Mbak Mey.”
“Sssstt..” kata Mey sambil menepuk bahu Mina. “Jangan bilang gitu Mbak, kami ngga keberatan ko, namanya juga liburan disini.”
Mina tersenyum lalu membuka sebuah kamar yang letaknya di dekat ruang tamu. Dia mempersilahkan Mey untuk masuk ke dalamnya.
“Ini kamar Mbak Mey sama Mbak Gita.” ujar Mina sambil menyalakan lampu kamar. “Ini biasanya kamar saya, tapi nanti saya tidur di kamar anak saya.”
“Lho saya jadi ngusir dong ya ?” kata Mey dengan wajah sedih.
“Ngga ko Mbak. Ngga papa sekalian saya melepas rindu sama Gendhis.” jawab Mina sambil tersenyum.
Gendhis adalah nama gadis kecil yang merupakan anak satu satunya Mina. Dan dia dari tadi terus mengikuti ibunya mengantar tamu – tamunya.
“Mas Banyu mari ikut saya, kamarnya ada di belakang.” Mina berjalan keluar sambil menggandeng Gendhis.
Banyu mengikutinya, sementara Mey masih tetap tinggal di kamarnya. Hanya ada satu jendela di kamar itu, yang menghadap ke arah jalan raya. Tempat tidurnya cukup besar dan sudah rapi. Mey mendorong koper Gita dan kopernya ke samping tempat tidur. Setelah merapikan barang bawaannya, dia keluar menyusul Mina dan Banyu. Di bagian belakang rumah ada meja makan dan juga dapur serta kamar mandi. Dapur nya masih menggunakan kompor sumbu yang harus dinyalakan pakai api. Di sebelah dapur ada pintu yang menuju halaman belakang. Mey keluar melalui pintu itu, dia melihat halaman belakang juga cukup luas, yang digunakan untuk jemuran dan juga kandang ayam peliharaan Mina. Dari dinding dapur itu menempel bangunan kamar untuk Banyu. Tapi jalan untuk menuju kamar Banyu hanya lewat pintu belakang rumah.
“Maaf ya mas Banyu.” kata Mina. Di dalam rumah hanya ada tiga kamar, sudah dipakai Mbak Mey, saya, dan ibu saya. Ini dulu gudang tapi sudah dirapikan menjadi kamar waktu ada sepupu saya tinggal disini. Tapi dia sudah pergi bekerja di Malang dari tiga bulan yang lalu.”
“Iya ga papa mbak,” jawab Banyu. “Yang penting ada tempat buat tidur.”
Mina mengangguk lalu dia kembali masuk ke rumah bersama anaknya melalui pintu belakang, Mey menghampiri Banyu yang terlihat kesal karena kamarnya terpisah di belakang.
“Cuma ada disini ya kamarnya.” kata Mey. “Apa kamu mau tidur di kursi panjang yang ada di ruang tamu ?”
“Itu kan kayu, Mey.” tukas Banyu. “Bukan sofa, kalo sofa sih enak, empuk. Atau aku tidur di kamar kamu aja ? Ga papa deh aku tidur dibawah.”
“Hoaaaammmm..” Mey menguap untuk mengacuhkan omongan Banyu. “Habis ini kita jalan yuk, sepertinya daerah di belakang rumah Mina ini sangat sejuk.”
Banyu mengangguk, setelah menaruh travel bag nya dia menutup pintu dan mengikuti Mey masuk ke rumah. Mina tampak sedang bersenda gurau dengan anaknya.
“Mbak..” sapa Mey. “Kami jalan – jalan ke belakang ya ? Ga papa kan ?”
“Ga papa mbak,” jawab Mina. “Asal jangan ke arah Alas ya Mbak, Mas Rama kan juga udah pesen jangan masuk Alas.”
“Bukannya alas itu jauh dari sini ya ?” tanya Banyu.
“Iya mas Banyu, cuma takut aja nanti ada yang nggandeng tangan mas Banyu, jarak jadi ga berasa.”
“Oh maksud mbak Mina kalo Mey ama saya gandengan, jarak jadi ga berasa ya ? Itu bener banget mbak.”
“Dasar somplak !” tukas Mey. “Maksud Mbak Mina di gandeng ama cewek jadi jadian.”
“Emang iya mbak ?” tanya Banyu lagi.
Mina tertawa kecil, “Iya mas, tapi kalau masih pagi gini, harusnya sih ga ada ya yang aneh – aneh.”
Mey mendengus kesal karena sikap Banyu, dia pun melangkah ke arah pintu depan. Sesampainya di pintu depan sebuah motor datang lalu berhenti. Gita turun dari motor yang dikendarai Darto itu. Setelah berbincang sejenak dengan Darto, Gita lalu berjalan menuju rumah, sementara itu Darto pergi kembali ke kantor polisi.
“Jadi gimana ?” tanya Banyu. “Apa yang kamu dapatkan di kantor polisi ?”
Gita mengangkat amplop coklat di tangannya, “Semua berkas sudah aku dapatkan, nanti aku baca saat luang. Kalian mau kemana ?”
“Mau jalan ke daerah belakang rumah.” jawab Mey. “Mau ikut ?”
“Yuk..” jawab Gita.