Seminyak – Bali
Rama tampak berpakaian rapi dengan setelan kemeja biru dibalut jas hitam dan celana katun hitam. Dia saat ini berada di gedung dewata – Bali untuk meliput KTT Asia bersama Claudia. Saat ini Claudia dan crew kameraman tengah mewawancarai salah satu delegasi dari Jepang. Rama sendiri berada tidak jauh dari tempat Claudia Interview. Dia mengawasi sekelilingnya, karena tugasnya yang sebenarnya adalah melindungi Claudia.
“Hai Rama..”
Suara seorang wanita menyapa dari sampingnya, Rama menoleh dan melihat seorang wanita yang cantik, rambutnya hitam natural, matanya sangat indah, dan alisnya terlihat seperti garis lengkungan indah yang alami.
“Masih ingat aku ga ?” tanya wanita itu lagi.
“Meta Karenina ? Bener kan ?” tanya Rama balik.
Wanita itu mengangguk, “Lengkap amat, hehe. Panggil Meta aja seperti dulu. Kirain dah lupa. Apa kabar kamu ? Udah lama banget ya kita ga ketemu ?”
“Iya sejak lulus SMA, kita ga pernah ketemu lagi.”
“O iya gimana kabar Gita ? Kamu masih ama Gita ?”
“Masih, dia baik – baik saja ko. Dia jadi polisi sekarang..”
“Aku tahu, aku lihat ko beritanya waktu dia gagalin pembajakan pesawat, keren banget. Trus ngomong – ngomong kamu ngapain disini ?”
“Aku kerja di Equals TV, tuh bareng ama Claudia.”
“Wow, Claudia anaknya Menlu kita kan ? Dia reporter yang kritis dan cerdas sekali.”
“Ya begitulah, lalu kamu sendiri gimana Meta ? Ngapain disini ?”
“Aku ditugaskan jadi dokter pribadi keluarga Cakra, Pak Lukman Cakra kan salah satu delegasi Indonesia di KTT ini, beliau kesini bersama keluarganya. Kebetulan anaknya ada gangguan kesehatan jadi aku di tugaskan menjaga dan mendampinginya. Kebetulan tadi anaknya sedang pergi belanja bersama ibunya, jadi aku jalan – jalan di sini eh lihat kamu, ya akhirnya kita ketemu disini.”
Rama manggut – manggut, “Oh jadi kamu dokter ya ?”
Meta mengangguk, “Iya aku dokter tapi masih belum punya nama ko, masih dokter kecil – kecilan.”
Rama tersenyum, “Mana ada dokter ko kecil – kecilan, kayak buka warung aja. Kerjaan kamu itu kerjaan yang bagus ko.”
“Ma kasih Rama. O iya Gita mana ? Dia ga ikut ?”
“Ngga, dia lagi liburan ama Mey. Kamu ingat Mey Ling kan ?”
“Tentu, dia kan anak raja media. Dulu di sekolah kan emang berdua mulu ma Gita.”
“Iya gitu deh, mereka lagi liburan bareng sekarang. Yah penting juga buat Gita supaya pikirannya bisa fresh.”
“Mmm, gimana kalo nanti sore kita ngopi bareng ?”
“Aku ngga janji ya, kalo aku free, I will let you know.”
Meta mengangguk, dia menyerahkan kartu namanya pada Rama, “Telepon aku ya, kabarin.”
Rama mengangguk, Neta tersenyum lalu pergi meninggalkan tempat itu. Rama melihat Claudia masih melakukan interview dengan serius, kali ini dengan delegasi dari Korea Selatan. Saat menoleh ke samping, Rama terkejut. Gadis kecil yang ada dalam mimpinya, kini berada di sampingnya. Tatapannya sangat syahdu, dia memegang boneka yang di dekap di dadanya.
“Siapa kamu sebenarnya ?” tanya Rama.
Gadis itu diam, tangannya menunjuk ke arah Neta tadi berjalan, “Kakak itu…”
“Maksud kamu Meta ? Kenapa dengannya ?”
“Kakak itu tahu, dia tahu nasibku..” kata gadis kecil itu sambil menangis. “Dia tahu tapi tidak ada yang mau mendengarnya.”
Rama menatap Meta yang tengah berjalan diantara banyak orang di pedestarian. Sesaat kemudian dia sudah tidak terlihat lagi dari pandangan Rama.