Gita and Mey - Ariana Day

Cancan Ramadhan
Chapter #13

Chapter 12 - Informasi Dari Para Saksi


“Permisi..”

Gita berseru di depan pintu rumah Ariana yang terlihat sepi. Halaman rumahnya tampak rapi, pohon mangga berada di dekat pagar depan yang tertutup oleh tembok yang di semen. Setelah mengulangi seruannya beberapa kali, muncul seorang wanita berusia sekitar 40 tahun membuka pintu. Wajahnya terlihat letih, sorot matanya seolah redup namun memberi kesan seolah hidup segan mati tak mau.

“Iya, cari siapa ?” tanya wanita itu.

“Maaf,” kata Gita. “Apa benar ibu ini ibunya Ariana ?”

Wanita itu terlihat tidak suka mendengarr Gita menyebut nama Ariana, “Untuk apa menyebut namanya ? Anda ini siapa ?”

“Perkenalkan..” Gita menyalami wanita itu. “Saya Gita Asmara, saya dari kepolisian, ingin bertanya tentang Ariana. Apa ibu keberatan saya wawancara sebentar ?”

Wanita yang merupakan ibu Ariana itu tidak menjawab, dia mempersilahkan Gita masuk ke dalam rumahnya. Ruang tamu di rumah itu sangat sederhana, hanya ada dua kursi, satu meja, dan satu kursi panjang. Semuanya terbuat dari kayu yang di plitur dengan cat kayu yang sudah pudar. 

“Maaf kalau kedatangan saya mengganggu,” ucap Gita membuka pembicaraan. “Saya bisa panggil Bu siapa ?”

“Marni..” jawab ibu Ariana. “Orang manggil saya dengan nama itu.”

“Baik Bu Marni, saya…”

“Untuk apa menanyakan Ariana ?” tanya Marni. “Itu sudah lama sekali.”

“Saya hanya ingin mengetahui apa yang terjadi, mungkin saya bisa membantu menemukan keberadaan Ariana.”

Marni menggeleng, “Sudah hampir 13 tahun berlalu, bagaimana kamu yakin bisa menemukan anak saya ?”

Gita menggeleng, “Saya tidak bisa menjawab itu kalau saya tidak tahu cerita yang sebenarnya. Selama ini saya hanya mendengar rumor, tapi tidak pernah tahu kebenarannya seperti apa. Jika Bu Marni tidak keberatan, saya ingin ibu menceritakan apa yang terjadi saat Ariana hilang.”

Wajah Marni seolah mencerminkan kesedihan yang mendalam ketika mengingat kejadian yang sangat mempengaruhi hidupnya itu. Setelah menghela nafas, dia mulai menceritakan kejadian hari itu. Dengan perlahan dan sesekali terisak menangis, dia bercerita, Gita mencatat beberapa keterangan dalam buku kecil yang dibawanya. Hampir 10 menit bercerita, akhirnya Marni menangis pilu karena mengingat peristiwa itu. Setelah tenang, Marni lalu mengajak Gita keluar rumah, dia menceritakan posisi saat itu, saat terakhir bertemu Ariana.

“Dimana dia menjatuhkan selendangnya ?” tanya Gita.

“Di sini..” jawab Marni sambil menunjuk ke ubin di teras rumahnya. “Saya lalu mengambil dan menyusulnya. Hanya beberapa detik saya sudah sampai di luar pagar, tapi dia sudah tidak ada.”

“Dimana suami ibu saat itu ?”

“Di situ, di depan kandang ayam. Dia sedang sibuk di situ dan tidak memperhatikan kedatangan atau kepergian Ariana.”

Marni memperagakan posisinya, Ariana, dan suaminya di hari naas itu, dia menunjukkan dengan detail sehingga Gita bisa menangkap gambaran apa yang terjadi hari itu. Namun dalam beberapa keterangan yang di ucapkan Marni, wajah Gita terlihat sangat serius seolah melihat kejanggalan dalam ceritanya.

“Berapa lama pencarian dilakukan di hari itu ?” tanya Gita. “Dan area mana saja yang dijelajahi untuk mencari Ariana ?”

“Pencarian dilakukan kurang lebih sekitar 4 atau 5 jam di hari itu, bahkan sampai 2 hari berikutnya kami masih mencari, area pencariannya sekitar rumah ini menuju balai kelurahan.”

Gita menunjuk ke arah sisi kanan rumah Ariana, “Jadi pencarian tidak di lakukan ke arah sana ? Arah alas ?

Marni menggeleng, “Ngga mbak, karena Ariana berjalan menuju ke kiri, ke arah kelurahan. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, dia belok ke kiri.”

Gita mengangguk, “Lalu bagaimana dengan suami ibu ? Maksud saya pendapatnya saat itu.”

Marni menggeleng, “Suami saya bilang bahwa dia sama sekali tidak melihat Ariana hari itu, dia berkeras bahwa dia melihat Ariana terakhir adalah sehari sebelumnya saat pulang sekolah.”

“Kalo memang menurutnya seperti itu, apa dia tidak bertanya pada malam harinya tentang keberadaan Ariana ?”

“Tidak. Dia bilang setelah melihat Ariana pulang sekolah, dia pergi bersama beberapa temannya ke luar kota, dan baru kembali besok siangnya. Dan saat Ariana kembali pulang setelah bermain sore itu, dia sama sekali tidak melihatnya. Padahal dia sedang ada di dekat kandang ayam itu.”

“Memang seharusnya dia tetap bisa melihat Ariana saat datang dan pergi..” gumam Gita. “Posisi kandang ayam itu dengan halaman ini sangat pas untuk melihat siapapun yang keluar masuk halaman rumah.”  

Gita melihat wajah Marni terlihat sedih seolah dia melihat putri kesayangannya itu sedang berada di halaman rumahnya. Gita dengan lembut memegang pundak Marni.

“Maaf kalau ini membuat luka lama ibu jadi terbuka kembali..” kata Gita. “Tapi saya sangat ingin membantu ibu menemukan jawaban yang sudah 13 tahun ibu cari.”

Marni mengangguk, “Iya saya mengerti dan sangat berterima kasih.”

“Dimana suami ibu saat ini ?” 

“Masih di luar kota, dia ke Blitar selama beberapa hari, mungkin besok sudah pulang.”

“Saat Ariana hilang, apa ibu mendengar ada orang atau warga baru di sekitar lawangijo ?”

Marni menggeleng, “Kalau warga baru, tidak ada. Yang saya ingat di saat itu hanya Arman yang kembali pulang setelah sekian lama merantau.”

“Arman ?” tanya Gita. “Arman ini siapa ?”

“Arman itu anaknya Pak Jumadi.” jawab Marni. “Pak Jumadi atau biasa di panggil Pak Jum adalah salah satu pengrajin di sini. Dia juga yang membuat patung Ariana yang ada di tepi saung.”

Lihat selengkapnya