Gitar Renno

Dadar Fitrianj
Chapter #14

13. Tyara — Bebas?

“Lo takut?” tanya sang cewek.

“Aku … ini kali pertamanya aku diculik,” balasku menunduk.

Sang cewek tertawa terbahak-bahak. Kutatap ia bingung.

Memangnya lucu, ya?

“Ha? Emang siapa yang nyulik, lo?! Kita cuma nyandra lo doang kok, abis itu lo pulang. Selesai,” jelasnya membuatku kebingungan.

“Sama aja, sih, menurutku. Mau itu namanya sandera, nyulik, nyekap. Kan, endingnya bakal sama. Kalau aku liat di film-film, ya, orang yang diculik bakal di bawa ke sebuah ruangan. Terus ....” belum lagi aku menuntaskan penjelasanku, sang cewek sudah memotong.

“Apaan sih? Tukang nyulik? Dih, terserah lo deh mau bilang apa!” sanggahnya dengan tatapan sinis. “Banyak bacot tau nggak! Terserah lo deh. Intinya ....”

“Intinya apa?” tanyaku, ketika ia tak lagi melanjutkan kalimatnya.

“Intinya … Ah! Udah deh, nggak usah banyak tanya. Dimana-mana kalau orang diculik mereka ketakutan, nggak berani berkutik. Nah, elo malah nanya-nanya!” ketusnya.

Merasa aneh dengan pernyataanya, aku lantas berucap, “tadi kamu bilang kalau aku bukan diculik, tapi di sandera.”

“Sama aja!” bentaknya.

Masih merasa aneh, aku kembali berkata, “bukannya tadi kamu bilang, kalau ….”

“Argh! Iya deh, gue salah. Lo bisa diam nggak si?” ucapnya frustasi.

“Ck, ternyata yang nyulik bego,” gumamku, sambil menunduk.

“Ha? Lo bilang gue apa?” Aku yang terkejut dengan pertanyaannya lantas menatap kedua matanya yang ia besa-besarkan.

“Nggak tuh, aku nggak bilang apa-apa,” elaknya dan melipat tangannya di dada.

Teman cowok disebelahnya hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Sedangkan cewek itu kesal berat seakan-akan termakan kata-katanya sendiri.

Aku tidak menyerang dia. Dia sendiri, kan, yang memulai?

Aku hanya memastikan, itu saja.

“Kenapa lo ketawa-ketawa?” tanya cewek itu dengan kasar pada cowok di sebelahnya. Dan memang benar, sejak ketawa kecil dan gelengan kepala berakhir, tiba-tiba ia tertunduk lalu tertawa terbahak-bahak.

Kucoba mengingat-ngingat percakapanku dengan gadis itu, sayangnya aku tidak menemukan kelucuan di antaranya.

Oh, God! Seriously? Gue ngerasa kayak lo di kerjain sama si sandera,” ujar cowok itu pada cewek disebelahnya. Meskipun aku sendiri tak ada niat untuk mengerjai gadis itu.

“Um, maaf,” sela-ku, sambil mengangkat tangan. “Anu, namaku bukan Sandera, tapi Tyara.”

Oh God! Help!” teriak cowok itu, tertawanya makin menjadi-jadi kala aku selesai meluruskan namaku. “Aduh, tolong dong. Perut gue sakit banget!” keluhnya, meski begitu ia tetap tertawa.

“Eh, dengar, ya, apapun yang tadi keluar dari mulut kita, itu gada lucu-lucu sama sekali,” tukas cewek itu pada cowok yang sedang tertawa terbahak-bahak.

I know. I know! Tapi gue nggak ngerti kenapa gue bisa ketawa,” jelasnya sambil memegang perut. Aku pun mengerut heran sambil tersenyum aneh mendengarnya. “lagian, ya … eh, siapa sih, nama lo tadi?”

“Aku? Tyara.”

“Ya ampun, Tiara. Lo ya ….”

“Eh, salah ... salah. Namaku Tya-ra. Bukan Tiara," sanggahku.

Ketawanya semakin kencang, hingga wajahnya memerah. “Ya ampun. Pake klarifikasi segala. Ah, ribet!”

“Eh, nggak boleh gitu dong! Itukan nama pemberian orang tua. Kita mesti hargai nggak boleh asal ganti,” jelasku.

“Aduh dengar, ya, Tya-ra. Ini tuh, zaman modern, orang-orang pada pake nama beken, biar gaul!” jelas cowok itu. Tawanya mulai meredah

“Sekalipun. Tetap namaku nggak boleh salah, mesti Tya-ra. Bukan Tiara," tekanku.

“Haduh! Kalian di belakang, ribut banget, dah! Kalian ngapain sih, hah?” tanya cowok yang satunya lagi. Ia duduk di kursi paling depan sebagai sopir, sedangkan Cowok yang tertawa dari tadi itu, dan cewek ketus duduk di kursi kedua. Dan aku yang paling belakang.

“Eh, kita dari tadi cerita, dong!” timpal cowok yang duduk di kursi kedua. “Eh, ngomong-ngomong. Kita dari tadi ngomongin apa aja, ya?” tanya cowok itu sambil melirikku.

“Um, apa, ya? Mulai dari cewek ini yang kira namaku Sandera padahal namaku Tyara.”

“Ah! Iya benar, astaga. Hahahahahha! Terus, lo pake acara klarifikasi segala. Haduh, ampun deh!” timpalnya.

“Hisss … Apaan sih. Berhenti nggak? Ini tuh situasinya harus tegang, bukan malah ngelucu kayak gini!” bentak sang cewek.

“Ih, lo yang apaan? Sante dong. Nggak usah tegang-tegang amat.”

“Eh, kita ini harus ikut perintah! Lo sadar nggak si?”

“Iya, gue sadar ….”

Kenapa mereka jadi bertengkar?       

Lihat selengkapnya