“Jadi selama ini lo di teror? Ra, lo kok nggak pernah cerita sama gue?!” pekik Titha.
“Sori banget, Tha.”
“Enggak … enggak! Lo curang nggak pernah cerita!”
“Bukan gitu juga, sih, Tha. Kamu itu udah terlalu banyak nolong aku.”
“Nolong? Nolong apaan?! Aku nggak pernah tuh, ngerasa nolongin lo."
Sabtu sore, Titha datang ke rumah untuk menginap. Ini adalah agenda lama sebenanrya, yang baru terealisasikan. Ada kejadian lucu yang membuatku tertawa sampai isya. Ketika Titha tiba di rumah dan ia terkejut bukan main, sebab yang membukanan pintu untuknya bukan aku melainkan Tanteku, Bu Nila. Sepertinya, tanteku itu memberikan pertanyaan, namun ia tak bisa menjawab. Dari ruang cctv, kulihat Titha berdiri kaku dan bergerak mundur perlahan. Aku sudah sakit perut melihat tingkahnya. Tak lama, ia pun pergi. Saat bersamaan ponselku berdering. Titha marah-marah dan aku masih tak bisa menahan tawaku. Mission completed. Iya. Ini adalah misiku bersama tante untuk mengerjai Titha.
Dan sekarang, ia marah-marah lagi karena aku tak pernah memberitahu tentang Vindy yang terus menerorku. Titha pernah bilang kalau hobinya itu berenang dan membaca novel, tapi menurutku, hobi Titha sebenarnya adalah marah-marah. Kucoba jelaskan semua padanya agar ia tak marah lagi, akan tetapi itu tidak seperti yang diharapkan. Kini, ia memukulku dengan bantal.
“Gue yakin banget! Semua yang terjadi ke lo sekarang, pasti ada hubungannya dengan Vindy,” ujarnya. “lo, sih, nggak pernah mau kasih tau gue,” keluhnya.
“Aku udah bilang, kan, kalau ….”
“Dahlah. Gue malas bahas Vindy. Bahas yang lain aja,” ujarnya, sambil mengebaskan telapak tangannya di udara. “Silakan tanya apa aja asal jangan Vindy.”
“Serius?”
“Hee … seriuslah! Tanya apa aja silakan! Lo bisa tanya sepuas lo ke gue.”
“Oke. Aku mau tanya soal Renno.”
“Hemm.” Ia memutar bola matanya sambil melipat tangan, kemudian jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya. “Boleh, deh!” lalu memeluk bantal yang tadi dipakainya untuk memukulku.
“Oke! Menurutmu, Renno itu seperti apa?”
“Renno ya? Renno itu … abu-abu.”
“Abu-abu?”
“Iya. Abu-abu. Aku tamenan sama Renno dari SMP, jadi aku tahu betul siapa Renno. Renno itu abu-abu, warnanya aneh menurutku.”
“Kalian temenan dari SMP?”