Jalanan penuh dengan orang berlalu-lalang. Mengurusi hidup sendiri-sendiri. Ada yang tampak terburu-buru, dan ada yang berjalan dengan santai diiringi tarian mengikuti musik dari sebuah perangkat keras di kepalanya. Jika diperhatikan lebih jeli, semua orang mengenakan perangkat yang sama. Bentuknya seperti sebuah kacamata yang transparan, dan bisa menyesuaikan dengan kepala penggunanya.
Di pinggir jalan tersebut, terdapat sebuah kafe yang ramai. Di dalamnya, seorang anak SMA duduk dengan tenang menanti pesananan tehnya. Poni pada rambut hitam lurusnya sedikit bergoyang tertiup kipas angin model awal tahun 2000-an. Ia sedang melihat acara yang ditampilkan pada layar televisi.
"Selamat sore, penikmat sejarah. Kali ini, bersama saya, kita akan kembali menelusuri sejarah kelam dunia, yang telah terjadi beberapa tahun lalu." setelah mengucapkan kalimat tersebut, wajah pembawa acara perlahan memudar dan layar menampilkan judul episode saat itu.
"Ya, penikmat sejarah. Episode ini akan membahas tentang perang dunia ketiga yang telah terjadi 8 tahun lalu..."
Sebagai salah satu dari penggemar acara itu, anak SMA yang menunggu tehnya tampak fokus melihat televisi. Ia mendengar setiap kalimat yang diucapkan narator acara dengan saksama. Di saat yang sama, remaja itu mengingat perkataan dari ibu angkatnya. Bahwa ia, Dino Satria, dipungut oleh ibunya yang bernama Lili saat tahun ketiga dari perang dunia ketiga.
"Tapi... Kenapa setiap kata perang dunia ketiga disebut, aku merasakan suatu perasaan rindu? Aku bahkan tidak ingat wajah orangtuaku yang asli..." tanya Dino pada dirinya sendiri. Ia berpikir dengan keras, sehingga tanpa sadar anak itu menyuarakan pikirannya.
"Maaf mas... Saya tidak tahu juga mengapa." Ucapan tiba-tiba dari pelayan yang datang mengagetkannya.
"Tapi, ini teh pesanan mas. Bila ada apa-apa, tolong panggil kami dengan menekan tombol di meja itu saja. Terima kasih!" Lanjut lelaki berbaju serba hitam dengan celemek berwana senada sambil menjauhi meja Dino. Sang remaja hanya tersenyum malu akan kejadian tadi. Ia pun meniup teh hangatnya perlahan dan mulai meminumnya.
ZZZT!
"Eh?"
Sebuah suara aneh muncul sesaat dari cangkir yang dipegang Dino. Bersamaan dengan suara aneh itu, teh yang ingin ia minum tampak seolah terdistorsi, tidak jelas. Ia menurunkan teh hijaunya, dan mulai menggeser tangannya ke kiri dan ke kanan. Anak itu membuka menu [Pengaturan] pada kacamata transparan yang ia kenakan, lalu menekan tombol bertuliskan [Cek Perangkat]. Perangkat yang ia pakai mati selama beberapa detik, sebelum jam yang tampak di pojok kanan atas matanya mengindikasikan perangkat itu kembali menyala. Sebuah kotak muncul di depan matanya dan menunjukkan bahwa tidak ada masalah pada perangkatnya.