Glitch : The Fake World

Nugroho Alif Putranto Ibrahim
Chapter #5

Chapter 4 : Last Stand

Kontak pertama telah terjadi antara seorang 'teman'-ku, dengan monster di barisan terdepan beberapa saat lalu. Disusul dengan teriakan dari kedua belah pihak. Aku kembali memasukkan botol airku ke tas, dan mengeluarkan tongkat kasti yang kurubah menjadi katana. Semua terjadi hanya dalam hitungan detik.

"Garis depan, tahan mereka sekuat tenaga! Pasukan penembak, segera lakukan serangan! Untuk pelindung garis belakang, jangan biarkan ada yang bisa menyerang penembak kita!" Teriak orang yang menyapaku tadi. Strateginya cukup sederhana. Tapi dengan pasukan yang mungkin sudah bersamanya sejak lama, semua sudah memahami posisi mereka masing-masing. Aku berada di garis depan untuk mencari robot hitam itu.

Suasana bertarung sebagai satu pasukan sangat jauh berbeda dari saat aku sendirian. Keadaan yang ricuh dan serangan yang beragam membatasi ruang gerakku. Beberapa kali aku hampir terkena tembakan dari pasukan penembak, atau serangan seseorang di sebelahku. Lagipula, bagaimana bisa seseorang dengan pedang berukuran sangat besar ada di garis depan? Bukankah itu bisa mengganggu yang lain?

KAAAK!

"Hup!" Aku menghindari serangan dari seekor monster elang. Tidak sengaja, tubuhku menabrak seseorang di belakangku. "Ah, maaf!" "Iya. Tidak apa a-" sebelum mendengar jawabannya, tubuh orang itu telah tertangkap sebuah tangan panjang. Aku berusaha mengejar orang yang kutabrak itu, namun terlalu sulit. Banyaknya orang dan monster yang menghalau membuatku harus merelakannya pergi.

Untungnya, aku masih bisa menggunakan 'kutukan' dalam diriku. Beberapa kali kugunakan sebagai perisai darurat bila ada yang mencoba menyerangku dari belakang. Sejauh ini, belum ada satupun monster abnormal yang terlihat menimbulkan masalah bagi kami. Tak ada satu orangpun yang terbunuh. Bahkan, kulihat orang yang ditarik oleh monster bertangan panjang tadi berhasil lolos. Ia pergi ke garis belakang untuk disembuhkan.

"Aaah!" Sebuah seruan terdengar dari belakang. "Tolong kami!" Suara itu membuat sebagian besar orang, termasuk aku, menoleh ke belakang. Dari langit, ada lebih dari sepuluh makhluk buas turun ke tengah atap gedung yang lebar. Tepat di posisi pasukan penembak. Garis belakang yang berisi penyembuh, serta para pelindung masih aman. Tapi dengan kacaunya pasukan penembak, garis depan juga kekurangan dukungan. "Aku akan kesana!" Teriakku sembari berharap ada yang mengikuti.

Setelah keluar dari medan perang di barisan terdepan, kulihat ada beberapa orang yang ikut mengamankan pasukan penembak. Beberapa orang meneriakkan saran untuk menyisakan yang terkuat di barisan depan, namun temanku menolak ide tersebut. "Pasukan pelindung, kerahkan separuh kekuatan menyerang monster di pasukan penembak! Garda terdepan tidak boleh mundur!" Katanya. Banyak yang menurut, tapi tidak denganku.

"Hey, Doni! Sudah kubilang jangan mundur!" Aku yang sedikit tidak terima mendengarnya, membalas. "Diamlah! Asal tahu, aku bukan pasukanmu!" Aku tak mendengar balasan lagi saat diriku berlari menuju kerumunan monster itu. Sesampainya disana, 'kutukan' milikku bereaksi kuat. "Aah! Tidak!" Seseorang berseru dengan putus asa, melihat sebuah cakar akan segera membelahnya. Aku harus bersegera!

TING!

Pedangku beradu dengan cakar itu. Dari kekuatannya, aku menduga ini adalah salah satu dari monster abnormal yang kulawan selama ini. "Hiat!" Kumanfaatkan satu celah untuk menyerangnya. Luka yang muncul langsung tertutup, mirip dengan gorila bertentakel gurita dulu. Ya. Tidak salah lagi.

"Kalian yang masih hidup, mundurlah! Akan kuhadapi mereka!" Seruku pada pasukan penembak. Dengan cepat, aku menggunakan kemampuan Umpan untuk memancing perhatian para monster.

Berhasil! Mereka benar-benar terpengaruh. Tidak salah aku meningkatkan kemampuan ini hingga tingkat terakhir. Kulihat satu persatu musuhku, dan robot hitam pembunuh itu tidak menampakkan batang hidungnya. "Yah... terserahlah..." kataku pelan. Aku yang ingin mengalahkan mereka dengan cepat merubah pedang katana di tangan kembali menjadi tongkat kasti, dan memasukkannya dalam tas.

Aku menggunakan kemampuan Gerak Cepat untuk bisa menyentuh para monster itu tanpa tertangkap dengan mudah. Setelah menyentuh permukaan salah satu diantara mereka, 'kutukan' dalam diriku aktif. 'Kutukan' itu berhasil menghabisi satu monster tanpa masalah, meski aku harus menghindar beberapa kali dari serangan monster lainnya.

Lima menit berlalu, dan monster terakhir dalam kelompok kecil itu, berhasil dikalahkan. Namun hal yang sama juga terjadi pada pasukan pelindung. Garda terdepan sudah hampir terkikis, serta pasukan penembak hanya menyisakan sedikit orang. Itu pun dalam keadaan sulit untuk bertarung dengan optimal.

Kemampuan Gerak Cepat kembali kuaktifkan. Aku harus segera melindungi garis belakang! "Ya ampun!" Keluhku melihat kotak EP bertuliskan angka 12%. Benar-benar tak ada waktu istirahat, ya. Lalu, sesuatu terpikirkan olehku. Mengapa aku tidak mengubah botol air dalam tas menjadi sebuah suntikan adrenalin? Mungkin itu bisa meningkatkan tenagaku, meski sesaat.

Dengan cepat, aku melaksanakan ide tersebut. Walau cukup sulit untuk menyuntikkan adrenalin itu di tempat yang tepat, tapi berhasil. Tenaga dalam diriku bertambah menjadi 35%. Di saat yang sama, aku telah tiba di depan para penyembuh dan komandan pasukan.

"Hei, komandan! Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanyaku dengan suara keras. Tak ada jawaban. Bahkan, ia seperti tidak menganggapku ada. "Baiklah, kalau itu maumu!" Aku kembali memegang katana yang kugunakan sebelumnya dengan erat. Kedua kakiku menyiapkan kuda-kuda, bersiap untuk serangan dari monster-monster yang telah mengalahkan garis depan.

Tak kusangka, gerakan mereka lumayan cepat. Aku pun berlari maju, dan menarik perhatian mereka seperti sebelumnya. "Seluruh pasukan yang masih hidup, mundur! Kita serahkan ini pada The Soldier saja!" Teriak temanku yang menjadi komandan pasukan. Suaranya yang terdengar panik membuatku melihat ke belakang. Ternyata, pasukan pelindung telah hancur. Para penyembuh mulai berguguran.

Ya. Sejak awal, perang ini memang tidak seimbang dalam jumlah. Apalagi kekuatan. Monster yang sedang kuhadapi saat ini pun, beberapa diantaranya merupakan jenis abnormal. Jika keadaan masih terus memburuk, aku juga harus mundur sebentar. "Ah! Hampir saja...!" Sebuah anak panah bisa saja menusuk pundakku, bila aku terlambat untuk menghindar satu detik saja.

BUK!

Sial! Aku sedikit lengah, hingga seekor monster berhasil memukulku. Kotak merah bertuliskan HP menunjukkan angka 80%. Tidak banyak yang berkurang, tapi bisa berbahaya bila aku meneruskan pertarungan ini.

Lihat selengkapnya