Glitch : The Fake World

Nugroho Alif Putranto Ibrahim
Chapter #6

Chapter 5 : Telekinetic Bug

Melalui pandanganku, malam ini adalah malam yang kacau. Sangat kacau. Seluruh kota diserang oleh monster dari sisi lain dunia ini, dan para penduduknya kesulitan untuk melawan balik. Tampaknya, pasukan kecil The Soldier yang mengejarku saat ini menganggapku sebagai salah satu penyerang kota.

"Apa tadi kakak sempat menunjukan kekuatan kakak?" Tanya anak kecil yang membawaku terbang sekarang. "Iya. Namun, aku selama ini hanya melawan monster yang tidak bisa dikalahkan oleh orang biasa. Entah darimana mereka mendapat kesimpulan bahwa aku ini salah satu makhluk itu." Jelasku padanya. Ia hanya mengangguk paham.

"Aku ada saran. Lain kali, kakak tidak perlu mengikuti pertarungan skala besar seperti itu. Orang-orang bisa mengetahui Bug milik kakak." Sebentar, istilah apa yang baru saja ia sebutkan? Bug? Apa maksudnya serangga? Kuputuskan untuk menanyakan hal ini pada bocah itu.

Ia menolak dengan halus. "Akan kujelaskan saat kita lolos dari mereka!" Katanya dengan suara cukup keras. Setelah kami sedikit jauh dari helikopter dan pesawat jet milik The Soldier, Harold berhenti di tempat. Wajahnya mulai berubah menjadi lebih bersemangat dari sebelumnya. Senyum yang ia tunjukkan adalah senyum seorang anak kecil yang senang saat bermain.

Aku merasakan sesuatu seperti keluar dari tubuhnya, tapi tidak bisa kulihat. Kepalaku menoleh ke bawah, dan satu mobil terlihat mengambang di udara. Sedikit demi sedikit, kendaraan itu mendekati kami. Mencapai jarak tertentu, benda itu berhenti. Beberapa putaran dibentuk oleh mobil berwarna merah yang terangkat itu selama dua detik. Sebelum akhirnya...

WHUUUSH!

Transportasi pribadi itu melesat kencang melewati udara. Penglihatanku cukup kesulitan mengikuti kecepatan itu. Tak berselang lama, ledakan muncul diantara formasi pesawat jet yang telah rapi sebelumnya. "Adik, itu tadi ulahmu?" Aku bertanya dengan perasaan terkejut atas apa yang baru saja kulihat.

"Iya. Aku mengangkatnya, dan melesatkannya menuju orang-orang itu." Ia menjawab santai. "Putaran yang kubuat hanya untuk kesan keren saja. Hehe." Kurasa ia benar. Jika aku bisa melakukan ini, mungkin gerakan kecil seperti itu akan terlihat keren. Namun, masih tersisa beberapa kendaraan tempur lainnya yang semakin mendekat.

"Tenang saja, kak. Tidak usah berwajah seperti itu." Ucapnya padaku secara tiba-tiba. Tetapi, apa aku terlihat seperti khawatir di matanya? Pikiranku yang teralihkan dari pertarungan untuk sesaat, kembali terfokuskan pada suara jet yang keras. Kulihat anak itu mengangkat tangannya perlahan, dan seolah menunjukan telapak tangan kecilnya pada dunia.

Pandanganku kembali kepada pesawat cepat tadi. Beberapa pesawat terdepan tidak bisa melaju lebih cepat, ataupun melaju sama sekali. Seolah mereka terjerat di sebuah jaring yang rapat, dan tidak bisa keluar. Moncong pesawat-pesawat yang sebelumnya mengarah pada kami, mulai berubah arah. Dengan cepat mereka terbang mengitari kami, tanpa ada satupun serangan. Apa yang sebenarnya para pilot itu lakukan?

Dari kejauhan, sebuah helikopter menembakkan misil kearah kami. Sebuah pesawat jet disekitar diriku dan Harold berhenti terbang berputar, dan mulai terbang menuju roket kecil yang ditujukan untuk membunuh kami berdua. Dua alat perang itu bertabrakan di udara dan menghasilkan ledakan yang cukup keras.

Aku mulai menduga bahwa kejadian tersebut merupakan tindakan Harold. Kuarahkan mataku padanya dengan cepat. Tangan kecil anak itu terlihat menunjuk ke depan, seperti memerintah sesuatu untuk maju menyerang. "Jadi, kau yang melakukan itu?" Mulutku menyuarakan pertanyaanku.

"Begitulah. Kuharap itu akan membuat mereka mundur..." Wajah seriusnya sedikit mengendur. Aku coba melihat pemandangan yang sama sepertinya. Helikopter yang sebelumnya mengejar kami, memutuskan untuk mundur. Secara spontan, aku menghembuskan napas lega. "Akhirnya... mereka pergi juga..." ucapku.

CTAR!

"Ah!" Sebuah petir muncul dari bawah secara tiba-tiba, dan mengenai kaki Harold. Aku merasakan tubuhku berguncang sesaat, sebelum kembali tenang. "Mereka mulai mengirimkan serangan dari bawah! Sepertinya mereka berpikir bahwa serangan fisik melawanku akan sia-sia, jadi mereka menggunakan para penyihir." Jelas Harold, entah pada siapa. Mungkin, ia berbicara sendiri.

"Kalau begitu, aku akan membantu-" "Tidak apa kak. Kakak istirahat saja dulu, hingga EP milik kakak pulih sepenuhnya." Kata Harold memotong perkataanku. Ia membalikkan punggungnya dariku secepat mungkin. Seketika, kami melesat kembali diatas bangunan tinggi di kota.

Di saat yang sama, banyak tembakan sihir mengarah pada kami. Mulai dari bola api, bongkahan es, kilat, atau angin puyuh kecil. Semua warna yang dihasilkan serangan itu membuat langit menjadi semkain cerah. Anak kecil yang membawaku terlihat lebih kesulitan, karena harus terbang cepat seraya berusaha menahan serangan sihir mereka.

Aku berusaha sedikit berguna untuknya, walau hanya sekadar menjadi pengamat sekitar. Sesekali, aku memperingatkan bocah itu untuk memusatkan pertahanan di satu titik, ketika ada sihir kuat mengarah pada kami. Setelah beberapa menit, kepalaku merasa pusing. Manuver menghindar yang dilakukan Harold sangat berantakan. Terkadang ia bisa menghindar hanya dengan berbelok ke kanan, tapi ia juga menaikkan ketinggian.

"Hei! Bisakah kau sedikit lebih stabil? Aku merasa ingin muntah!" Aku menyampaikan keluh kesah tanpa sensor sama sekali. "Maaf kak. Tapi, kakak tahu sendiri, kan? Keadaan sedang kacau saat ini." Balasnya dengan panik. Melihat wajahnya, membuatku merasa sedikit bersalah. Kuputuskan untuk tetap menjalankan tugasku seperti semula.

Lihat selengkapnya