Glitch : The Fake World

Nugroho Alif Putranto Ibrahim
Chapter #10

Chapter 9 : Basecamp Settled

Di siang yang sejuk ini, aku dan adik Harold telah tiba di sebuah mansion. Tempat ini adalah persembunyian kami beberapa jam yang lalu. Mungkin, rumah mewah ini bisa menjadi markas yang bagus. Selama tidak ada orang biasa tahu soal ini. Untuk mencegah hal itu terjadi, kami masuk dari atas. Mendarat tepat di halaman belakang yang tak kalah luas dengan halaman depan. Aku bisa menapak ke tanah dengan mudah, sedangkan Harold harus berhati-hati. Setelah menjejakkan kakinya, ia harus mengangkat tubuh Haruka yang tak bergerak. "Perlakuanmu lebih baik saat membawa perempuan daripada aku ya, dik?" Godaku.

"Kak, waktu aku membawamu, keadaan tidak setenang sekarang." Balas anak berambut pirang dengan wajah kesal. Saat aku tersenyum kecil melihatnya, tubuhku merasa kaku. Kemudian terbang di udara bagaikan mainan helikopter. "Kalau mau, aku bahkan bisa mengangkat satu rumah ini tanpa menghabiskan tenaga sama sekali." Lanjutnya. Sepertinya, aku benar-benar membuatnya marah. "Baiklah. Aku minta maaf..." Kataku memohon maaf. Raut muka bocah itu mulai melunak.

"Sekarang, bawa aku ke kamar dengan keadaan seperti ini. Hehe." Aku kembali menggodanya. Entah mengapa, rasanya menyenangkan! Tiba-tiba, tubuhku terasa semakin kaku. Tak ada satupun anggota tubuh yang bisa kugerakkan, kecuali kedua bola mataku dan organ dalam lainnya. "Baiklah, kalau itu mau kakak..." Kata-katanya tidak terdengar menyenangkan. Sama sekali tidak. Bahkan, batu-batu disekitarnya ikut terangkat seolah ketakutan. Begitu pula yang kurasakan sekarang!

WHUUUSH!

PRANK!

"Aduh!" Keluhku. Berkat lemparan kuat dari Harold, badanku melesat menuju sebuah kamar dan memecahkan jendelanya. Meski aku telah menimpa kasur yang terlalu empuk ini, memandangi pemandangan melalui jendela pecah tidak begitu menyenangkan. Rasanya seperti seseorang masuk kedalam kamar, dan aku tak bisa melakukan apa-apa. Semenit berikutnya, aku mendengar suara pintu terbuka. Dengan santai, kuturunkan kakiku dari atas kasur.

Aku berjalan pelan menuju pintu kayu di ujung ruangan. HP milikku seperti berkurang dua persen setelah hantaman dengan jendela, dan tidak sengaja menginjak pecahan kaca dibawahku. "Dipikir lagi, dunia ini realisitis sekali ya. Walau aku tidak merasakan sakit sedikitpun." Ucapku, berbicara sendiri.

Setelah beberapa langkah, aku berdiri di depan pintu. Kupegang gagang pintu itu. Namun, tak ada gerakan. Percobaan kedua pun sama. Terus kuulangi berkali-kali, tetapi hasilnya selalu sama. Apa sebaiknya aku menggunakan 'kutukan' ini saja...?

Tidak! Karena 'kutukan' inilah, aku tidak bisa hidup tenang! Karena sistem inilah, Shinta terpisah dariku. Untuk membuka pintu yang tekunci ini, akan kugunakan tenaga yang kumiliki. Seharusnya cukup untuk menghancurkan pintu lemah ini. "Hiaat!" Teriakku. Dalam sekali dorongan keras menggunakan pundakku, pintu kayu antik itu hancur berkeping-keping. Sementara itu, anak kecil di ruang tamu hanya melihatku dengan tatapan terkejut.

"Kakak!" Harold berteriak keras. Langkahnya cepat, mengarah padaku. Setelah berada dihadapanku, ia berhenti. Saat kami bertatapan, aku berusaha menahan tawa. Tinggi kami cukup berbeda, hingga membuatku merasa dimarahi oleh anak-anak! Meski itu separuh benar... "Be. Res. Kan!" Hanya satu kata dengan tiga suku.

Tapi ia mengucapkannya serambi menunjuk serpihan sisa-sisa daun pintu yang malang. Yah... berhubung aku juga yang merusakkan pintunya, jadi akan kulakukan. Kali ini, aku tidak punya pilihan lain selain menggunakan 'kutukan' ini. Atau bisa kubilang, Bug?

Hanya butuh waktu kurang dari lima menit untuk memperbaiki pintu ini. Sekalian, kurubah menjadi pintu besi, dengan kunci yang hanya bisa dibuka menggunakan sidik jariku. Aku merasa sangat puas akan apa yang sudah kulakukan. Jadi, mataku memandangi daun pintu itu selama beberapa saat. Hingga aku sedikit bosan. Diriku memutuskan untuk pergi ke dapur dan menikmati secangkir teh. Seperti beberapa jam yang lalu disini.

Ternyata, seseorang telah menungguku. Anak itu meminum segelas cokelat panas di tangannya. Ketika ia menyadari kedatanganku, gelas itu diletakkannya diatas meja. Disaat itulah aku menyadari. Ada dua gelas minuman hangat disana. Apa ia menyiapkan yang satu lagi, untukku? "Ayo kak. Duduklah. Aku sudah siapkan satu gelas untukmu." Sapanya hangat. Sebentar, ada apa dengan anak ini? Tadi, bukankah ia sangat marah padaku?

Biarkan saja. Mungkin adik ini memiliki niat untuk memaafkanku sekak awal. Aku terima ajakannya dan duduk disebelahnya. Kuambil segelas cokelat panas yang masih beruap. Dengan diawali beberapa tiupan, mulutku memasukkan cairan nikmat itu ke tenggorokan. Rasa dari sari buah pohon Theobroma cacao ini seketika menenangkan pikiranku. Meski aku tidak yakin ada orang yang menanam tanaman ini, dan minuman ini sudah ada sejak dunia ini dibuat. Apa mungkin semua rasa juga seperti itu?

"Hei, dik. Aku punya pertanyaan." Ucapku memulai percakapan. "Hm? Apa itu, kak?" "Apa kau pernah berpikir, siapa yang menanam tanaman cokelat disini?" Wajah anak kecil itu tampak berpikir untuk beberapa waktu. Hingga raut mukanya menunjukan seolah ia mengingat sesuatu. "Seharusnya tidak ada. Lagipula, cokelat adalah item yang bisa didapatkan melalui monster pohon dari Area Perburuan." Jelasnya. Kurasa itu ada benarnya. Aku sendiri belum pernah mengunjungi wilayah perkebunan dalam area itu. Wajar saja aku tidak tahu.

Lihat selengkapnya