"Kau pasti bercanda kan... Chevalier?" "Bercanda?" Pria berpakaian hitam membalas pertanyaanku dengan pertanyaan lainnya. Saat ini, perasaanku begitu kacau. Aku tak menyangka akan dikhianati seperti ini...
"Maaf kalau begitu. Sepertinya aku terlalu baik kepadamu." Tuturnya dengan suara berat. Lebih berat dan terkesan jantan, daripada nada yang digunakannya saat berbicara denganku sebelumnya. Iya. Aku yang bodoh disini. Selama ini, tak ada seorang pun yang mendekatiku jika tak mengharapkan apapun, kecuali Shinta. Mengapa aku bisa seceroboh ini?
"..." Aku memutuskan untuk diam. Sekarang, yang bisa kupercaya hanyalah diriku sendiri. Dengan saksama, kuperhatikan wilayah padang rumput ini. Hanya ada pasukan militer disekitar. Meski tak ada helikopter, jumlah penyihir di langit sudah cukup untuk menggantikannya. Jalan keluar seolah tidak ada untukku.
Kalau begitu, hanya ada satu cara. Salah satu ujung jariku menyentuh tangan Justice. Dengan sedikit berpikir, aku berusaha mengeluarkan efek Glitch dari 'kutukan'.
"... Ada apa?" Eh? Mengapa 'kutukan' itu tak muncul? Aku harus mencoba untuk lebih konsentrasi! Kalau masih tidak muncul juga, akan kusentuhnya dengan telapak tangaku!
"Apa kau berusaha lolos? Atau menggunakan kekuatanmu itu?" Tanya pria dibelakangku. Namun, saat ini aku harus segera mengeluarkan efek itu. Jari-jariku yang masih bisa bergerak ikut membantu telapak tangan. Sekarang salah satu tanganku berhasil menyentuh lengannya. Tetap tak terjadi apapun. Sebenarnya, Bug ini bisa digunakan pada manusia atau tidak?
Akhirnya, kulepaskan genggamanku dari tangannya. Aku sadar bahwa usahaku untuk mengalahkannya dengan 'kutukan' secara langsung sia-sia. Tetapi, bila yang terkena efeknya adalah telepon genggamku, mungkin ada kesempatan! Aku berusaha sekuat mungkin merogoh benda kecil di saku celanaku. "Baiklah. Karena kau sepertinya sangat mencintai handphone-mu itu, akan kulonggarkan sedikit." Kata Justice. Ia benar-benar melonggarkannya hingga aku bisa meraih ponselku dengan mudah.
Kemudian, aku menyadari sesuatu. Bukankah ini kesempatan yang bagus untuk menyerangnya? Atau setidaknya, aku bisa menggunakan saat-saat ini untuk kabur.
Tanpa menunggu lagi, kemampuan Gerak Cepat kuaktifkan. Dengan kemampuan itu, aku berlari menuju tempat senapanku berada. Tanganku langsung memegang erat senjata tersebut saat aku telah tiba. "Sepertinya, kesiagaanmu masih bercelah ya." Seruku, sedikit menantang. Kurasakan mulutku tersenyum senang dan sinis disaat bersamaan. "Ya, begitulah. Tetapi, pasukan-pasukan ini sudah cukup untuk mengalahkanmu." Jawabnya santai. Dalam waktu singkat, banyak peluru serta sihir meluncur kearahku.
Aku aktifkan Gerak Cepat sekali lagi, dan bergerak menghindari semua serangan tersebut. Sekaligus mendatangi satu tentara terdekat dari posisiku tadi. Kukeluarkan pisau kecil melalui kantong dalam jaket. Ujungnya berhasil menembus jantungnya tanpa kesalahan. Setelah ia tumbang, aku membiarkan senjata kecil itu menancap di tubuhnya yang memudar.
Senapan di tanganku mulai berganti mode dari Sniper Rifle menjadi Assault Rifle. Dengan mode ini, aku gunakan untuk menjatuhkan semua lawan disekelilingku hanya dalam waktu singkat. Walau begitu, masih cukup sulit untuk melakukannya dengan para penyihir diatas. Jadi kuarahkan moncong senjataku keatas, dan menembak mereka.
DAR DAR DAR! DAR DAR DAR! DAR DAR DAR!
Sedikit demi sedikit, lama lama menjadi bukit. Peribahasa itu cocok dengan keadaan saat ini. Saat-saat semua penyerang dari udara berjatuhan terkena tembakanku. Penembak di darat merasa kesulitan dengan semua tubuh yang menimpa mereka sekarang.
Sial! Peluruku hampir habis. Jika aku tak bisa menembus pertahanan mereka dan memasuki hutan, bisa-bisa diriku akan kembali ke rumah sakit itu. Menggunakan Gerak Cepat yang kesekian kalinya, kakiku mendekati tanah tempat senjata jarak pendek milikku tergeletak. Jika saja aku bisa menggunakan 'kutukan'-ku sekarang, pasti dua senjata ini sudah menjadi satu.
Tiba-tiba, satu hal muncul di pikiranku. Namun tak bisa kupikirkan. Keluar dari kepungan ini adalah prioritas utama sekarang. Sembari menghindari tembakan pasukan The Soldier, aku memfokuskan pandangan pada senapan. Lalu muncullah beberapa lingkaran berwarna, menunjukkan kemampuan yang bisa digunakannya sekarang. Tembakan Api Penghabisan sudah bisa digunakan. Bagus! Aku bisa mengaktifkannya untuk menghancurkan satu barisan disisi kiriku.
Dengan satu peluru terakhir, kutembakkan komet api dari ujung laras. Setelah menyentuh satu prajurit, komet itu meledak. Yang tersisa dari mereka hanyalah senapan dan perlengkapan mereka. Seluruh tubuhnya telah berterbangan ke langit sebagai kubus berukuran kecil. "Baiklah!" Seruku tanpa sengaja. "Aktifkan, Gerak Cepat Tingkat II!"
WHUUSH!
Tubuhku melewati kumpulan senjata yang ada diatas rerumputan, menuju hutan di depan sana. Bahkan, kurang dari sedetik, aku berhasil tiba dibalik sebuah pohon beringin. Inilah saatnya untuk mengisi ulang senapan di tanganku. Namun, sesuatu menggenggam lenganku sewaktu akan memasukkan peluru dalam magazine senapan. "Kuakui, kau memang tidak lemah." Kata orang yang menghambatku. Sial! Bagaimana bisa...?
Benar juga! Alasan mengapa aku tidak melihat Justice selama pertarungan tadi, adalah karena ia mengaktifkan kemampuan Tidak Terlihatnya. Apa ia sengaja membiarkanku kemari, hanya untuk menangkapku? "Ya ampun, Doni. Wajahmu terlihat ketakutan." Justice berkata dengan nada sinis. Aku melompat ke sisi berlawanan dari posisinya, untuk menghindar. Tanpa berpikir, kuhadapkan moncong senapan padanya. Aku pastikan bahwa benda ini sudah diisi ulang.
Hei, ini aneh! Bahkan senjata api di tanganku menjadi tidak berguna. Berapa kali pun kutekan pelatuknya, tak ada peluru meluncur keluar. "Karena kau sepertinya kesulitan, akan kujelaskan apa yang terjadi padamu dan senapanmu." Tawar pria berpakaian hitam. "Terima kasih. Tetapi, aku tidak butuh itu!" Balasku dengan teriakan.
Aku buang benda yang selama ini ada di tanganku, dan menggantinya dengan pisau dari dalam saku jaketku. Setelah berlari mendekatinya, hal yang kulakukan berikutnya adalah menyerang membabi buta. "Apa kau bercanda? Melawan 'Pembunuh Sejati' sepertiku, menggunakan senjataku sendiri?" Ejeknya. Padahal, baru beberapa jam kami bertemu, dan ia sudah menjadi orang yang menyebalkan.
DUAR!
"Aah!" Aku berseru kaget. Sebuah sihir berhasil mengenaiku. Serangan itu meledak beberapa saat setelah menyentuhku. Dua detik terlempar menembus dua tiga pohon, tubuh maya ini mendarat kasar di lantai hutan. Bahkan punggungku menabrak batang pohon. Tak terasa sakit, namun persentase dalam kotak merah menunjukkan nilai 60%. Kotak hijau dibawahnya tampak lebih berbahaya, dengan angka 35 tertulis disebelah tulisan EP.
"Tempat ini masih tidak cukup jauh dari pasukan kecil itu. Namun tak apa." Ucap pria berpakaian hitam dengan santai. Aku yang berhasil bangkit, kembali berusaha mendaratkan serangan. "Hiaat!" "Apa yang terjadi padamu dan senapanmu adalah efek dari kemampuan khususku." Ia masih bisa berbicara saat menghindari semua sabetanku. Sebenarnya, aku tidak menyimpan kemampuan apapun untuk menggunakan pisau dengan optimal.