Glitch : The Fake World

Nugroho Alif Putranto Ibrahim
Chapter #14

Chapter 13 : Recruitment

Setelah pertarungan di wilayah Hutan Hujan yang sulit, aku memeriksa kantongku. Menghitung jumlah botol ramuan penyembuh yang tersisa. "Sial! Semua sudah habis!" Keluhku. Namun, karena 'kutukan' dalam diriku telah kembali, kurubah beberapa ranting besar pohon menjadi dua macam cairan dalam botol kaca.

Pertama, kugunakan dua botol Ramuan Penambah HP dan Ramuan Penambah EP pada Harold. Ia mungkin sudah menggunakan kemampuan Meditasi. Tetapi itu kurang efektif untuk keadaan saat ini. Ditambah lagi, serangan pisau tadi sepertinya memberikan efek pingsan. Membuat anak ini tidak sadarkan diri hingga diberi item penyembuhan. Hal yang sama juga kulakukan untuk Haruka.

"Uh... Ini kan...?" Kata bocah berambut pirang. Matanya terbuka sedikit demi sedikit, diikuti oleh sang ibu di titik lain. "Ah! Nak Doni! Kamu tak apa? Dimana pria itu?" Tanya Ibu setelah ia sadar sepenuhnya. Kujawab santai, bahwa aku sudah mengirimnya ke rumah sakit. Tak lupa kuberitahu bahwa 'kutukan'-ku telah kembali.

"Oh iya kak. Mengapa kakak selalu menyebut Bug milik kakak sebagai 'kutukan'? Bukankah yang disebut 'Kutukan' adalah efek buruk yang lain?" Harold memberikan pertanyaan panjang. Aku tahu jawabannya, namun tidak akan kuberitahu. Setidaknya untuk sekarang.

Lalu, perempuan berambut hitam panjang di kelompok kecil kami berseru. "Lihat! Para penyihir!" Saat mataku melihat pada arah yang ditunjuknya, tampak pasukan The Soldier yang berhasil menemukan kami. Ketika mereka menyerang, kugunakan Gerak Cepat untuk membawa dua orang tersebut menjauh dari medan pertempuran.

*****

"Haah... Haah..." Aku bernapas tak karuan, akibat dari berlari dan kembali menggunakan kemampuan andalanku dengan terus menerus. Meskipun di tengah jalan masih sempat membuat jebakan, dengan 'kutukan' milikku.

"Terima kasih nak... Kalau saja kami punya kekuatan kami..." Ucap Haruka dengan nada penyesalan. "Iya kak... Maaf sudah merepotkan..." Bahkan, anak berambut pirang yang baru kuturunkan dari pundak, membungkukkan badannya. Aku membalasnya santai, sembari menyiramkan cairan hijau pada tubuhku.

"Yang terpenting, kita berhasil keluar dari Area Perburuan dengan selamat." Lanjutku dari ucapanku sebelumnya. Saat mataku melihat sekitar, beberapa menatap tajam pada kami bertiga. Terutama untukku dan adik bermata biru. Benar juga! Aku baru sadar sekarang.

"Kak! Kita keluar seperti ini..." Kalimatnya tertahan oleh kerumunan yang semakin mendekat. "... Iya. Ditambah lagi, mungkin saja sebagian besar manusia disini, adalah anak buah The Soldier..." Aku melanjutkan kalimat tersebut. Ketika semua mengeluarkan senjatanya, aku dan Haruka mengambil inisiatif.

"Sekarang saatnya untuk..." Ibu-ibu berwajah Asia mengambil ancang-ancang.

"... Lari!"

DOR!

CTAR!

DUAR!

Kekacauan kecil terjadi. "Jangan biarkan mereka lolos!" "Serang mereka!" Begitulah yang kudengar di sekelilingku. Kedua kakiku berlari cepat, dengan pundak kembali menggendong Harold. Haruka berlari tanpa beban, jadi ia sedikit lebih cepat dariku.

Melewati jalanan yang ramai, melompati gedung-gedung bertingkat, dan sering sekali menjatuhkan satu dua orang yang menghalangi. Dengan kecepatan tinggi dan mengerahkan seluruh kemampuan, kelompok kecil ini terus berlari. Kami pun tidak sembarangan memilih rute. Tak ada satu orang pun diantara kami bertiga, yang ingin semua pasukan The Soldier mengetahui markas sementara di rumah Harold.

*****

Sesampainya di rumah, bisa dibilang kami bebas. Kubaringkan tubuh anak kecil ini diatas salah satu sofa ruang tamu, sedangkan aku dan Haruka duduk di sofa lainnya. "Haah... Kalian benar-benar diburu ya..." Kata sang ibu dengan napas sedikit tersengal. "Iya... Haah... Ini merepotkan..." Balasku. Sementara itu, Harold yang berbaring diatas kasur menoleh pada kami.

"Hei, apa sebaiknya kita kunjungi saja orang itu?" Tanyanya singkat. Walau butuh beberapa saat, kami paham maksudnya. "Tidak! Bagaimana kita bisa mengajak orang yang sudah menyerang kita dengan kejam?" Seru Haruka. Wajahnya tampak marah mengingat kejadian sebelumnya.

Tetapi, ada satu hal yang ia lupa. "Lalu, mengapa Ibu masih disini? Bukankah Ibu telah memukulku sebelumnya? Jangan lupa dengan Harold yang kau usir." Ujarku. Mendengarnya, Haruka kembali duduk pada tempatnya di sofa. "Ya... Aku kan, ikut dengan kalian sebagai permintaan maafku..." Ia membalas.

Kemudian, bocah berambut pirang memutuskan untuk mendatangi Justice di rumah sakit. Aku pun setuju. Meski ia sudah bertarung dan melukai kami, bukan berarti ia tak bisa diajak bekerja sama. "Baiklah... Terserah kalian saja." Ucap Haruka pasrah. Namun, sesuatu berwarna jingga mencuat keluar dari tasnya.

"Hm? Apa itu?" Aku bertanya. Jariku menunjuk benda aneh itu. Tetapi, dari ujungnya yang tumpul, dan beberapa garis itu... "Oh! Ini... Aku dapat dari temanku saat membantunya tadi." Jelas Ibu. Ia mengklarifikasi bahwa itu adalah wortel. Ternyata dalam tas tersebut, ada banyak sekali sayuran. "Karena kita sudah makan produk hewani semalam, sekarang waktunya makan sayur! Kalian siap untuk sup makan malam nanti...?" Tuturnya sembari menatapku dan Harold satu persatu.

Lihat selengkapnya