Ya. Aku terkejut melihat pria yang berdiri di kejauhan, walau seharusnya aku sudah menduganya. Justice mungkin telah bergabung dalam kelompok kami. Tetapi, secara teknis ia masih dianggap oleh sistem sebagai anggota organisasi The Soldier. Wajar saja salah satu pimpinannya bisa melacak keberadaannya.
"Karena saya sudah memberi hadiah kecil untuk anda, saya mohon pamit." Ujar Ameer dengan sopan, ditambah membungkukkan badan. Sebelum ia terbang, aku kembali menanyakan apa yang ia mau dariku dan rekan-rekanku. "Dari yang anda alami saat ini, bukankah anda seharusnya sudah paham?" Justru, pertanyaanlah yang kudapat daripada jawaban.
Kemudian, saat melihat ia terbang menjauh, sebuah pemandangan membuatku merasa tenang. Tempat yang sebelumnya adalah medan tempur, telah berubah menjadi tempat rongsokan. Ada banyak sekali zirah perang modern serta kendaraan yang sudah rusak. Beberapa ledakan, dan kotak-kotak kecil membumbung tinggi ke angkasa.
Dengan perasaan senang, aku kembali berlari. Menghiraukan seseorang dengan nama samaran Chevalier di belakang. Saat berusaha bertemu lagi dengan Harold dan lainnya, kulihat mereka mendapat sedikit hambatan.
Di atas udara, pertempuran udara melawan Ameer jilid 2 tengah berlangsung. Sedikit mirip dengan pertarungan sebelumnya. Tetapi Harold hanya bisa terbang menghindar. Karena sekarang, pria berjas merah tersebut menembakkan peluru yang sudah diberi Glitch. Membuat siapapun yang terkena serangan itu, akan mengalami nasib sama seperti punggung Justice beberapa jam yang lalu.
Aku memutuskan untuk mendatangi kakak kelasku. Jika ia berada di dekat kami selama ini, mengapa ia tidak datang untuk membantu? Justru, orang ini membiarkan kami kesulitan. "Sebentar! Berhenti disana!" Seru pria itu. "Jika kau datang kemari untuk memarahiku, maaf. Apa kau lupa akan kesepakatanku dengan anak itu?" Tanyanya dengan suara keras.
Seketika, kepalaku mengulang kembali kejadian sebelum Harold dibawa kakeknya. Bocah berambut pirang itu menyetujui kesepakatan dengan kakak kelasku sebagai pengamat. Ia bebas melakukan apapun yang ia mau. Bisa dibilang, kejadian ini bukan salahnya. "Baiklah. Mungkin, kau berkesepakatan dengannya sebagai pengamat. Karena hal tersebut, kau memutuskan untuk tidak menolong kami."
"Tetapi, apa artinya denganmu menjadi bagian dari kami?" Aku bertanya. Kupasang mimik serius. "Tidak ada. Lagipula, aku hanya tertarik untuk mengikuti 'permainan misteri' dari sobat kecilmu itu." Balasnya. Ia berkata, bila Harold berbohong, mungkin kejadian yang sama akan terjadi. "Walau begitu, aku tidak menyangka orang-orang itu akan datang secepat ini..." Jelasnya. Di saat yang sama, beberapa ledakan terdengar dari belakang.
Melihat sikapnya yang seolah tidak peduli membuatku kesal. Namun, tak bisa dipungkiri, aku pun sama. Selama ini, aku selalu acuh tak acuh pada sekitar. Hanya Shinta saja yang bisa merubahku. Setelah ia tiada, dan jika saja bocah itu tak mendatangiku, mungkin nasibku tidak jauh berbeda.
"Iya, terserahlah." Ucapku singkat. Kemudian, kuajak orang itu untuk ikut membantu pertarungan Harold. "Bukankah aku sudah bilang? Aku akan bertarung dengan kemauan sendiri."
"Karena itu, aku mengajakmu atas namaku sendiri. Bukan untuk kelompok ini." Balasanku membuatnya terdiam. Setelah beberapa saat berpikir, ia setuju. Tanpa menunggu lama, kami berlari menuju tempat pertarungan.
Tetapi, sesuatu yang buruk terjadi ketika kami hampir sampai. Ketiga rekanku disana telah tertembak jatuh. Mataku melihat tubuh bocah bermata biru terkena serangan Ameer. "Sial!" Umpatku. Tanpa berpikir panjang, aku menggunakan Gerak Cepat berkali-kali. Tiba-tiba, kurasakan tubuhku terangkat.
"Dengan kemampuan tingkat pertama seperti itu, kau takkan bisa mencapai mereka." Ucap orang yang mengangkatku. Ia adalah Justice. Menggunakan kemampuan Gerak Cepat Tingkat II, kami langsung tiba di bawah tiga orang yang terjatuh itu. Setelah ia menurunkanku, kedua tanganku terangkat. Tetapi, aku melupakan sesuatu.
Disini ada Haruka yang mendarat dengan kasar terlebih dahulu. Perempuan itu kembali melompat, dan sukses menangkap pasangan kakek dan cucunya di udara. "Rasanya... Kita khawatir berlebihan ya?" Kataku pada pria berpakaian putih yang telah menurunkanku.
"Kita? Kurasa hanya kau saja yang khawatir. Aku hanya berniat mengantarmu saja." Balasnya. Aku merasa seperti mendapat karma dari perkataan itu.
Walau begitu, tetap saja luka yang dialami Harold itu parah. Ia masih merintih kesakitan. Dengan sigap, Ibu mengeluarkan beberapa botol ramuan. Perempuan itu menyiramkan semuanya pada anak di hadapannya. Poin nyawa milik anak itu terus berkurang secara signifikan, walau tidak begitu cepat.
"Artinya, kita harus mengalahkan orang itu ya?" Tanya kakek Stanley. Napasnya terengah-engah, seolah ia telah berlari cepat. Haruka pun tidak jauh berbeda. Saat kufokuskan pandanganku, EP milik mereka hanya tersisa dibawah 15%. Punyaku sendiri masih cukup, tetapi aku sudah kehabisan cairan pemulih tenaga.
Sementara itu, sang pelaku terlihat terbang mengitari kami untuk beberapa saat. Hingga pria india tersebut membuka portal, dan berada di dekat kami dengan cepat.
Aku, Ibu, dan kakek berbaju koboi menyiapkan senjata kami masing-masing. Walau sebenarnya Haruka hanya menggunakan tangan kosong. "Hei, hei. Ada apa ini? Kalian sudah mengalahkan satu batalion sendirian, tetapi sulit untuk mengalahkan satu orang sepertiku?" Tuturnya dengan wajah datar. Meski aku yakin, ia berniat untuk mengejek kami. "Baiklah. Karena tuan dan nyona sekalian telah gagal menghadapi saya, dengan begini saya akan-"
WHUUUSH!
Gelombang angin ini... Tidak salah lagi. Pelakunya, adalah pria dengan baju dari rumah sakit. Tangannya terangkat ke atas. "Dengan begini, semua setara kan?" Ujar Justice. Di saat yang sama, efek Glitch pada tubuh Harold hilang. Haruka di sisinya tampak senang melihatnya. Sedangkan lelaki berjas hitam tampak tidak peduli dengan keadaan sekitar. Menganggap dirinya sudah menang, apapun yang terjadi sekarang.
"... menangkap kalian semua." Lanjut Ameer dengan santai. Ia berjongkok, dan salah satu telapak tangannya menyentuh tanah. Tetapi, aku tahu itu akan sia-sia.
"..." Pria India itu tidak bisa mengatakan apapun. Berulang kali ia memukulkan tangannya ke tanah, tak ada sesuatu yang muncul. Wajahnya mulai panik. Sang pelaku yang menyebabkan hilangnya kekuatan Ameer, hanya diam melihat. Beberapa saat kemudian, laki-laki berjas hitam berhenti. Matanya menatap tajam pada kakak kelasku.
Ia bertanya tentang apa yang sudah dilakukannya. Finder hanya terdiam. Bagus! Aku merasa bahwa ini adalah kesempatan. Selagi orang India itu bertanya pada dirinya sendiri, aku menggunakan Gerak Cepat untuk mendekati Ameer dari belakang. Caraku berhasil. Aku menempelkan sisi tajam katana punyaku di lehernya.
Namun, wajahnya berubah. Bukan menjadi semakin takut, ia justru kembali pada raut muka datar. Aku tahu ada sesuatu yang aneh, tetapi apa? Saat diriku berpikir seperti itu, tangannya dengan mudah menyentuh senjataku. Setelah merasakan keanehan dari gerakan tersebut, kakiku membawa tubuh palsu ini lompat jauh ke belakang.