Glitch : The Fake World

Nugroho Alif Putranto Ibrahim
Chapter #20

Chapter 19 : Bridge Battle

Tiba-tiba, kilat menyambar. Dengan perlindungan yang diberikan oleh Haruka, kami selamat. Satu-satunya yang tidak terselamatkan adalah konsentrasi Harold.

"Uwaaah!" Teriak anak itu. Rasa terkejutnya membuat penerbangan kami mengalami turbulensi. "Hei, dik Harold! Kendalikan dirimu!" Aku berseru, meski tahu bahwa tidak akan banyak berguna. Apalagi saat melihat ketinggian semakin menurun, aku sadar. Pendaratannya tidak akan mulus.

BRUK! BRUK! BRUK!

Dengan sukses, enam pemilik Bug telah jatuh. Tubuhku menyentuh jalanan di jembatan. Berkat aura emas yang diberikan Ibu, tak ada luka sama sekali.

"Uuh..." Aku mencoba berdiri. Ketika kedua kakiku telah menopang tubuh dengan tegak, pemandangan telah berubah. Jika seharusnya di tengah jembatan adalah penampakan sungai yang jernih dengan kota yang indah di kejauahan, maka ini bisa diibaratkan neraka.

Telingaku bisa mendengar suara permintaan maaf dari Harold. "Tidak apa, nak. Sekarang, ada sesuatu yang lebih penting!" Ucap Stanley, menenangkan cucunya. Tetapi, apakah menunjukkan bahwa musuh telah mengepung kami, bisa disebut menenangkan? Sejumlah besar pasukan juga muncul dari pintu menuju labirin yang terbuka.

Satu hal yang sedikit menarik perhatianku, adalah perangkat perang milik lawan. Zirah mereka kali ini, benar-benar mirip dengan robot hitam pembunuh beberapa hari yang lalu. Bahkan senjata yang mereka bawa, tidak ada bedanya. Sebuah pedang besar, yang kelihatannya bisa dialih fungsikan menjadi senapan.

Jadi, mereka ya...? Orang-orang ini ya...? Kuperkuat cengkeramanku pada katana di satu tanganku. Semakin lama menunggu pasukan musuh untuk maju, semakin kuat. Dari dalam diriku, ada satu perasaan yang mendorongku sekarang. Perasaan, untuk mengalahkan semua monster ini.

"Kak Doni...?" Pertanyaan Harold berhasil menyadarkanku. "Ada apa? Wajahmu terlihat tidak menyenangkan." Axel juga khawatir. "Tidak. Tidak apa-apa..." Jawabku singkat. Mereka mungkin tahu masalahku, tetapi tidak mengetahui wujud lawanku. Aku harus tetap menyembunyikan kemarahan ini.

"Para 'monster' dari Kota Doppel, kami harap agar anda sekalian pergi dari tempat ini!" Suara dari berbagai sudut jembatan sedikit membingungkanku. Hingga aku melihat ada banyak bagian berlubang di kerangka jembatan. Menurutku, itu mirip dengan pengeras suara yang ada di sekolah.

Kemudian, Axel mengajakku dan empat orang lainnya untuk berkumpul di tengah. Ia mulai menjelaskan rencananya. "Dengar. Tujuan kita adalah untuk menembus pertahanan di depan sana." Aku mendengarkan dengan jelas. Menghiraukan peringatan yang diberikan oleh seorang perempuan melalui pengeras suara.

Menurut rencananya, dirinya bersama dengan Haruka dan Justice akan maju menembus pertahanan yang dibuat The Soldier. Sementara diriku akan menghadang pasukan di belakang. Harold dan Stanley yang menjadi pengawalku.

"Tetapi, bagaimana jika kami kehabisan EP? Sedangkan musuh masih terus menembak?" Tanya laki-laki termuda dalam kelompok. "Kalau itu, tenang saja." Jawabku. Di saat yang sama, otakku menghasilkan sebuah ide. Kuminta setiap anggota kelompok mengeluarkan satu botol kosong. Apapun itu. Menggunakan Bug dalam diriku, semua kemasan itu berubah menjadi headset.

"Pasang di kepala masing-masing. Jika ada yang membutuhkan bantuan, atau ada perlu lainnya, panggil dengan alat ini. Paham?" Aku menjelaskan dengan menggunakan alat yang baru saja kubuat. Teman lamaku tersenyum, dan kagum. Ia belum memikirkan tentang komunikasi antar orang. "Kupikir, kita bisa berteriak untuk saling memperingatkan." Itu alasannya.

"Kami peringatkan sekali lagi! Wilayah ini telah diatur secara khusus, sehingga bisa melemahkan kekuatan orang-orang seperti kalian! Bila masih nekat, langkah tegas akan kami ambil!" Perempuan dalam pengeras suara terdengar marah. Mungkin, karena kami tidak memedulikan fakta bahwa ia berteriak sedari tadi.

Kakek yang berdiri dari posisi jongkok saat rapat kecil tadi, juga tampak kesal. "Berisik sekali perempuan ini. Mari kita cepat masuk dalam labirin, dan menghajarnya!" Ujar pria tua itu, sambil mengeluarkan sebatang rokok dari 'Penyimpanan'. Perlahan, aku dan yang lain ikut berdiri.

Beberapa saat setelahnya, pedang besar di punggung robot-robot pembunuh itu telah berubah menjadi senapan. Seluruh moncongnya terarah pada kami. "Ah!" Tidak lama, aura emas yang menyelimuti tubuh kami menghilang. Pandanganku langsung beralih pada Ibu. Wajahnya pucat.

"... Maaf. Aku lupa tidak menghitung batas waktunya." Itulah kalimat yang ia ucapkan. Kutepuk jidatku, merasa tidak percaya. "Kalau begitu, seharusnya tidak usah dipakai terus menerus..." Gumamku. Berharap tidak ada yang mendengar.

Kemudian, bunyi sirine keluar dari pengeras suara. "Semua, tetap waspada! Jika sirine ini berhenti, maka pertarungan dimulai! Ingat rencana kita tadi!" Jelas Axel, yang mungkin masih bisa mendengarkan penjelasan perempuan pengeras suara.

"Siap!"

WIIUUU!

Sirine terakhir telah berhenti berbunyi. Tembakan beruntun datang dari depan dan belakang. Kelompokku mulai bergerak, melaksanakan tugas masing-masing. Pertarungan telah dimulai.

Aku berlari secepat mungkin menuju robot yang ada di depan. Kugunakan pedang khas Jepang di tangan kananku sebagai pelindung. Mengubah arah laju peluru yang akan mengenaiku, dengan kemampuan Pengalih Peluru. Tetapi, tidak semua peluru dapat dialihkan. Sehingga angka di pojok kiri atas tetap saja berkurang nilainya. Baik yang di dalam kotak berwarna merah, atau berwarna hijau.

Setibanya di hadapan target, aku menjulurkan tangan lainnya. Langsung kuaktifkan Bug punyaku pada tubuh besar dengan warna hitam legam itu. Ketika proses yang aku sebut Penghapusan berjalan, beberapa robot tampak mengubah senapannya kembali menjadi pedang. Belum satupun ayunan pedang menyentuhku, badan penuh mesin mereka telah hancur.

"Terima kasihnya nanti saja! Tetap fokus!" Teriak Kakek Stannley, sebagai pelaku pertama ledakan empat robot di sisi kiri. "Iya kak! Kami akan mengurus mereka." Harold berkata dengan lebih pelan. Setidaknya, ia ingat untuk menggunakan perangkat yang kuberikan.

Lihat selengkapnya