Glitch : The Fake World

Nugroho Alif Putranto Ibrahim
Chapter #21

Chapter 20 : Blue Labyrinth

BRAK!

Pintu masuk menuju labirin yang sebelumnya terbuka lebar, tiba-tiba menutup. Suaranya yang keras membuat kakek dari Harold sedikit terkejut. "Sialan... Untung saja aku tidak jantungan..." Ujarnya sambil mengelus dada. Aku berusaha menenangkan dengan berkata. "Yang sabar ya, kek."

"Hei... Bukankah ini terlihat seperti jebakan...?" Tanya Ibu. Ia tampak gelisah saat melihat dinding tempat ini yang berwarna biru. "Tenang saja bu! Kita masih bisa kabur dengan Space Bug-nya kak Axel kan?" Ucap Harold dengan nada riang.

Sementara itu, pria yang disebut namanya juga tidak terlalu yakin saat kutanya. "Apa maksudmu?" "Aku sendiri tidak yakin tentang kekuatanku. Sejauh ini belum kucoba, tetapi firasatku bilang kemampuan Bug milikku menjadi sedikit berkurang disini..." Jelasnya. Kami berbicara dengan bisikan agar yang lain tidak bisa mendengarnya.

"Oh iya. Mengapa ketika kita menyebutkan kata bahasa inggris seperti Bug, tidak ada penerjemahan? Seharusnya, semua kata dalam bahasa yang berbeda bisa diterjemahkan otomatis." Kata Justice saat kami sudah beberapa langkah di dalam.

Aku dan anak berambut pirang kaget. "Sebentar. Ini kak Justice Finder, kan? Bukan hanya sebuah hologram, tipuan, atau semacamnya?" Ucapnya sembari berjalan, dan bersembunyi di depanku. Melihat tingkahnya, aku hanya tertawa.

"Tetapi, pertanyaanmu ada benarnya juga." Aku mendukung pertanyaan Justice. Kalau dipikir lagi, mungkinkah agar para pengurus sistem dunia ini bisa mengetahui masalah yang ada dengan cepat? Kurasa tidak. Lagipula, sejak kejadian dimana semua orang dicuci otaknya, sistem sudah tidak berjalan seperti seharusnya. Kantor dan sekolah tidak bisa diakses, dan hanya menjadi aksesoris. Sekalipun bisa dimasuki, kedua tempat itu takkan berguna seperti biasanya.

Seraya berpikir, aku terus berjalan bersama rekan satu kelompokku dalam labirin. Sebuah pertigaan muncul di depan dinosaurus pemandu kami. Karena dia berbelok ke arah kiri, kami mengikutinya. Sejauh ini, monster itu tampak tenang. Hanya terus berjalan tanpa memedulikan keberadaan enam orang pemilik kekuatan aneh ini.

Perempatan ada di kejauhan. Dari sisi kiri dan kanan, dua puluh orang keluar. Sepuluh di masing-masing bagiannya. Yang membuatku aneh, adalah pakaian berwarna hitam dengan garis-garis merah di bagian lengannya. Wajah mereka tertutupi kain yang senada dengan pakaian mereka.

"Hm? Siapa orang-orang itu?" Tanya anak kecil di depanku. "Entah nak... Tetapi, aku merasakan sesuatu yang buruk..." Jawab kakeknya. Kemudian, dua puluh orang berbaju hitam berjalan maju. Langkah mereka serempak, bagaikan pasukan baris berbaris.

GRRR!

Monster raksasa yang menjadi pemandu kami mengeluarkan suara. Kami semua tahu ada yang salah dengan manusia-manusia di depan. Saat mereka semakin mendekat, Ibu memberikan semua anggota kelompok debu-debu emasnya. Ia juga membuat pelindung di antara kami dengan si dinosaurus.

"... Nak Doni... Sepertinya kamu benar... Ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka!" Seru Haruka. Suaranya terdengar sedikit ketakutan. Mendengar ucapan perempuan berdarah Asia itu, aku kembali bersiap. Empat orang lainnya juga melakukan hal yang sama.

Tanpa kuduga, salah satu dari orang-orang yang menghadang kami melompat ke atas dengan cepat. Ia memberikan pukulan di dagu makhluk besar itu. Aku yakin pukulannya sangat kuat, hingga tubuh raksasa di hadapan kami langsung jatuh ke belakang. Untung saja penghalang buatan Ibu bisa menahannya.

Dengan bantuan ekornya, dia berusaha bangkit. Sayang, nasib tidak berpihak padanya. Dadanya ditembus oleh orang yang telah memukulnya. Hal berikutnya yang kutahu, adalah monster itu berubah menjadi kertas-kertas. Berterbangan kesana kemari seperti debu di udara.

Sebentar. Artinya, monster tadi adalah buatan seseorang? Atau memang sudah seperti itu dari awal? Tetapi, ketika mataku melihat satu lembaran kertas yang berhenti di luar pelindung, ada beberapa tulisan disana. Jika saja aku punya kemampuan Penglihatan Elang, mungkin aku bisa membacanya.

"Siaga semuanya!" Teriak Stanley tiba-tiba. Ternyata, satu pria diantara kelompok dua puluh orang di depan melompat ke atas. Ia mengepalkan tinjunya, dan mengarahkannya pada kami. Ibu Haruka terlihat semakin meningkatkan konsentrasinya. Cahaya dari perisai raksasa menjadi lebih terang dari sebelumnya.

BUK!

NGIIING!

Bunyi dari pelindung emas besar di depan kami memenuhi telinga. Sinar dari warna yang melambangkan kekayaan itu juga menjadi semakin terang. Seolah berusaha sekuat tenaga untuk menahan serangan yang datang. "Aaah!" Bahkan, ibu-ibu yang membuat perlindungan ini sampai berteriak.

PRAANG!

Lihat selengkapnya