Glitch : The Fake World

Nugroho Alif Putranto Ibrahim
Chapter #24

Chapter 23 : Creator Bug

Aku pikir rencana yang dibuat Harold bagus juga. Kalau dilihat lagi, Gadis nakal itu tampak berusaha sangat keras. Walaupun melindungi sesuatu itu lebih berat daripada bertarung demi diri sendiri. Tetapi, kurasa inilah yang seharusnya kami lakukan.

"Haruka, Justice, bisakah kalian tidak pergi terlalu jauh? Perubahan rencana. Kita akan melindungi Brianna hingga tulisannya selesai." Ucapku melalui perangkat komunikasi. Untung saja tidak ada yang rusak sama sekali. Mungkin aku sudah benar memilih exonium sebagai material dasar pembuatannya.

Terjadi sedikit pertikaian kecil antara kami. Perempuan berdarah Jepang merasa kesal karena aku tidak memanggilnya Ibu. "Iya, maaf bu. Saya minta maaf sebesar-besarnya. Tetapi, bisakah Ibu menolong anakmu ini?" Bujukku. Hebatnya, aku berhasil membuat Ibu sedikit mundur dari pusat pertempuran.

Sedangkan Justice mengungkit lagi saat-saat ia direkrut oleh Harold dulu. Untuk ini, kuserahkan tawar-menawarnya dengan bapak ketua saja. Selagi menunggu jawaban dari kakak kelasku yang merepotkan itu, aku juga ikut bertarung di sekitar ketua. Tidak akan kubiarkan siapapun mendekati inti rencana ini!

"Kak Doni! Kakak Justice masih belum menyetujui rencana ini. Katanya jika aku memberi perintah, aku tidak ada bedanya dengan pimpinan The Soldier yang kita lawan." Jelas Harold. Dasar seseorang yang suka seenaknya sendiri! "Baiklah kalau begitu. Biarkan saja." Jawabku atas laporan yang diberikan anak itu. Kulihat ia mengangguk paham.

Akhirnya, rencana bocah berambut pirang tersebut berjalan. Mereka yang berada di barisan belakang terus menembak dan mendukung diriku serta Haruka. Aku rasa Harold telah meminta kakeknya dan Axel untuk tidak memberi bantuan pada Justice.

Dari headset, aku mendengar teriakan marah pria dengan tipe 'Pembunuh Sejati'. "Ketua! Dimana bantuan untukku? Sekarang, nasibku sedang sulit! Kau lihat sendiri, kan?" Keluhnya. Sang pemimpin kelompok hanya diam saja. "Oh, aku paham! Kau pasti ingin aku mengikuti rencanamu. Iya kan? Dasar diktator!"

Kemudian, Harold yang terus menerus terkena cerca olehnya membuka mulut. "Jujur saja, ada tidaknya kakak dalam rencanaku bukanlah hal yang penting. Tetapi akan lebih baik, bila aku dan yang lainnya bekerja sama untuk mengikuti rencana ini. Mengapa juga aku harus menyia-nyiakan konsentrasiku untuk menolong seorang pengamat?"

Ups. Itu teguran yang keras. Meski aku tidak melakukan kesalahan sepertinya, tetapi dampaknya juga kurasakan. Membuat semangat api dalam diri ini semakin membara. Setiap serangan yang dilancarkan olehku juga semakin kuat. Dari tiga sabetan untuk satu orang, berkurang menjadi dua.

"Hmmm... Oke! Terserah kau saja!" Justice memutuskan untuk menyerah. Ia sedikit memundurkan wilayah serangannya. Tiba-tiba, semua dukungan diberikan padanya. Pelindung keabadian Haruka, tembakan mendadak Stanley, telekinesis Harold. Axel masih berkutat untuk membantuku.

Pertarungan berjalan semakin berat. Karena ada sesuatu yang harus kami lindungi. Setiiap kali ada satu orang yang melesat menuju garis belakang, aku langsung mengikutinya dan memastikan ia menjadi kubus-kubus putih. Sebuah rutinitas pun terbentuk. Serang, habis tenaga, isi tenaga, ulangi.

Hingga di suatu saat, Brianna mengangkat tangannya. Berpuluh-puluh lembaran kertas ada dalam genggamannya, dan tampak sedikit terlalu banyak untuk diangkat. "Akhirnya! Aku selesai!" Teriaknya. Di saat yang sama, satu musuh yang kulawan mengabaikan pertarungan. Ia langsung melompat menuju gadis kecil itu.

"Brianna!" Aku berseru saat itu terjadi. Dengan menggunakan kemampuan yang biasa kupakai, tubuhku meluncur ke arah pasukan yang mengincar anak berambut keriting tersebut. Tetapi beberapa lawan yang ada di belakang berhasil menjatuhkanku ke lantai.

Dalam sekejap, semua gerakan lawan yang mendekati anak perempuan itu melambat. Mereka bergerak seolah mereka membuat video dengan gerakan yang diperlambat. Brianna kembali membuka matanya, setelah menyadari tidak ada satu serangan menyentuh tubuh mungilnya.

"Apa... yang terjadi...?" Ia bertanya. Beberapa detik sebelumnya, aku telah tiba di sisinya. "Itu kekuatan kakek itu. Melambatkan, mempercepat, atau menghentikan waktu sebuah objek atau lingkungan." Jelasku. Anak itu kaget ketika mendengarku berbicara, dan menanyakan caraku tiba di sebelahnya.

"Hei! Cepatlah menyingkir dari sana! Aku tidak bisa menahan mereka lebih lama dari ini!" Seru kakek Stanley dari kejauhan. Ia dan yang lainnya sudah pergi menjauh, keluar dari kepungan pasukan berbaju hitam. Aku mengangguk, dan mulai berlari bersama anak kecil disbelahku.

DUAR!

BUK! BUK! BUK!

Seluruh musuh yang menyerang kembali bergerak dengan kecepatan semula. Pukulan serta tendangan mereka bersamaan menghasilkan suara bagai ledakan bom. Anggota pasukan yang ada di belakang justru berakhir memberikan serangan pada kawan mereka sendiri. Beberapa orang gugur sebagai akibatnya.

"Brianna, lakukan sekarang!" Perintah Harold pada salah satu anak buahnya. Ia yang terpanggil mengangguk, dan mengangkat kertasnya setinggi mungkin.

"Keluarlah!"

SIIING!

Lihat selengkapnya