Seorang anak kecil yang tak bisa menggerakkan tubuhnya tidak mengucapkan sepatah kata. Namun, wajah bocah itu sudah cukup untuk menyampaikan apa yang ia rasakan padaku. Sebuah kekecawaan. Sebuah kemarahan. Sebuah kesedihan.
Aku menghiraukan anak itu, dan berjalan menuju pria di depanku. Dengan senang, sang CEO merentangkan kedua tangannya. Seolah ia ingin memelukku karena sudah memenuhi permintaannya. Di satu sisi, aku tidak ingin melakukan ini. Tetapi, jika aku melawan, bisa saja ia akan melakukan sesuatu pada tubuh serta kesadaran Shinta.
Tanpa menunggu lama, badan perempuan yang digunakan sang pimpinan memelukku erat. Rasanya aneh, tetapi menyenangkan. Walaupun baru seminggu, namun sudah sepert setahun aku tidak melakukan ini. Sepertinya, wajahku pun sedikit memerah.
ZZZT! ZZZT! ZZZT!
Tiba-tiba, aku merasa bergetar. Perasaan senang, marah, sedih, sakit, takut. Semua bercampur menjadi satu, ketika pandanganku bergoyang. Berbagai warna juga muncul di sekitar mataku, seolah menambah kekacauan yang kurasakan.
"Aaah!" Teriakku. Dengan semua perasaan yang meluap keluar, ada sedikit rasa khawatir. Sekuat tenaga, aku mencoba menengok ke belakang. Memastikan apa yang terjadi pada rekan-rekan satu kelompokku.
Mereka juga mengalami hal yang sama denganku. Hanya saja, beberapa dari anggota kelompok mendapatkan gejala yang serupa dengan kekuatan Bug masing-masing. Harold melayang di udara, Haruka memancarkan cahaya emas, angin berhembus kencang di sekitar Justice, dan kertas mengelilingi tubuh Brianna. Axel tidak membuka portal, mungkin karena kekuatannya telah dicuri, dan aku tidak tahu apa yang menimpa Stanley sekarang.
Setelah beberapa detik, siksaan serta kenikmatan ini berhenti. Seketika, badanku jatuh ke tanah. Lemas, dan tidak bisa digerakkan. Kesadaranku pun sedikit memudar. Tetapi, aku masih bisa merasakan sesuatu menimpaku. Dengan susah payah aku mencoba melihat. Ternyata, itu adalah tubuh dari wanita yang paling berharga bagiku.
Perlahan, aku membuat sebuah senyuman di bibir. Air mata juga mengalir, membasahi pipi. Karena setelah perjuangan yang cukup berat, aku berhasil. Shinta telah kembali. Walau ia mungkin tidak akan membuka matanya untuk sementara waktu.
Di depan mataku, sebuah cahaya terang muncul. Cukup menyilaukan, tetapi aku bisa melihat cahaya itu membentuk siluet seseorang. Perlahan, sinar itu meredup, dan akhirnya menghilang. Menampakkan wujud yang telah diidamkan pemiliknya.
"Akhirnya... Aku mendapatkannya!" Seru seorang pria. Rambutnya pirang, mirip dengan Harold. Iris matanya berwarna coklat, dan tubuhnya tinggi serta besar. Kulitnya putih seperti salju. Wajahnya lumayan tampan menurutku.
Tepuk tangan diberikan oleh bawahan pria tersebut. "Selamat bos! Tujuan anda telah tercapai!" Katanya. Meski begitu, ekspresinya hanya menunjukkan sedikit rasa senang. Kebanggan seolah tidak terlihat dari tepukannya.
Kemudian, Ivan mengarahkan tangan kanannya ke depan. Sebuah bidang berbentuk silinder keluar. Dari tabung itu, muncul sebuah proyeksi bumi. Dengan sebuah senyuman di bibirnya, ia menekan bayangan digital tersebut.
"Kau masih sadar kan, Doni?" Ia bertanya padaku. Saat aku memutuskan untuk tidak menjawab, sang CEO justru menjawabnya. "Aku salah sudah bertanya. Tentu saja kau masih sadar! Lagipula, aku sengaja membuat proses itu sedikit menyakitkan untukmu." Jelasnya.
Sedikit? Setelah membuatku melalui siksaan seperti tadi, kau menyebutnya sedikit? Lelaki ini lebih pantas untuk kupukul daripada Brianna.
"Baiklah. Karena aku baru saja mendapatkan tubuh asliku kembali, akan kuberi kau hadiah!" Ucapnya untukku. Jujur, aku tidak begitu membutuhkan hadiahmu sekarang. Tetapi, ia tetap saja memberikannya. Hadiah yang sama seperti yang diberikan Ameer di padang rumput kemarin.
"Sebenarnya, perempuan yang ada diatasmu memanglah sekretarisku. Namun, ia telah merusak sistem untuk program tubuhku sendiri. Sehingga saat kejadian penghapusan ingatan itu bermula, badan ini juga menghilang. Lalu terpecah menjadi tujuh, dan itulah yang memberikan kau dan kelompok kecilmu itu kekuatan."
Jadi, sebenarnya Bug yang diburu olehku dan Harold, adalah pecahan dari bagian tubuhnya? Aku tidak menyangka Shinta bisa sepintar itu. Mengingat tingkahnya saat bersamaku setelah 'Bencana Kedua' yang terkadang kekanak-kanakan.
"Lalu, kau lihat hologram ini?" Tanya pria itu. Jarinya menunjuk pada proyeksi diatas tabung. Tanpa kusadari, kutub selatan dari gambaran digital bumi tersebut sudah hilang. Lebih tepatnya, seolah hancur berkeping-keping, dan kehancuran itu mengarah semakin ke atas.
"Ini menggambarkan dari seluruh dunia Doppel R yang telah kau tinggali. Proses yang sedang terjadi sekarang, adalah reset. Sebuah pengulangan." Setelah mendengar kalimat singkat itu, aku berusaha untuk sedikit bangun dari posisiku. Walau sedikit, aku merasa tenaga telah terisi kembali di dalam diri.
Akhirnya, tubuhku berhasil mengganti posisinya. "Hei, bukankah kau yang menciptakan dunia ini... Mengapa justru dirimu yang mengakhirinya...?" Aku bertanya sesuai apa yang kupikirkan sekarang. Entah apa yang terjadi padaku, namun sulit untuk tidak menuangkan isi otak ini di depan Ivan.
Ia menatapku dengan sedikit sombong. "Karena aku merasa tidak puas. Keberadaanmu serta teman-teman satu kelompokmu, membuatku kesulitan untuk memonitor setiap sudut dunia ini. Itulah sebabnya aku membuat monster-monster tidak terlihat di kota." Penjelasannya kembali memecahkan satu fakta. Bahwa semua makhluk abnormal yang muncul di Kota Doppel serta beberapa tempat lainnya, adalah ciptaan pria ini.
Kemudian, sebuah kubus kecil mencuat dari lantai di belakang pijakan Ivan. Lelaki berambut pirang itu duduk santai disitu, sambil mengamati dunia menuju kebangkitannya. "Aku yakin, kau pasti tahu bahwa aku juga menyukai sekretaris di atasmu itu kan?"
Pria tersebut merujuk pada Shinta. "Karena itu. Aku menyesal harus melakukan ini, tetapi perasaan tidak bisa dibohongi." Setelah ucapannya selesai, tubuh wanita yang tak sadarkan diri di atasku ini terangkat. Perlahan, melayang di udara, dan mengarah ke Ivan. Beberapa detik kemudian, Shinta sudah ada di tangannya.
"Sial! Kau sudah berjanji akan memberikan perempuan itu padaku kan? Kembalikan!" Aku langsung berteriak saat tubuh Shinta ada di pangkuan Ivan. Tetapi, ia seolah tidak mendengarku. Pandangannya menatap lurus ke proyeksi di depannya, yang menampilkan kutub selatan kembali terbentuk.
Saat aku mencoba berdiri sepenuhnya untuk mengambil kembali Shinta, tubuhku tertahan. Entah seberapa kuat aku menarik tangan dan kakiku, tidak ada pengaruh. Aku mencoba melihatnya, dan menemukan sebuah bangun setengah lingkaran mengunci lengan serta tungkaiku.
"Jadi, nikmatilah saat-saat ingatanmu tentang dunia nyata masih ada. Karena setelah kau terkena efek dari reset, ingatan yang kau miliki selama ini akan hilang. Seperti yang lainnya." Tutur Ivan sembari duduk santai. Melihat dunia yang telah diciptakannya akan segera dimulai kembali.
Di tengah pemandangan yang tidak biasa ini, Ameer berjalan menuju Haruka yang terlelap. Ia tidak mengatakan apapun, tetapi wajahnya selalu menjelaskan semuanya. Entah mengapa, lelaki asal India itu terlihat memiliki sebuah tekad. Melihat dari tindakannya sejauh ini, apa mungkin ia ingin membunuh kami semua?
Setelah di depan Ibu, ia menyentuhnya. 30 detik, adalah perkiraanku tentang lama Ameer menyatukan jari telunjuknya dengan lengan Haruka yang putih. Merasa sudah cukup melakukan kegiatannya, ia kembali berdiri. Aku benar-benar tidak tah apa yang ingin pria ini lakukan.
Perlahan, lelaki berjas hitam berjalan ke arahku. Apa ia juga ingin merebut sesuatu dariku? Setelah aku telah kehilangan semua hal berharga yang kumiliki? Tetapi, tampaknya Ameer melangkahkan kakinya untuk sesuatu yang lain. Tangannya terkepal. Seolah bersiap untuk memukul sesuatu.
Tidak! Sekalipun pria itu akan membunuhku, kedua mata ini tidak akan menutup. Jika memang keberadaanku harus menghilang, maka aku harus melihatnya! Kejadian seperti di 'Malam Suci' kemarin, tidak boleh terulang lagi.
Saat pikiranku terus bersiap untuk menghadapi kematian, tangan pria berdasi merah mengangkat tangannya. Dengan tatapan penuh determinasi, ia menurunkan sebuah pukulan.
Ini dia!
BRUAK! BRUAK! BRUAK! BRUAK!
"Eh?" Aku mengeluarkan suara penasaran sekaligus terkejut. Karena apa yang dilakukan Ameer jauh di luar dugaanku. Ia menghancurkan semua bidang yang menahan gerakan tangan serta kakiku. Sekarang, diriku bisa bergerak lebih bebas dari sebelumnya. Saat aku ingin bertanya tentang alasan ia melakukan ini, justru perintah untuk diam yang kudapat.
Beberapa saat setelah kebebasanku, Ivanovich menengok. Ia menghiraukan perempuan yang ada di pangkuannya, serta proyeksi dunia Doppel R di hadapannya. Sial! Karena aku sudah bisa duduk dengan posisi sempurna, ia pasti sadar bahwa seseorang telah menghancurkan borgol buatannya.
Tetapi, satu jarinya bergerak dengan santai. Dari lantai, muncul balok-balok yang memanjang bagai akar pohon. Sebelum aku bisa berdiri, kumpulan balok yang melengkung itu berhasil menjeratku kembali. Di saat yang sama, aku menengok ke sisi kiri. Ameer sudah tidak berdiri lagi disana.