Ini hari kedua Tania mengenakan hijab ke kampus. Orang-orang kampus masih memandanginya dengan aneh. Berangkat kali ini, ia harus lebih ekstrahati-hati lagi. Kejadian kemarin kuatir terulang lagi. Tak lupa Tania meminta bantuan kakaknya demi keamanan dirinya dari gangguan Angga.
Seperti biasa, Rendra dan Tania berpisah di parkiran.
“Nanti kalau sudah selesai hubungi Kakak ya, Dik. Ingat kalau ada Angga, kamu langsung pergi aja. Kalau perlu lari. Pokoknya jangan diladenin, oke!” Rendra membalikkan badan lagi saat berpisah dengan Tania.
“Iya Kak, iya. Siap!” angguk Tania sambil menaruh jemari kanannya di pelipis, hormat ala militer. Tania melangkah kembali, mendekat ke arah kakaknya.
Rendra tersenyum. “Yang jelas, Kamu jangan hiraukan dia. Kalau kamu semakin ngeladenin dia, dia akan semakin ia suka dan merasa diberi harapan.”
“Hehehe, iya … iya Kakak. Iiih Kakak cerewet banget deh,” kikiknya geli. Ia merasa kakaknya sekarang lebih overprotektif dari sebelumnya. Entah kenapa kenapa terbit penyesalan di hatinya. Harusnya kejadian kemarin, dia tak usah bilang kepada Kakaknya. Dia tak ingin Rendra mengkhawatirkannya.
“Kakak hanya khawatir, Dik. Lagian emangnya Kamu suka diganggu kaya gitu sama Angga?”
“Ya enggak lah kak. Ngaco aja,” sergahnya cepat. Lagian jauh di lubuk hatinya juga ia sangat risih diganggu Angga. Kalau terus diganggu ia takut hatinya akan luluh dan hijrahnya gagal sehingga masuk dalam rayuan Angga untuk kembali melakukan maksiat, pacaran lagi.
“Ya udah Tania ke kelas dulu ya kak, assalamu ‘alaikum, hati-hati di jalan,” pamitnya sambil menyalami Rendra, mengecup khidmat tangan kakaknya itu. Kemudian ia pergi menuju kelas yang beberapa menit lagi kelas akan dimulai.
***
Jarum jam telah menunjukan pukul 13.00. Mata kuliah telah berakhir. Ini sudah waktunya pulang. Rendra juga sudah menunggunya. Beberapa menit yang lalu, kakaknya mengirimkannya pesan via WhatsApp. Dia memberi tahu bahwa ia sedang makan siang di kantin kampus.
Tania bergegas menuju kantin. Namun dari jarak 50 meter ia melihat Angga sedang tersenyum padanya.
“Ya Allah kenapa harus bertemu dengannya lagi di sini sih.”
Tania inginnya berbalik dan memilih pergi supaya tidak melewati manusia bebal seperti Erlangga. Namun ia sudah mengirim pesan akan menyusul ke kantin. Akhirnya ia kembali melangkah dan memilih berpura-pura tidak menyadari keberadaan Angga.
Tania sungguh sangat menyayangkan. Dia sudah mencoba putus dengan angga secara baik-baik. Tapi tetap saja Angga tak terima. Mau bagaimana lagi, akhirnya seperti inilah kenyataannya. Angga masih mengejar-ngejarnya.
Tania bergegas melangkah, tatapannya datar, mengabaikan Erlangga. Namun lagi-lagi situasi menyulitkan menimpa gadis berhijab itu.
Memang niat Erlangga berdiri di sana untuk mencegat Tania. Ketika Tania berjalan ke sebelah kiri, maka ia melangkah ke sebelah dari posisinya. Akhirnya Angga tepat berhadap-hadapan dengan Tania. Lantas Tania bergeser ke sebelah kanan. Tapi Angga bergeser ke sebelah kiri dari. Hingga jarak keduanya sekarang hanya beberapa langkah saja.
“Minggir!” usir Tania dengan intonasi agak ketus.