“Sudah, Kak. Ayo pulang,” Tania berusaha mengalihkan ketegangan antara Rendra dan Erlangga.
Rendra mengalihkan tatapannya kepada sang adik. Dalam hati dia beristigfar, menyesal telah larut dan terbawa emosi saat menghadapi mantan Tania itu.
“Oia ya,” Rendra melihat jam di smartphonenya. “Ayo pulang, Dik. Jangan sampe telat. Kakak ada jadwal ngisi kajian anak-anak remaja juga.”
Tanpa basa-basi, Rendra dan Tania meninggalkan Erlangga yang masih mematung. Lelaki itu menatap nanar kepergian keduanya. Namun tak lama kemudian dia pun segera mengikuti keduanya, bukan untuk apa-apa, melainkan sama-sama pergi ke parkiran.
Ketika motor gede Rendra yang membawa Tania sudah berada di gerbang kampus, di belakang pun menyusul motor gede Erlangga.
Di balik helm, kedua lelaki itu masih saling tatap.
“Ayo ah, Kak, ngapain sih ladenin dia?” cegah Tania.
“Tugas untukmu, tunggu nanti di WhatsApp,” ucap Rendra usai membuka visor helmnya.
Erlangga tak mau kalah. Dia terkekeh. “Siap, Aku pasti menang! ”
Motor Rendra berbelok ke arah kanan. Sebaliknya motor Erlangga ke arah kiri.
Dalam perjalanan pulang, Tania dengan hati-hati bertanya, “Kak, yakin ngasih tantangan sama orang macam Angga?”
“Ya mau gimana lagi. Habis dia terus nggangguin kamu, Dik!”
Tania tak habis pikir. Ini di luar ekspektasinya. Dia mengira setelah dia putus dengan Erlangga masalah selesai. Namun kok jadi runyam begini.
Rendra sebenarnya punya rencana tersendiri terhadap Erlangga. Namun dia tidak akan tidak akan menceritakannya kepada Tania. Dia baru akan mengungkap semuanya jika misinya untuk ‘menaklukkan’ Angga sudah selesai.
Kalau Tania saja bisa luluh dan akhirnya hijrah, Angga juga manusia, pasti dia punya potensi yang serupa, pikir Rendra.
“Dik, kamu kira, aku bakal ngerjain Rendra?”
“Nggak tahu ah, Kak. Aku pusing …”
“Hehe, tenang saja, Dik. Aku melakukan ini karena ingin melindungi adikku tercinta. Dan aku juga sayang sama sahabatku. Erlangga itu sahabatku. Mana mungkin aku mencelakainya.”
***
Motor gede Angga terparkir di garasi. Dia sampai di rumah lebih cepat. Maklum saja, biasanya kalau sedang gusar dia terbiasa ngebut-ngebutan di jalan.
Tadi pun saat perjalanan pulang, dia memacu speed kendaraannya hingga di atas 300 km/jam. Benar-benar kesetanan. Dia tak pedulikan suara caci maki orang-orang karena aksi gilanya itu.
Dengan amarah masih membuncah, dia membanting pintu saat menutup pintu rumah. Untung di rumah tidak ada siapa-siapa. Biasanya aksinya itu suka diprotes oleh mamanya.
Tanpa mengganti pakaian, dia langsung menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur. Pikirannya kalut. Kedua matanya menerawang ke langit-langit.
Sialan, hari-hari ini benar hari sial! Ngapain sih Lu, Rendra ikut campur urusan gue sama Tania!