Sinar matahari menguasai area kami sepenuhnya dengan suhunya yang mencapai puncak. Siang hari tiba saat aku baru menyelesaikan beberapa balasan surat penggemar atas perintah manajerku. Shayla benar-benar menikmati bagaimana ia mengatakan semua kuasanya sebagai manajer padaku, tidak hanya membuatku duduk diam dan mencurahkan ide-ideku, tapi juga membuatku bersikap sangat manis untuk orang yang bahkan hanya mengetahui karyaku dalam beberapa hari. Ia hanya berkata bahwa itu penting dan aku harus mengerjakannya tanpa banyak alasan lagi. Sepertinya dia memang berbakat menjadi pengurus segala hal—di luar agensi tentu saja—tapi sasaran bakatnya seharusnya bukan aku. Aku tidak bisa memprotesnya karena dia memegang kuasaku dalam hal ini.
Kutuang beberapa es batu pada gelas besarku. Ini kedua kalinya aku membuat es kopi untuk menemani hariku. Kurenggangkan badanku dan menyalakan TV untuk melihat berita, meski aku tidak janji akan mengikuti semuanya.
Sesuai dugaan, berita hari ini penuh dengan aksi demo, protes dengan peraturan negara yang dibuat beberapa hari yang lalu, dan pro kontra dari anggota dewan sendiri. Kualihkan ke beberapa saluran TV lain, tapi berita yang mereka suguhkan masih serupa. Hingga pada satu saluran TV yang baru saja selesai mengabarkan aksi demo di kota sebelah kami, sebuah berita membuatku berhenti. Dengan cepat kubesarkan suara TV untuk mendengar lebih jelas.
“Ketua komisioner, Pak Elwin Konrad sedang dirawat di rumah sakit akibat aksi penikaman di kantor pemerintahan pusat saat demo berlangsung. Beliau ditusuk pada bagian perut sebanyak tiga kali dan berhasil diselamatkan oleh keamanan setempat. Aksi di area parkir ini tergolong nekat dan penuh perhitungan, mengingat kejadian berlangsung saat pendemo berhasil menerobos pagar gedung pemerintahan pusat. Diduga penyerangan ini bersifat personal karena motif politik tentang pengungkapan nama-nama politisi korup dan penentangan peraturan baru yang sedang hangat dibicarakan—”
Kuraih ponselku dan langsung menekan nama rekanku.
“Riv.”
“Shay. Kau tahu berita itu?” kataku langsung pada inti.
“Aku baru mendapat konfirmasi dari pusat. Keadaan Konrad sudah stabil dan keamanan ruangannya diperketat.”
“Lalu penerobosan gedung pemerintahan itu?”
“Masih dalam penyelidikan. Agensi belum memberikan perintah apapun.”
Artinya kami tidak bisa terlibat, meski data yang dipegang Konrad sangat berkaitan dengan kami. “Oke. Kabari apapun yang terjadi.”
“Tentu,” jawab Shayla sebelum menyelesaikan pembicaraan kami.
Kuletakkan kembali ponselku, lalu mulai berfokus pada layar TV yang kini mulai menarik perhatianku. Dalam beberapa menit, aku sudah memahami semua berita yang mereka sampaikan—terutama karena inti dari berita itu sama—dan aku kembali bosan. Beberapa berita online juga sudah kutelusuri, namun tidak ada kabar terbaru lebih dari apa yang dikatakan Shayla tadi.
Tak lama, layar laptopku beralih ke halaman penggemarku untuk memberi tanggapan pada beberapa karya yang sengaja mereka buat untukku. Setidaknya aku bisa mengurangi pekerjaanku sebelum Shayla kembali memerintahku untuk terus menyapa mereka. Aku kembali tenggelam di rutinitas kehidupan ‘normal’ku dalam beberapa waktu kedepan.
Dua jam setelah perbincangan singkatku dengan Shayla, kini aku kembali terfokus pada layar TV yang membisu meski gambarnya muncul. Berita aksi demo masih menjadi topik utama selama mengerjakan tugas sebagai penulis yang sedang naik daun. Tapi satu berita tiba-tiba menutupi topik utama hari itu, bahkan langsung memotong beberapa kabar yang sebelumnya sudah disiapkan.
“Ledakan pada gedung pemerintahan kota metropolitan kedua negara ini terjadi saat aksi demo masih berlangsung. Beberapa orang yang berhasil menerobos masuk ke area gedung terkena ledakan, namun hanya mengalami luka ringan. Tidak ada korban jiwa—“
Dering ponselku mengalihkan fokusku. Dengan cepat kuraih panggilan itu dan langsung menjawabnya hanya dengan melihat sekilas identitas yang muncul.
“Kita tidak bisa katakan apapun lewat telepon.”
“Aku ke markas sekarang,” ucapku sebelum mengakhiri panggilan Shayla barusan.
Tepat saat aku akan mematikan layar TV, berita lain muncul tak kalah mengejutkan. “Ledakan gedung pemerintahan daerah istimewa terjadi hampir bersamaan dengan—“ kupindahkan ke saluran lain, “bom pada gedung pemerintahan kota metropolitan bagian negara timur—“
Cukup. Dengan cepat kuraih kunci mobilku, lalu bergegas mengemudikannya tanpa pikir panjang lagi.