Godwin Agency 2: Reunion

FS Author
Chapter #4

Reuni

Jam 9 malam pesawat tiba di ibu kota. Kami bertiga tetap berbaur dengan orang-orang sekitar layaknya penumpang biasa. Hanya saja, kami harus mampir ke pusat informasi sebelum menuju pintu keluar.

“Saya ingin mengambil titipan,” kata Shayla sambil menunjukkan gelang pada lengannya. Begitupun aku dan Divya yang menunjukkan totem Godwin kami sebagai tanda keaslian identitas.

Wanita itu memperhatikan totem dan wajah kami dengan seksama, lalu memandang tabletnya sebelum memberikan kami sebungkus camilan. “Selamat datang! Terima kasih sudah terbang bersama kami,” ucapnya dengan senyum ramah khas petugas bandara.

Shayla segera meraih benda yang diberikan. “Terima kasih,” ucapnya sambil mulai berjalan keluar gedung bandara. Posisinya berada di belakang kami berdua untuk menutupi apapun yang sedang ia ambil dari camilan itu.

Sampai di luar gedung, Shayla langsung memimpin jalan menuju ke salah satu area parkir. Dengan cepat, kami menemukan mobil yang sudah disiapkan dengan melacak sinyal dari remote yang didapat dari camilan tadi. Ditambah logo ‘G’—yang tersamarkan oleh gambar lain—tidak ada keraguan lagi dengan keamanan dan keaslian properti Godwin yang kami gunakan. Tanpa buang waktu lagi, aku langsung mengambil alih kemudi dengan Shayla yang duduk di sampingku dan Divya yang di bangku penumpang. Shayla memasang ponsel dengan tujuan kami malam ini yang juga didapat bersama dengan kunci mobil ini. Lokasi yang kami tuju bukanlah markas agent kota, sehingga tak heran jika mereka harus menyamarkannya seperti ini.

Beberapa menit menelusuri jalanan yang masih ramai, kami akhirnya tiba di sebuah gedung pusat perbelanjaan yang hampir mencapai jam malamnya. Beberapa markas kami memang tersembunyi tak terduga, sehingga kami tak perlu ragu saat diarahkan untuk masuk. Aku langsung mengarahkan ke lantai paling bawah, hingga berujung pada sebuah rolling door yang tertutup rapat. Kami diam menunggu sejenak, bahkan Divya sengaja menunjukkan tangan dengan gelang Godwin-nya pada CCTV di atas pintu. Sesuai dugaan, tak lama rolling door itu terbuka dan kami masuk ke sebuah ruang yang cukup luas.

Terdapat beberapa mobil yang sudah terparkir di dalam ruang tersembunyi ini, menandakan bahwa rekan kami yang lain sudah berkumpul lebih dulu. Mengingat ini markas khusus, sehingga tak heran jika beberapa di antara kami baru mengetahui tempat ini. Kami bertiga segera keluar dari mobil dan menuju ke satu-satunya pintu yang membatasi area parkir dengan ruang selanjutnya. Divya menunjukkan gelang totemnya ke salah satu sensor dan berhasil membuka pintu itu. Sebuah ruang dengan beberapa layar penuh berita menyambut kami.

“Agent kota metropolitan kedua!” sambut seorang pria sambil melebarkan tangannya pada kami.

Senyum kami langsung terpasang menerima sambutan dari rekan sesama agent itu.

“Fredrick Moore,” Shayla menerima pelukan pria itu lebih dulu.

Fredrick lalu beralih pada kami berdua, “River! Kau sedang populer sekarang!” ia memelukku singkat. “Menikuti jejak Park Jim-Kyung?” kini ia beralih pada Divya.

“Kau tahu perlahan nama itu mulai memudar karena mereka lebih nyaman dengan Divya Levine,” komentar seorang perempuan rekan satu area Fredrick.

“Leyla Bloom!” sapa Divya. “Sebenarnya aku menyukai kedua nama itu,” lanjutnya menanggapi.

“Kalian tidak keberatan untuk tanda tangan saat ini, kan?” rekan yang lain menyodorkan dua novel karyaku dan Divya. “Apa aku harus meminta izin pada manajer kalian?” ia melirik Shayla dengan jelas.

“Hentikan, Kent,” protes Shayla pada tatapan pria itu.

Kent—Kenneth—tertawa kecil sambil tetap menyodorkan buku untuk kami tanda tangani.

“Kalian seperti reuni,” komentar lain terdengar dari ketua tim mereka. “Kami ucapkan selamat datang di ibu kota.”

“Senior!” sapa Shayla menerima jabatan pria itu.

“Sudah kubilang jangan panggil aku senior! Kita sama-sama agent kelas A,” protesnya.

Shayla tertawa kecil menanggapi.

“Steven Maeda,” sambutku sedikit formal.

“Melihat tiga agent A juniorku, membuatku bangga membimbing kalian waktu itu,” Steven menyalamiku dan Divya bergantian. “Perkenalkan, Aurora Suvari. Dia agent B, tapi cukup mengimbangi kami berempat. Mungkin tak lama lagi akan jadi agent A.”

Perempuan yang diperkenalkan itu langsung mengulurkan tangan untuk menyalami kami.

“Kau curang, Steve! Menunjukkan kemajuan agent lain, tapi tidak dengan dirimu sendiri,” protes Fredrick.

Serempak, wajah kami menatap Fredrick, lalu kembali pada Steven dengan bingung.

“Dia menjadi kandidat Chief tahun ini,” Kent menunjuk Steven sebagai penjelasan kalimat Fredrick tadi.

“Apa?! Astaga! Selamat, Senior Steve!” Divya merespon mewakili kami berdua.

“Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Bukankah kau bisa maju tahun lalu? Apa yang membuatmu baru memikirkannya tahun ini?” Shayla mulai menyelidik.

Dengan tenang, aku mengangkat tangan kiri Steven untuk menunjukkan sesuatu yang kuduga jawaban dari pertanyaan barusan.

“Kau menikah?!” Divya kembali hiteris menanggapi cincin di jari Steven.

Steven tertawa kecil dan merona menanggapi tatapan kami. “Tunangan. Tapi sebentar lagi akan menikah,” koreksinya. “Aku hanya ingin tugas yang lebih santai, jadi lebih tenang dengan pasanganku.”

“Tunggu. Kalian yakin wanita itu menerimanya bukan karena ancaman?” Divya menatap Leyla.

“Hei!” protes Steven sambil memukul Divya lirih. “Bicara tentang naik pangkat, bukankah kau juga termasuk layak untuk daftar chief?” ia menatapku.

Lihat selengkapnya