Pagi itu, kami sudah sibuk berkutat dengan berkas dan pembahasan lebih detail tentang misi yang akan kami tangani. Meski Steven belum memberikan penjelasan resmi, namun kami tahu garis besar pembahasan yang akan terjadi. Shayla dan Fredrick berhasil mendapatkan beberapa video dan menyusunnya hingga tercipta suatu paronama dari berbagai sudut pandang dan waktu. Leyla, Susan, dan Divya pergi belanja untuk kebutuhan kami. Sedangkan yang lain mencoba mencari berbagai info yang kemungkinan dapat mengaitkan pada kelompok Liberty dari kelima ledakan dan para tersangka 4 tahun yang lalu.
Hari masih sejuk saat kami sudah berkumpul melingkar dengan sarapan masing-masing. Ketiga perempuan yang berbelanja sudah kembali dan kami juga sudah menyegarkan badan. Semua siap menerima penjelasan resmi dari berkas yang diberikan Mayor Edgar semalam.
“Seperti yang kita tahu, target kita adalah kelompok Liberty. Kita akan bekerjasama dengan kepolisian untuk menangkap mereka dan mencegah semua aksi mereka,” Steven membuka pembahasan. “Ketua mereka, Josh Slade akan menjadi target utama. Dia otak dari semua aksi kelompok Liberty, bahkan dengan persiapan detail yang selalu ia lakukan,” ditunjukkannya sebuah foto sebagai penguat penjelasannya.
“Dari video yang kami dapat dari semua ledakan dan beberapa aksi demo, tidak ada tanda-tanda kemunculan Slade. Kemungkinan besar dia masih bersembunyi,” Shayla menambahkan.
“Wajar saja. Dia seorang ketua, hanya muncul saat pertunjukan utama dimulai,” Susan menanggapi sambil melahap serealnya.
“Benar,” Steven menyetujui. “Dan kita punya petunjuk untuk melacaknya.”
“Tom Harvey,” Fredrick langsung menebak tepat. “Jika kita berhasil melacaknya, maka kita bisa menemukan markas kelompok Liberty.”
Steven mengangguk kecil setuju. “Ada lagi yang perlu kalian ketahui,” ia kembali menekan remote dan memunculkan beberapa tangkapan pesan dan selebaran.
“Demo massal dua hari lagi,” Aurora membaca tampilan layar kami.
“Itulah kenapa Mayor Edgar membentuk tim ini lebih banyak. Kita akan terbagi lagi setelah ini,” lanjut Steven. “Meski selebaran itu akan menarik banyak massa, tapi ada kemungkinan para anggota kelompok Liberty mengajak lebih banyak orang untuk jaminan rencana mereka ini. Semakin banyak orang, akan semakin lihai gerakan mereka. Mereka akan menyusup ke beberapa kampus dan masyarakat untuk provokasi. Jadi, kita perlu satu tim yang berfokus mencari provokator hingga aksi berlangsung dan tim lain yang bekerjasama dengan polisi dalam melacak kelompok Liberty serta kasus Konrad secara langsung. Semua aku serahkan pada kalian.”
Kami saling pandang sejenak, mencari solusi terbaik.
“Mudah saja,” Leyla tersenyum tenang. “Karena ini wilayah kami, otomatis kami bertiga akan menyelidikinya. Terutama karena Aurora juga berstatus mahasiswa saat ini. Mudah bagi kami untuk masuk dan menyelidiki kampus-kampus. Sedangkan Fred akan melacak setiap ajakan dan mencari apakah di antara mereka ada komplotan Liberty.”
“Kalau begitu, aku akan mencari informasi provokator lingkungan masyarakat,” Susan mengajukan diri.
“Aku bersama Susan,” Divya langsung menyahut.
Senyum bangga Steven terpancar melihat penyelesaian mereka. "Pasukan terakhir, aku, River, dan Shayla yang akan menemui polisi. Hubungi agent-agent sekitar untuk membantu. Kalian berhati-hatilah.”
“Astaga, Steve. Meskipun kau senior kami dan akan menjadi Chief, ucapanmu mirip seperti ayah bagi kami,” komentar Fredrick.
“Diamlah, Fred. Dan lakukan tugasmu,” sahut Steven masih dengan rona malu yang ia sembunyikan. “Shayla, River, kita berangkat sekarang.”
“Oke,” jawab kami berdua sambil beranjak.
Kami bertiga menuju ke kantor polisi sesuai instruksi yang diberikan Mayor Edgar. Suasana ibu kota pada pagi hari tak jauh beda dengan area tugas kami, kota metropolitan kedua. Sibuk, padat, dan ramai. Satu hal yang membuat kami tenang adalah sikap santai Steven saat mengatakan rencana kerjasama ini. Bisa kami pastikan bahwa mereka sudah sering bertemu dan hubungan mereka bagus.
Bukan hal baru bagi polisi untuk bekerjasama dengan pihak lain dalam menyelesaikan sebuah kasus. Mereka bisa kerjasama dengan para ahli, konsultan, saksi, atau bahkan kriminal lain. Agensi kami termasuk dalam daftar pemilik riwayat bersih dan netral dari politik, sehingga tidak sulit bagi kami untuk menjalin kerjasama dengan mereka.
Selang beberapa menit, Steven masuk ke area parkir kantor polisi dan menyapa petugas yang nampak akrab dengannya. Tak diragukan lagi, entah mereka mengetahui identitas Steven sebagai agent Godwin atau tidak, yang jelas lingkungan kantor polisi merupakan salah satu zona nyaman Steven.
“Jadi, sejauh mana mereka mengetahui identitasmu?” tanya Shayla begitu mobil kami terparkir.
Pandangan Steven kearahku—yang ada di sebelahnya—lalu ke Shayla di belakangnya. “Hanya sebagai agent Godwin yang saling membantu.”