Sebuah klakson mobil membangunkanku. Hari mulai pagi dan kuputuskan untuk mengakhiri tidurku. Keadaan sekitar masih sama seperti terakhir aku mengamatinya. Jendela, pintu, perbotan, debu, semua masih sama. Bahkan orang yang mengarahkan kami dalam bangunan ini juga masih terlelap bergelung di atas kain tipis yang ia temukan untuk taplak meja.
Klakson mobil lain terdengar lebih keras, jelas dari depan bangunan yang kami tempati ini. Beberapa orang sepertinya lebih dulu memulai hari mereka dibanding kami. Maklum, inilah kehidupan ibu kota, penuh persaingan.
“Kau sudah bangun?” Tom menyandarkan badannya.
Kutegakkan posisi berdiriku sambil memandang jendela. “Keadaan sekitar aman. Kita bisa di sini sampai kesibukan kota dimulai. Kurasa akan lebih mudah bagi kita untuk bersembunyi di kerumunan.”
“Jika itu menurutmu,” ia bersandar santai, menikmati udara pagi yang masuk melalui ventilasi.
Tapi aku sendiri tidak sepenuhnya yakin dengan pendapatku barusan. Kami tahu kelompok Liberty juga bergerak dalam kerumunan, jadi mereka pasti paham taktik ini. Hanya saja, insting kami dalam bertarung cukup membuat kami unggul dibanding mereka.
“Mereka tidak akan melepaskanku,” ucap Tom. “Liberty. Mereka pasti memburuku meski aku ada di kantor polisi sekalipun,” lanjutnya.
“Semoga beruntung dengan itu,” kataku mengingatkan bahwa agent Godwin juga ada di sana.
“Kau bahkan belum bertanya padaku kenapa aku pergi dari mereka.”
Pandanganku mengarah padanya dan terdiam beberapa detik. “Target mereka berubah.”
Tawa kecilnya keluar. Lalu ia bangkit, berjalan menuju ke sisi dinding yang sama denganku dan mengamati jendela. “Sejelas itukah?”
“Bukahkah itu yang membuatmu bergabung dengan mereka?” kuberikan penjelasan lain. “Pastikan saja kau membawa apa yang menjadikanmu berharga di hadapan agent lain nantinya.”
Ia menghela nafas, “kau tak perlu khawatir tentang itu,” jawabnya santai.
Lega, itu akan membuat keadaan kami ini tidak sia-sia.
“Yah, selama kau tetap menjagaku hidup,” lanjutnya memanfaatkan situasi.
Bukan hal baru jika kami menggunakan semua kesempatan untuk bertahan diri. Hanya saja ini menyebalkan.
“Satu jam.”
Ucapannya barusan berhasil menarik pandanganku ke arahnya.
“Satu jam lagi kita keluar dan kita beri kabar pada tim-mu. Aku yakin mereka sudah mendengar cerita dari Eddie, tapi kita akan pastikan agar mereka tidak melacak hingga mengirim bantuan pada kita,” jelasnya.
Memang benar, jika mereka tidak mendengar kabar secara langsung dariku, kemungkinan mereka akan melacakku dan lebih parah lagi, menjemput paksa. “Tidak masalah.”
Kesepakatan langsung terbentuk. Jadi, kami akan bertahan dalam ruang kosong ini selama satu jam ke depan. Hanya saja, ini bukan berarti kami bisa saling ngobrol akrab seperti rekan yang lama tak jumpa. Tetap ada jarak di antara kami karena suasana yang rentan dengan pertengkaran.
“Demo massal akan dilakukan besok. Para aparat keamanan sedang mempersiapkan semua,” Tom memandang ponselnya. “Lihat bagaimana mereka mempersiapkan penanganan keadaan besok, tanpa tahu kejadian di baliknya.”
Tidak ada tanggapan dariku, hanya memandangnya sekilas sebelum kembali mengamati luar jendela, pada kota yang memulai harinya.
“Tenanglah! Tidak ada yang mengetahui ponsel ini. Tak akan ada yang melacaknya,” ucapnya seakan membela diri.
Tentu saja aku tahu dia tidak sebodoh itu. “Aku tidak khawatir tentang itu.”
“Setidaknya kurangi kewaspadaanmu padaku,” protesnya. Lalu ia membesarkan volume ponselnya, cukup untuk kami dengar berdua.
Berita pagi tentang aksi penolakan peraturan pemerintah yang baru, pro kontra dari anggota dewan, penyelidikan ledakan, dan penyelidikan kelompok di baliknya. Nama Liberty hanya sedikit disebut, karena tidak ada informasi yang bisa mereka katakan selain dugaan kelompok pemberontak di luar para mahasiswa dan buruh. Meski saluran berita kami ganti beberapa kali, topik berita masih tetap sama, hingga membuat bosan.
“Kudengar kalian bertiga masih tetap satu tim,” tiba-tiba Tom mengalihkan fokus kami dari berita ponselnya.
“Tentu saja,” jawabku ringan.
“Yeah, kalian bertiga selalu beraksi bersama sejak misi awal sebagai agent lapangan. Agensi melihat keunggulan tim kalian dengan baik. Seperti paket lengkap.”
Bukan hal baru dan aku sudah mendengarnya berulang kali. Aku, Divya, dan Shayla, sejak misi yang membuat kami bertiga bekerja sama, kami selalu beraksi bersama. Kami bertiga saling melengkapi aksi masing-masing dan mencapai hasil sesuai harapan, bahkan kadang lebih.
“Kelompok Liberty, kau harus berhati-hati dengan mereka. 4 tahun lalu mereka hampir berhasil menghancurkan gedung pemerintahan pusat. Mereka tidak akan mengulang kesalahan yang sama dan persiapan mereka sangat matang kali ini,” ujarnya.