Godwin Agency 2: Reunion

FS Author
Chapter #14

Kerjasama

20 menit kemudian, kami sampai di kantor polisi dan langsung memarkirkan mobil sejajar dengan mobil lain. Dua mobil dari Godwin sudah terparkir rapi di sisi lain, menandakan bahwa beberapa agent sedang bersiaga di markas kerjasama ini.

“Chad, kau punya senjata? Pistol, pisau, apapun, berikan padanya sekarang jika kau ingin selamat,” Tom memberikan pistol miliknya padaku.

“Apa?! Tidak. Tidak ada! Aku kutu buku, senjataku adalah otakku,” Chad kembali dengan nada paniknya.

“Iya iya,” Tom tersenyum lebar, menenangkan Chad. “Kau aman,” ia menepuk pundak pria itu. “Jadi, kita turun sekarang?” pandangannya beralih padaku.

“Jangan buang waktu lagi,” kataku setelah mengamankan pistol Tom di punggungku.

Kami pun turun dari mobil dan berjalan menuju ke salah satu ruang yang menjadi tempat kerjasama antara kepolisian dan agensi Godwin.

Aku memimpin jalan, diikuti kedua laki-laki yang mengekor tepat di belakangku. Kubuka pintu ruangan itu dan mendapati 4 agent serta detektif Nelson yang langsung memandang kami. Tak ada sapaan dariku, hanya melangkah masuk dengan tenang.

Kedua orang di belakangku juga mengikutiku, dengan tatapan tajam yang mereka dapatkan.

“Hei!” sapa Tom masih dengan nada cerianya. “Hallo, Divya,” seringainya sambil mengangkat tangan, mengetahui orang yang dimaksud sedang berada di belakangnya.

“Kau punya nyali besar untuk datang ke sini,” Divya mengarahkan pistolnya ke kepala targetnya itu.

“Oh sial! Astaga!” Chad langsung mengangkat tangan dan berlutut lemas. “Aku tidak bersenjata! Sumpah! Aku hanya kutu buku! Kumohon!”

Divya memandang datar Chad yang ketakutan. “Diam, angkat tanganmu, dan tetap berlutut.”

“Ya, ya,” Chad menurut dengan tangannya yang bergetar ke atas.

Divya kembali mengarah pada Tom dan mulai menggeledah badannya, memastikan tidak ada senjata pada orang yang membuatnya kesal itu.

“Apa kau perlu melakukan itu padaku?” Tom kembali bicara, namun tidak menolak pemeriksaan pada dirinya.

“Ya,” jawab Divya singkat.

“Aku tidak bersenjata!”

“Bukan keputusanmu.”

“Percayalah, ini juga bukan pilihan terbaikku,” Tom masih mencoba meyakinkan perempuan itu.

Tangan Divya turun, melepaskan ancamannya. Ia selesai memeriksa Tom dan mendapati targetnya itu aman. “Kau bisa berdiri,” kata Divya pada Chad, masih dengan nada dinginnya. Lalu ia berjalan melewati mereka, kembali ke samping kursi Shayla. “Dan tidak ada yang akan percaya padamu, pengkhianat!” tatapan tajamnya menusuk Tom.

“Kenapa kalian masih memanggilku pengkhianat?” Tom memandang heran kami. “Aku tidak menggagalkan misi kita dan aku keluar saat misi berakhir. Bahkan selama itupun tidak ada aksiku yang menghambat misi kalian, kan?” ia membela diri.

“Yeah,” Divya mengakui. “Tapi kau bergabung dengan kelompok yang harusnya menjadi misi kita,” balasnya penuh nada kuasa.

Mulut Tom terbuka, namun kembali tertutup sama cepatnya. Ia terlihat berpikir cepat menanggapi kalimat Divya. “Itu, benar juga,” ia mengakui dengan terpaksa.

“Apa semua sudah berkumpul?” kata sebuah suara dari arah pintu.

“Pak Kepala,” detektif Nelson langsung berdiri dari kursinya untuk menyambut.

Kepala Kepolisian Pierre melangkah masuk dengan dua orang pria di belakangnya. Lalu mereka memandang kami dari ujung meja dengan tatapan serius.

Kulihat tatapan kelima rekan agentku yang menegang, bisa kuduga inilah hal yang ingin dijelaskan Divya saat di telepon tadi.

“Seperti yang saya katakan semalam, pihak intelijen menghubungiku untuk kasus yang kita tangani ini,” Pak Pierre membuka pembahasan. “Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan,” tatapannya mengarah pada kami, para agent Godwin. “Silahkan, Pak Trevor.”

“Terima kasih, Kepala Pierre,” salah satu pria berjas rapi itu menjawab. Lalu ia melangkah ke depan, menggantikan posisi Pak Pierre. “Kita tidak punya waktu banyak, jadi langsung saja. Perkenalkan, saya Trevor dan ini rekan saya Dario,” ia menunjuk pria berjas lain. “Kami dari Departemen Intelijen.”

Tak ada suara dari kami, hanya pandangan saling menyelidik yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang akan mengganggu kami.

“Kami tahu tentang kerjasama kepolisian dengan Agensi Godwin dalam mencegah pergerakan kelompok Liberty. Mereka kemungkinan besar punya rencana tersendiri pada aksi demo massal besok, terutama pada ungkapan mereka tentang anti pemerintah,” jelasnya. “Gerakan kudeta masih terlalu besar bagi mereka saat ini. Tapi ada sasaran yang lebih mudah seperti provokasi anti pemerintah dan gerakan lain yang akan jadi rencana jangka panjang mereka. Dengan semakin banyak masyarakat yang mengenakan kata ‘anti pemerintah’, maka semakin mudah mereka menghancurkan pemerintahan dengan penolakan massal. Hingga akhirnya hanya tinggal menunggu waktu untuk gerakan kudeta itu benar-benar tercapai.”

Penjelasannya itu sama seperti semua dugaan kami selama ini, sehingga bisa kami pastikan bahwa pihak intelijen itu mengenal target mereka dengan baik.

“Lalu, apa yang akan kita lakukan?” detektif Nelson memecah keheningan.

“Serahkan pada badan keamanan negara. Biarkan kami menyelesaikan semua dan tidak melibatkan warga sipil,” Trevor menjawab, masih dengan nada tenang. “Kami tahu agensi Godwin bergerak dalam bidang keamanan dan para agent terlatih untuk situasi seperti ini. Namun bagaimanapun, terlepas dari keahlian kalian, status kalian tetaplah warga sipil, bukan aparat penegak hukum.”

Memang benar, karena agensi kami adalah bisnis swasta yang menawarkan jasa, terlepas dari ikatan pemerintahan secara langsung.

Steven melipat tangannya, “jadi, maksud kalian,..”

Lihat selengkapnya