Seorang perempuan berjalan dengan anggun ke arah laki-laki yang tertawa lepas sambil meninggalkan beberapa rekannya. Perempuan itu nampak cantik dengan gaun ungu gelap berhias sebuah bros di dada kirinya. Saat hampir mendekati tujuannya, dengan ceroboh, si perempuan tersandung dan hampir tersungkur jika laki-laki itu tidak langsung menahan badannya. Mereka berdua tersenyum, dengan wajah merona merah. Si perempuan bersalaman dan berterima kasih sebelum melangkah pergi, menyudahi pertemuan mereka yang sedikit memalukan.
“Kau mendapatkannya?”
“Yup.”
“Aku mau minum lagi.”
Sebuah gelas langsung mengarah ke tangannya.
“Trims—“ ia mengerutkan wajahnya. “Serius, Riv?”
“Kau sedang bekerja, bukan berpesta,” jawabku.
“River benar, Div,” sahut Shayla dari earphone kami. “Apa yang kau kasih ke Divya?”
“Teh soda!” sahut Divya cepat yang barusan kulewati kembali, sembari memandang sekitar dan memberikan minuman ke orang-orang di pesta ini.
Shayla dan aku tertawa kecil mendengar protes Divya.
“Perhatian semua,” Shayla kembali bersuara. “Kamera CCTV akan teralihkan dalam 3,..”
Pandanganku dan Divya mengamati sekitar.
“2,..”
Kami mulai melangkah ke tepi pantauan.
“1!”
Tanpa menunggu, kami berdua bergegas menuju ke dapur, melewati orang-orang tanpa memandang sedikitpun, membiarkan mereka melakukan pekerjaannya. Mereka jelas menatapku yang seharusnya tetap bekerja mengantar minuman, karena pakaian pelayanku.
“Kerja bagus semua!” kata Divya yang berjalan tepat di belakangku.
Kami berhasil keluar dari pintu belakang gedung pesta, mengambil jaket tersembunyi dari sebuah kardus, lalu berjalan cepat melewati satu blok bangunan untuk sampai ke mobil yang telah menunggu.
“Aku yang nyetir,” Divya mengambil alih kursi kemudi.
Sedangkan aku langsung mengarahkan langkah ke samping kemudi.
Shayla segera mengulurkan tangan ke arahku untuk mengambil flashdisk yang kudapatkan—dengan mencurinya saat Divya hampir tersungkur di hadapan laki-laki tadi—yang berisi data incaran kami. Ia langsung kembali ke kursi belakangku begitu mendapatkannya.