Esok harinya, aku terbangun dan meregangkan badan dari posisiku yang tertidur di sofa. Kulihat Aaron yang baru muncul dari dapur dengan segelas kopinya.
“Pagi,” sapanya.
Aku tidak menjawab, hanya memastikan tidak ada sesuatu yang membuatku lengah saat ini. Lalu pandanganku tertuju pada flashdiskku yang terletak di atas meja di hadapanku. Aku mengambilnya dan memandangnya teliti.
“Aku tidak menggunakannya saat kau tidak mengawasiku. Kesepakatan tetap kesepakatan,” ucapnya menangkap ekspresiku.
Kugenggam flashdisk itu, lalu menyimpannya di saku celanaku. “Terima kasih.”
“Kau ingin sarapan?”
“Apa ada perubahan rencana?” tanyaku alih-alih menjawabnya.
“Kurasa tidak,” ia memandang meja yang berantakan. “Aku akan mengambil undangan siang nanti. Kau ikut?”
Kepalaku menggeleng, “aku akan mengambil gaun untuk nanti malam. Kita bertemu jam petang.”
Detektif itu mengangguk setuju.
“Aku pergi dulu,” kataku pamit sambil beranjak keluar setelah menyambar tas dan kunci mobilku.
Pagi yang menjelang siang itu tampak normal seperti biasa. Beberapa aktivitas sudah mulai dan kemacetan pada beberapa jalan sudah terjadi. Kuarahkan mobilku ke tempatku untuk membersihkan diri sejenak sebelum ke markas agensi dan mengambil gaun yang akan kugunakan malam ini.
Aku masuk ke markas kami dan langsung melihat seseorang yang kami kenal baik. “Eddie?” aku memastikan sambil menyipitkan mataku. “Eddie!!” aku langsung merentangkan tangan.
Pria yang kusebut namanya itu langsung memelukku erat. “Gadisku!”
“Apa-apaan ini? Kapan kau datang?” tanyaku memandang seluruh pakaiannya.
“Baru 5 menit yang lalu,” ia menyisir rambutnya dengan penuh gaya. “Aku ada urusan di kota ini dan kuputuskan untuk mampir sebentar.”
“Urusan?” aku memastikan.
“Acara pesta pameran,” ia memperlihatkan undangannya.
Mulutku terbuka sejenak, terdiam melihat lembar undangan yang ia tunjukkan.
“Kau mengetahuinya? Kau diundang?” ia langsung menangkap ekspresiku.
Kuarahkan dirinya untuk duduk di sofa kami. “Bukan aku, tapi Aaron,” jawabku.
“Detektif yang mengancam kalian itu?” ia nampak tidak begitu senang.
Perhatianku ke arah dua rekanku, mengetahui bahwa mereka sudah menceritakan yang terjadi padaku. “Kami bekerjasama sekarang,” kucoba memperbaiki suasana.
“Astaga! Aku tidak bisa membayangkan dirimu harus bekerjasama dengan orang lain di luar agensi,” ia menangkupkan tangan ke dadanya. “Itukah sebab kau harus ‘disembunyikan’?” nadanya begitu hati-hati saat mengatakan kalimat barusan.
“Ya,” aku mengangguk, “seperti menyamar. Ada resiko yang ingin kita minimalisir. Tapi toh aku bisa kembali ke agensi sepenuhnya saat masalah ini sudah selesai.”
“Kau benar,” pandangannya melembut sambil mengelusku. Ya, dia selalu perhatian kepada semua agent dan menjadi pusat segala keluh kesah kehidupan kami. Sikapnya yang luwes membuatnya mudah menjadi sahabat kami kapanpun. Ia menepuk tangannya satu kali, “tebak apa yang aku bawa untuk kalian.”
Semua langsung berkumpul dengan wajah siap menerkam.
Ia mengangkat beberapa tas besar, “gaun anti peluru dengan kantong senjata rahasia. Dan tidak lupa—“ ia memandang Shayla sejenak, “—dengan pelacak agensi Godwin.”
“Kau memang yang terbaik,” kata Divya mengangkat salah satu gaun. “Wooh! Bahkan bisa berubah model?” ditariknya salah satu tali gaun itu dan membuat gaun yang semula melebar, langsung menjadi pendek namun tetap anggun.
“Mudah kok,” Eddie mengedikkan bahu dengan sedikit nada sombongnya yang membuat kami tersenyum lebar. “Kau menyukainya?” ia mengarah kepadaku.
“Aku akan memakainya malam ini,” jawabku tersenyum senang dengan gaun hitam yang ia berikan padaku.
“Aku akan menantikannya,” Eddie menunjukku. “Tunggu, apa kita saling mengenal, sebelumnya?”
Aku mengingat-ingat skenario pada kehidupan normal kami dengan cepat, “tidak, tapi aku akan mengenalmu karena kepopuleranmu.”
Pria itu membuka telapak tangannya. “Kalau begitu, aman.”
“Oke, sudahi rencana pesta kalian nanti malam. Sekarang,..“ Divya duduk di samping Eddie dan mencondongkan wajahnya ke arah pria itu, “waktunya bergosip. Apa saja yang sudah terjadi di agensi, di luar laporan resmi kita?” yang itu maksudnya, bisa termasuk asmara, skandal, atau berita-berita nonformal lainnya yang terjadi pada agensi kami.
Pandangan Eddie langsung menipis ke arah kami dengan senyum jahilnya, yang artinya ia punya berita hangat yang sangat menarik. Dan siang itu kami habiskan dengan bergosip ria, membicarakan beberapa rumor dan fakta yang ternyata tak pernah kami dengar sebelumnya. Termasuk bagaimana kami membicarakan tentang hubungan Sean G dan Divya saat ini.
-[G]-
Aku memarikir mobilku seperti biasa di halaman rumah yang kini sudah kuhafal tata letak perabotannya. Kulihat sebuah mobil mewah yang hanya muat dua orang siap dikendarai. Tidak ingin terpaku dengan mobil mewah—yang kadang juga kami kendarai saat menyamar—aku langsung masuk dan mencari teman pestaku malam ini.
“Kau sudah datang,” Aaron muncul dari balik meja dapurnya.
“Ya, dan siap berangkat,” jawabku memandang ruangan yang penuh dengan kertas-kertas rencana kami.
“Oke,” sahut Aaron, namun tidak beranjak jauh dari tempatnya. “Aku harus menata senjataku, kau bisa pakaikan dasiku?” ia mengulurkan sebuah dasi ke arahku, lalu memperlihatkan sabuk yang sudah dimodifikasi dengan pisau tersembunyi.
Kuambil dasi yang ia berikan, lalu alih-alih mengalungkan ke lehernya, aku hanya mengalungkan pada leherku dan membuat simpul dasi yang rapi sebelum melonggarkannya dan mengalungkan erat pada detektif itu.