“Merunduk!” ucapnya sambil melompat.
Tepat saat kami hampir menyentuh lantai, sebuah peluru melesat di tempat aku berdiri tadi.
“Astaga, Aaron!” kataku memprotes dirinya yang menerjangku dengan tiba-tiba.
“Dia membidikmu dengan laser! Kau bisa tertembak—“ ucapannya terhenti. Lalu ia mengambil salah satu sisi gaunku. “Anti peluru?”
Aku hanya memiringkan kepala sebagai jawaban ‘tentu saja’ yang jelas terpancar di wajahku.
Satu peluru lagi melesat memecahkan kaca atas pintu balkon dan mendarat setengah meter di samping Aaron.
“Ada orang yang tau kita sedang menyelinap?” ia menebak.
Aku sendiri bingung harus menjawab apa. “Penembak jitu. Kenapa ada penembak jitu menarget ke ruangan ini?”
“Kenapa dan siapa,” Aaron menarik dua pertanyaan mendasar kami.
Dua peluru kembali terarah dekat kami.
“Sepertinya dia tidak akan berhenti dalam waktu dekat,” si detektif memandang ke arah balkon.
“Pak! Anda tak apa?!” teriak seorang pria dari balik pintu.
“Yeah, dan kita tidak bisa berdiam di sini lebih lama,” kataku mengetahui nada petugas keamanan.
“Kita harus segera keluar dari sini sebelum mereka masuk dan menyalakan lampu. Si penembak jitu akan lebih leluasa menembak jika lampu ruangan menyala.”
Tentu saja aku sudah tahu itu, “kau tidak perlu menjelaskannya,” lalu kulihat pemilik ruangan yang masih terdiam. “Tunggu sebentar,” kataku sebelum mengendap-endap ke arah kursi meja.
“Riv, apa yang kau lakukan?!” panggil Aaron.
Aku tidak menjawab, hanya berjalan rendah ke arah tersangka kami itu, lalu menariknya ke bawah, terlungkup ke arah lantai. “Menyelamatkannya,” jawabku akhirnya sebelum berjalan kembali ke samping Aaron, di tengah beberapa peluru yang terlontar beberapa kali.
“Pak?!” panggil petugas keamanan.
“Kita harus segera keluar sekarang,” Aaron memasang tumpuannya sambil memandang tajam ke arah balkon, dimana tempat keluar kami dan juga arah datangnya peluru ini. “Kita lompat dari balkon. Kau bisa, kan?”
Pandanganku langsung datar ke arahnya. “Pertanyaan macam apa itu?”
“Kami masuk sekarang, Pak!” kata petugas keamanan sebelum menekan password pintu.
“Sekarang!” Aaron langsung memberi instruksi.
Kami berdua langsung berlari, sedikit zigzag untuk mengecoh arah bidik penembak jitu. Kami keluar balkon dan langsung melompat turun dengan sedikit berguling, lalu berlari cepat ke bayang-bayang untuk menghindari petugas keamanan dan juga penembak jitu.
“Berhenti!!” teriak petugas keamanan yang tidak bisa mencegah kami.
Aku dan Aaron tidak tinggal diam. Kami langsung menuju ke salah satu semak dan bersembunyi merapat ke dinding. Petugas keamanan yang masuk ke ruangan tadi sudah memberi instruksi untuk memeriksa bawah ruangan dan akan segera mencari kami. Mereka datang dari segala penjuru arah dan mulai menelusuri. Cepat atau lambat mereka akan menemukan kami berdua dan aku tidak bisa membiarkannya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Aaron saat aku mulai melonggarkan simpul jumpsuitku dan melepas bawah gaunku.
“Menyelamatkan kita berdua,” jawabku sebelum membalik kain lebar sebagai rok gaunku itu, menjadi warna merah, lalu memasangnya kembali. “Mereka akan mencari dua orang berpakaian hitam saat ini.”
“Benar juga,” Aaron memahami. Lalu ia membuka jasnya dan melemparkannya ke bawah. “Satu lagi yang akan membuat kita lolos dari mereka."
Kudengar suara langkah yang mulai mendekati kami, “apa?” tanyaku penasaran, sambil merapikan gaunku, membuatnya lebih rapat dari gaun hitam sebelumnya.
“Kalian!” seorang petugas nampak melihat kami.
Tanpa isyarat apapun, Aaron langsung menarikku mendekat dan menciumku.
“Kalian berdua! Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” petugas itu menyorotkan senternya ke arah kami.
Aku langsung menarik badanku menjauh dari Aaron, “sial!” umpatku langsung memasang wajah malu. Setidaknya agar nampak jika kami ketahuan sedang bermesraan saat ini.
“Ada apa, Pak?” tanya Aaron sambil pura-pura merapikan dasinya.
Petugas itu menurunkan senternya. “Kami sedang mengejar dua orang yang berlari dari atas. Apa kalian melihatnya? Keduanya berpakaian setelan serba hitam.”
Aaron membuka tangannya, menunjukkan bahwa pakaian kami berbeda dengan deskripsinya. “Kami mendengar suara jatuh, lalu bayangan yang berlari ke semak-semak,” ia menunjuk tanaman yang terpotong rapi.
“Baik, terima kasih. Kalian harus kembali ke pesta sekarang, demi keamanan,” instruksinya sebelum kembali menelusuri sambil memberikan informasi ke rekannya.
“Ya, Pak,” angguk Aaron sambil menggandengku berjalan kembali ke arah pintu ruang pesta. Ia memakai kembali jasnya agar tidak terkesan berantakan.
Langkahku menyamai langkah Aaron dalam menelusuri lorong yang remang-remang. Setelah kupastikan tidak ada petugas keamanan yang melihat kami, aku kembali mengganti rok gaunku menjadi hitam, sebelum terkena sorotan CCTV yang akan membuat mereka curiga jika aku bisa berganti gaun.
Kini kami kembali ke pesta, dimana tamu undangan nampak tidak banyak berubah. Kami berjalan mengarah ke arah pintu keluar, sambil sesekali berhenti menghindari pandangan petugas keamanan. Ruangan tempat aksi kami barusan mulai dijaga ketat oleh beberapa keamanan, namun tidak menunjukkan hal-hal yang membahayakan. Jadi, penembak jitu itu berhenti setelah kami keluar ruangan.