Aku melempar tasku, lalu membanting diriku terlungkup di sofa. Pikiranku yang berlarian dalam kepalaku masih saja tidak berhenti. Dengan gerakan tiba-tiba, aku bangkit dengan wajah kesal. “Kalian, bicaralah. Apapun, siapapun, alihkan pikiranku sekarang,” ucapku memandang keduanya yang hanya melihatku tanpa suara.
“Kau,.. ingin mengatakan sesuatu?” Divya bertanya dengan ragu.
“Tidak,” aku kembali membanting kepalaku. “Aku butuh pengalihan. Astaga!” aku memukul kepalaku dengan bantal kesal.
Kedua rekanku yang mengerti salah satu sifatku itu masih diam dan tidak bergerak dari posisi mereka, walau terlihat mereka mencari sesuatu yang bisa mereka bicarakan saat ini.
“Es krim?” Shayla menawarkan.
“Ya!” aku langsung melompat menuju ke kulkas kami dan mengambil sekotak es krim. Kusambar salah satu sendok sebelum kembali duduk di sofa dengan es krim yang memenuhi mulut.
Divya menyusul dengan membawa sendok dan bergabung menikmati es krim bersamaku. “Kau kesurupan apa?”
Aku menyentak sendokku, “aku tidak bisa berfikir,” kataku jengkel. “Aku tidak bisa menulis, aku bingung dengan misi ini, aku tidak bisa berfikir dan itu membuatku kesal!” kuambil bantal untuk menutup kepalaku, “bodooh!! Sial!”
Rekan perempuanku itu tidak menanggapi, bahkan dengan tenang mengambil kotak es krim dari tanganku dan menikmatinya.
Kuangkat kepalaku kembali, lalu menatap orang di sampingku itu dengan datar sebelum merebut kembali es krimku.
“Agensi menemukan sesuatu dalam data itu, tapi kami ragu akan bekerjasama dengan kalian berdua,” Divya akhirnya mengalihkan pembicaraan.
Kini pandanganku mengarah pada Shayla.
“Lebih dari yang kita perkirakan, data itu membuka beberapa kasus kriminal lain, bahkan menyeret beberapa nama orang penting,” tambah Shayla.
“Yang itu artinya Charles Dixon adalah gerbang para kriminal,” kudapati sebuah kesimpulan. “Kurasa kriminal yang terseret di dalamnya tidak hanya area lokal saja,” aku menebak.
“Kau benar,” Shayla mengangguk.
Sebuah kesimpulan lain terlintas. “Jika agensi menangani kasus ini, dengan kriminal yang punya pengaruh skala luas, ada kemungkinan kita akan melakukan operasi besar-besaran.”
Keduanya mengangguk, menyetujui pendapatku barusan.
Satu sendok es krim mendarat sempurna dalam mulutku. “Menarik,” komentarku membayangkan operasi besar-besaran kami. Lalu sesuatu mengingatkanku yang membuatku langsung berdiri dan menghampiri Shayla.
“Apa ini?” tanya Shayla bingung.
“Data yang kami ambil semalam,” jawabku setelah mengambil sendok yang masih menggantung di mulut. “Periksa dulu apakah ada penyadap atau virus atau apapun,” saranku sambil kembali menuju ke sofa.
“Kau mendapatkannya dengan detektif itu, kan? Dan kau masih waspada terhadapnya,” Divya memandangku.
“Aku tidak mempercayai siapapun,” ucapku ringan sambil mengedikkan bahu. “Lagipula, tidak ada salahnya berjaga-jaga.”
“Flashdisk ini aman,” kata Shayla.
“Kurasa kau berlebihan,” komentar Divya tepat ke arahku.
“Tidak juga,” ucapku membantah dan tidak peduli. Kini aku beralih ke arah Shayla, “kau bisa menyelidiki datanya. Mungkin ada sesuatu yang menarik di situ.”
“Kalian juga menyelidikinya, kan?” tebak Shayla sambil tetap memainkan jarinya.
“Ya, kami menemukan beberapa hubungan kasus, tapi masih belum menemukan titik terangnya,” jawabku mengingat dinding investigasi di rumah Aaron.
“Menarik. Aku akan mencoba mencari hubungan antar data dan data dari perusahaan Dixon. Mungkin kita bisa melihat beberapa keterkaitan di antara mereka.”
“Ide yang bagus,” komentarku.
“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” tanya Divya yang mengarahkan sendoknya ke kotak es krimku.
“Data ini kuserahkan pada Shayla. Kami punya beberapa temuan, tapi masih belum bisa kami katakan untuk saat ini. Lagi pula, ada sesuatu yang harus kuselidiki secara pribadi,” kuingat jelas bahwa aku juga harus menyelidiki hubungan yang kemungkinan menyeret klien Aaron yang masih belum kuketahui jelas siapa orangnya. “Malam ini, aku akan tidur di sini.”
Keduanya tidak berkomentar, namun memahami posisiku sekarang dan kembali ke kegiatan masing-masing.
-[G]-
Esok paginya, aku telah bersiap untuk kembali ke rumah Aaron dan melanjutkan penyelidikan kami. Shayla menemukan beberapa data yang mencurigakan, walau sebagian besar sudah menjadi bahan penyelidikanku dan Aaron sebelum aku ke markas.
“Kau sudah bersiap pergi?” tanya Divya yang bergelantung karena latihan sit up vertikal.
“Kurasa penyelidikan kami harus berlanjut dan semua berawal dari data Dixon,” kataku menegaskan kata ‘data Dixon’ dimana awal mula kerjasama ini berlangsung.
“Bantu aku turun,” pinta Divya yang masih tergantung dengan kaki di atas. “Menurutmu, dia bisa dipercaya?” tanyanya saat aku mulai menompang badannya.
“Setidaknya aku melihat dirinya bukan sebagai musuh,” kataku sambil melepaskan kakinya. Lalu, aku membantunya turun dengan sempurna.
“Kemarin ada apa sih?” Divya mengingat bagaimana aku terlihat kebingungan dengan pikiranku sendiri. “Aku ingat kau kadang bisa menenangkan pikiranmu dengan menulis. Tapi saat kau bilang tidak bisa menulis kemarin, artinya sesuatu sangat mengganggumu.”
Aku terdiam, ragu harus mengatakan apa pada sahabatku itu.
“River?!” panggil Divya yang berdiri tepat di dekatku, untuk kembali mendapatkan perhatianku.
“Dia mencoba memperoleh kepercayaanku dengan menceritakan kisahnya,” kataku akhirnya, yang mana sudah menjadi dugaanku saat detektif itu memberikan flashdisk data Dixon kembali.
“Kisah di luar catatannya?” tebaknya.