Kini kami menunggu untuk jam makan malam, dimana kami bisa masuk ke kamar Sean G dengan lebih leluasa. Tapi sebelum itu, kami harus melakukan satu hal yang sangat penting, yaitu meretas sistem hotel ini. Jadi aku segera membuka koper yang dibawa Aaron, mengambil laptopnya, menyalakannya, lalu mencari jaringan hotel yang hanya dipakai untuk petugas hotel. Tak sulit bagiku karena aku sudah melihatnya di lobi saat mereka lengah tadi. Dengan sedikit mengutak-atik, aku akhirnya bisa masuk ke sistem mereka dengan mudah. Kini, aku leluasa memantau CCTV hotel dan juga beberapa data pelanggan hotel, termasuk Sean G yang menginap di kamar 1512.
Selang beberapa menit sebelum jam makan malam, aku menghubungi lobi untuk memberitahu bahwa kamar 1515 sudah siap dimasuki dengan hiasan—yang entah bagaimana—telah terpasang. Yah, sebenarnya hiasan yang dimaksud hanyalah kain corak abstrak dengan warna mencolok yang sejak awal hanya sebagai alasan agar ada petugas yang masuk ke kamar ini dengan menggunakan kunci master. Ide yang sederhana, namun kemungkinan besar berhasil.
“Sudah selesai?” tanya Aaron begitu masuk ke kamar hotel yang ia pesan.
“Ya, rekaman CCTV sudah siap aku pasang dan tinggal menunggu Sean G keluar dari kamar untuk makan malam seperti yang ia lakukan selama menginap di sini,” jelasku sambil mengamati layar laptop. Pandanganku tertuju pada satu bungkus makanan ringan yang ia bawa, “kau beli cokelat?”
“Aku kelaparan menunggu,” jawabnya sambil menyodorkannya ke arahku.
Kuambil satu bungkus cokelat dari dalamnya, “kau tahu aku tidak benar-benar memasang selimut oranyemu,” sahutku sebelum menggigit cokelat yang sebesar setengah bola pingpong.
“Ya, tapi CCTV akan merekamku jika mondar-mandir sekitar kamar,” sanggahnya.
Aku tidak berkomentar, membenarkan ucapannya barusan. Pandanganku terfokus pada CCTV pada layar laptop, dimana kamar 1512 menjadi pusat utama.
“Dia keluar,” kata Aaron melihat pintu kamar 1512 yang terbuka. “Sepertinya dia memang menginap sendiri.”
“Ya, dari tagihan hotelnya semua tagihan makannya hanya untuk satu orang, kecuali kemarin siang,” jelasku yang sudah memeriksanya sambil menunggu kedatangan Aaron tadi.
“Oke, dia mulai naik lift,” ucapnya sambil mengganti tampilan CCTV. Lalu menunggu beberapa saat hingga target kami benar-benar sudah aman. “Dia mulai ambil makan malamnya. Saatnya bergerak,” lanjutnya sambil mengalihkan sambungan ke ponselnya agar lebih memudahkan mengawasi target kami itu.
Aku mengusap jariku yang lengket karena cokelat, lalu menjalankan rekaman CCTV di lorong kamar kami untuk menyamarkan aksi kami sebentar lagi. Setelah semua beres, kami keluar kamar dan menuju ke kamar 1512.
Pandangan kami menelusuri lorong dengan cepat, memastikan tidak ada orang yang melihat aksi kami, terutama para petugas hotel. Setelah semua aman, aku membuka pintu kamar Sean G dan kami menyelinap masuk dengan cepat, lalu kembali menjalankan CCTV secara normal, berjaga-jaga jika tiba-tiba ada orang yang melewati lorong. Kami berjalan cepat menelusuri setiap sudut tanpa ingin menyalakan lampu kamar, meminimalisir gerakan kami. Butuh sedikit usaha untuk menemukan laptop yang kami cari, karena Sean G nampaknya sangat berhati-hati dengan benda miliknya itu. Kami menemukannya di lemari bagian rak atas di bawah tumpukan bantal, cukup tersembunyi dari pandangan orang biasa. Tak buang waktu, kami segera menyalakannya dan langsung menemukan layar utama yang terkunci.
“Ya, tentu saja,” komentar Aaron. “Dia menyembunyikan laptopnya sampai sejauh ini, cukup mengherankan jika ia tidak memasang kunci password,” lanjutnya. “Kau bisa membukanya?”
“Aku punya trik untuk membukanya lewat pintu belakang, tapi akan perlu waktu lama,” jawabku.
“Yah, aku mungkin bisa menggunakan trikku yang membuka ‘jendela’ pengamanan, tapi aku tidak akan menjamin apakah tanpa jejak, terutama jika ada data yang masih terbuka,” sahut Aaron. “Baiklah, saatnya rencana B,” ia berdiri dan mengeluarkan pulpen yang sama seperti aksi kami sebelumnya. Pulpen untuk membius sasaranmu.
“Apa rencana B-mu selalu membius orang?” tanyaku heran.
“Ini rencana B favoritku,” jawabnya ringan.
Satu helaan nafas jelas kuperlihatkan, lelah dengan sikapnya yang langsung merubah rencana dengan cepat itu. “Kau tahu di sini ada petunjuk password-nya, kan?”
Aaron kembali memandang laptop target kami itu.
“Penulis misteri terhebat,” kataku membaca petunjuk yang tertulis.
“Mudah. Penulis Sherlock Holmes, Conan Doyle,” tebak Aaron dengan cepat.
Kuketik beberapa huruf, lalu terhenti. Aku mengingat sesuatu, lalu segera menghapus semua hurufnya dan menggantinya. Dan aku berhasil masuk.
“Kau bukan menulis nama Conan Doyle,” komentar rekan penyusupku itu.
“Aku menulis namanya,” ucapku sambil tetap menelusuri data dalam laptop yang kupegang. “Aku ingat kata Divya yang menjelaskan bagaimana Sean G memotivasi dirinya sendiri, dan ternyata memang benar,” jelasku singkat.
“Narsis,” Aaron kembali berkomentar.
Aku tidak menanggapi dan langsung menelusuri isi laptop Sean G. Beberapa nama orang dan perusahaan kucari pada data penyimpanannya. Lalu kucoba beberapa kata kunci yang mungkin berkaitan dengan dengan apa yang kami selidiki.
“Bagaimana?” tanya Aaron yang sebenarnya bisa melihatnya sendiri.
“Aku tidak yakin jika Sean G terlibat dengan mereka,” jawabku ragu.
“Ehm, ya. Tentang itu,” tiba-tiba nadanya berubah, lebih ragu dari nadaku barusan. “Sepertinya kita tahu apa yang terlibat,” ia memperlihatkan ponselnya yang menunjukkan salah satu CCTV hotel.
Terlihat Sean G yang telah berpindah tempat dari makan malamnya, sedang duduk bersama beberapa tersangka kami yang tak lain adalah James Spark, Tuan Wells, Peter Gold, bahkan Charles Dixon dan Sam McKanzie. Satu orang lagi yang di luar penyelidikan kami, Benjamin Forte.
Senyum tipisku terpasang, mengetahui apa yang sedang terjadi, termasuk apa yang kutemukan di laptop Sean G saat ini. Kami memenukan satu puzzle yang hilang. “Poker,” tebakku. “Atau perjudian. Kurasa mereka terlibat dalam hal itu.”
“Kurasa itulah sumber hutang Tuan Martin dan penghubung beberapa transaksi pribadinya pada orang-orang itu,” kata Aaron yang juga memahami petunjuk itu. “Mungkin itu juga yang menyebabkan beberapa transaksi antar perusahaan mereka, untuk menutupi hutang dan menyamarkan kecanduan judi mereka,” lanjutnya. “Tapi Sean G? Aku hanya melihat keterkaitannya dengan James Spark karena obrolannya yang cukup lama. Walaupun jika ia bermain bersama mereka, kurasa ia tidak memasang taruhan yang tinggi.”
“Itu karena dia memang tidak sepenuhnya bermain dengan mereka,” kataku menanggapi. Kuperlihatkan hasil pencarian dari laptop Sean G, “dia hanya mengamati mereka untuk menulis cerita mereka. Atau setidaknya mencari inspirasi untuk karyanya,” jelasku.
“Oh,” mulutnya membentuk lingkaran saat kutunjukkan apa yang kumaksud.