Kuinjak gas mobilku, meliuk-liuk lihai di antara mobil-mobil lain yang berjalan lebih tenang. Tidak ada waktu untuk bersantai saat ini, terutama bagaimana kami diserang kedua kalinya oleh orang yang menyerang target penyelidikan kami. Beruntung keduanya selamat dan melibatkan kami dalam penyelamatannya. Kami berada di waktu dan tempat yang tepat, atau setidaknya kini kami tahu bahwa mereka bukan hanya menjadi target kami.
Mobilku terparkir di halaman Aaron tepat di belakang mobil yang ia bawa ke hotel. Aku segera keluar dan berjalan menuju ke dalam rumah, ingin segera melakukan pembicaraan dengan orang yang terlibat dalam situasi yang sama saat ini. “Aaron,” panggilku saat menutup kembali pintu depan.
Aaron yang duduk di salah satu sofa dekat dinding penyelidikan kami itu nampak sedikit terkejut dan langsung menutup laptopnya.
“Kau menemukan sesuatu?” tanyaku yang melihat gelagatnya barusan.
“Ya,” Aaron memandangku aneh. “Aku mencari data pria yang menyerang kita tadi dan masih belum menemukannya,” lalu perlahan ia melepaskan jaket yang masih ia pakai.
Sesuatu mengusiknya dan aku menyadari itu, melihat ia langsung membuka laptop begitu sampai rumah—bahkan belum sempat melepas jaketnya—dan menutupnya kembali begitu melihatku. Ia menyembunyikan sesuatu dariku.
“Maaf, aku akan mengobati lukaku sebentar sebelum kita bicara lebih jauh,” ucapnya sambil mulai berdiri.
“Akan aku ambilkan,” kataku mencegahnya beranjak. Aku langsung menuju ke dekat dapur untuk mengambil P3K yang ada di sana. Aku ingat letaknya karena memang aku memeriksa rumah ini selama aku berada di sini kemarin. Tanganku terhenti saat mendengar sebuah pistol dikokang dari belakangku.
“Jangan macam-macam, Riv."
Ini di luar perkiraanku, tapi bukan berarti aku tidak siap dengan serangan ini. Perlahan, aku menurunkan kotak P3K yang barusan kuambil, lalu memutar badanku untuk menatap lawan bicaraku.
Tangannya masih mengarahkan pistol tepat pada kepalaku. “Kau ingin mengatakan sesuatu?”
“Sepertinya kau yang ingin mengatakan sesuatu,” jawabku dengan tenang.
Aaron menatap mataku tajam, cukup memastikan jika ia serius dengan ancamannya. “Apa kalian menyelidiki kasus ini sendiri? Di luar kerjasama kita?”
“Ya dan kau mendapatkan hasilnya kemarin,” jawabku, kini bingung dengan arah kecurigaannya.
“Sejauh mana Godwin terlibat pada kasus ini?” tanyanya dengan nada tajam.
Dahiku berkerut, “aku dan timku menyelidikinya di luar perintah agensi. Dan aku belum mengatakan apapun tentang hasil penyelidikan ini pada mereka.”
“Benarkah?” ia tersenyum remeh. “Lalu kenapa ada nama Godwin yang terlibat pada tiga orang tersangka kita?”
“Apa?!” aku terkejut dengan ucapannya barusan.
“Berhenti bermain!”
Satu langkah kilat memperpendek jarak kami, hingga tanganku menggapai pistolnya dengan cepat. Aku berhasil merebut pistolnya, tapi langsung terjatuh karena pukulannya dan pistol itu ditendang menjauh dari kami. Bahkan ia berhasil mendorongku mundur, sebelum menahanku ke salah satu dinding dapur. Tak kalah gesit, aku berhasil meraih salah satu pisau dapur dan langsung mengarahkan ke lehernya, dengan tangan kiriku yang mencengkram kerah bajunya.
Sesuai dugaan, Aaron tidak akan melepaskan targetnya begitu saja. Ia juga sudah siap dengan belati lipatnya yang mengarah ke leherku. Kini, kami saling mengancam dan sama-sama punya alasan atas tindakannya.
Mata kami saling tatap bergantian, tidak ingin lengah begitu saja. Untuk beberapa saat kami hanya terdiam dengan serangan dan pertahanan masing-masing.
“Aku tahu kau tidak mempercayaiku, tapi aku tidak menyangka jika kau sampai mempermainkanku.”
“Aku tidak mempermainkan siapapun!” bantahku. “Apa yang sedang kau bicarakan?”
Pandangan Aaron masih menatapku seakan mencari celah kebohonganku. “Aku menemukan nama Godwin pada jadwal tiga tersangka kita. Sepertinya mereka melakukan konsultasi dengan agensimu. Kita tidak perlu bertanya tentang apa, melihat apa yang sudah terjadi beberapa hari ini.”
“Aku,.. tidak tahu,” ucapku sedikit lirih, bahkan ragu harus mengatakan apa walaupun itu yang sebenarnya.
“Aneh jika kau tidak mengetahui agensimu sendiri. Aku pikir kalian pasti saling memberi informasi tentang misi kalian.”
“Ya, tapi timku adalah agent lapangan, bukan konsultan. Dan aku memang benar-benar tidak tahu jika Godwin memberikan konsultasi pada mereka!” aku menegaskan. “Konsultan Godwin ada beberapa dan darimana saja. Kemungkinan kasusnya masih berjalan, sehingga belum ada kabar dari agensi tentang ini."
“Kalau begitu, kau tanyakan pada mereka sekarang!”
“Aku tidak bisa."
“Kau tidak bisa?!” ia kembali memandang remeh. “Jadi kau memang menutupi sesuatu dariku dan sekarang kau tidak ingin mengatakan keterlibatan Godwin pada kasus ini?! Kau bukan tidak bisa, tapi kau tidak ingin menanyakannya, kan?! Apa semua agent tidak pernah mempercayai orang lain, seperti dirimu? Hanya memanfaatkan orang dalam sebuah kasus.”
Aku mengatur nafas mendengar semua kalimatnya, mencoba tidak menancapkan pisauku saat itu juga. Pikiranku terlalu sibuk untuk mencegahku mengambil tindakan dibanding mencari jawaban atas semua ucapannya.
“Lalu setelah ini kau akan menyudahi penyelidikan ini karena agensi mengambil alih?” ia kembali menganalisis.
“Aku sudah bilang, aku tidak tahu tentang itu.”
“Kalau begitu tanyakan pada agensimu!”
“Aku tidak bisa!”
“Kau tidak punya alasan untuk tidak bisa—“
“Aku keluar, oke?!” potongku.
Aaron terdiam, tapi ancaman kami belum turun.
“Aku keluar dari agensi,” kini aku memperjelas kalimatku barusan. “Aku keluar karena ada Godwin yang terlibat dalam kasus ini dan aku memutuskan untuk menyelidiki di luar agensi. Kami tidak ingin menimbulkan kecurigaan antar anggota, jadi aku keluar untuk menyelidikinya sendiri.”
Tidak ada tanggapan dari lawan bicaraku, ia hanya membiarkanku kembali bersuara.
“Aku tidak tahu jika ada Godwin yang terlibat dalam ketiganya sebelum ini. Aku menyelidiki Godwin lain yang terlibat atas transaksinya,” lanjutku. Aku menatap mata Aaron bergantian, memastikan ia melihat bahwa aku mengatakan yang sejujurnya. “Sekarang tidak ada nama Godwin lagi padaku dan aku tidak punya akses lagi ke agensi. Aku hanya River Thane, seorang penulis yang kini membantu penyelidikanmu."
Tatapannya belum beralih dan posisi kami masih belum berubah. “Siapa Godwin yang kau selidiki?” tanyanya kemudian dengan suara berat.
Kukulum kedua bibirku, berat untuk menjawab. “Aku tak bisa mengatakannya,” kataku. “Tapi kau akan mengetahuinya sendiri,” lanjutku cepat, sebelum ia menanggapi.