Godwin Agency

FS Author
Chapter #14

Part 14

Kami berdua berjalan, menyebrang dan mengendap-endap memasuki area gedung Point Textile. Tidak sulit bagi kami, mengingat tidak ada orang yang berjaga di sekitar. Petugas keamanan nampaknya diusir lebih awal saat ini agar tidak menimbulkan kecurigaan si pemilik usaha. Kami berhasil sampai di bangunan yang digunakan untuk kantor, lalu mencoba memasuki bangunan utama agar bisa mengamati lebih jelas transaksi mereka.

Pandangan kami mengarah pada kantor Point Textile dimana ada lorong penghubung dari arah atas. Tidak buang waktu, kami langsung memasuki bangunan kantor dan bergerilya ke arah bangunan utama. Sesekali Aaron menundukkanku saat ia melihat ada gerakan dari orang-orang yang memegang senjata dalam transaksi itu.

Dengan gerakan aman yang cekatan, kami segera berada di lantai atas gedung utama, dimana kami bisa melihat transaksi mereka dengan cukup jelas. Nampak kedua wanita itu berbicara dengan serius, dengan satu orang pria yang memegang koper di samping Bella. Kurasa mereka sedang melakukan penawaran atau pembicaraan lain berhubungan dengan isi koper itu. Kami tidak bisa mendengar dengan jelas, karena kaca yang mengamankan lantai atas ini cukup tebal, untuk keselamatan pengunjung yang melihat proses produksi Point Textile.

Tiba-tiba, mereka menghentikan obrolan mereka sambil memandang ke arah pintu gedung utama. Sesuatu terjadi yang sepertinya di luar rencana mereka. Pandangan kami berdua pun ikut menuju ke arah yang sama. Sebuah sepeda motor hitam sedang memasuki area Point Textile.

“Bahaya,” kata Aaron. “Itu motor yang sama seperti saat aku keluar dari hotel."

Bisa jadi itu pembunuh bayaran yang sama dengan yang mengincar McKanzie, yang membuat Aaron dan aku terluka pagi ini.

Benar saja, tak lama kemudian, suara tembakan langsung terdengar. Semua langsung merunduk dan berlari mencari tempat perlindungan. Tak hanya itu, mereka mulai saling mengeluarkan peluru dari pihak masing-masing, entah ke arah mana.

“Adu domba,” Aaron menebak. “Keduanya tidak mengetahui siapa yang mengirim orang itu ke sini dan mereka langsung menuduh satu sama lain.”

Sudah kuduga, ada pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. “Mereka tidak tahu kita di sini, tapi kita tidak bisa keluar begitu saja dari sini,” terutama karena mereka bisa melihat kami dari pintu yang kini terbuka lebar.

“Kita bisa sedikit sembunyi di ujung tangga nanti,” Aaron memberi saran.

Perhatianku terdiam sejenak, lalu menoleh ke arah belakangku. Aku mendengar suara yang seharusnya tidak ada di gedung ini, saat ini. Dengan hati-hati, aku mulai mendekati salah satu ruang sempit yang ada di ujung lantai atas.

“Riv!” panggil Aaron sedikit berbisik agar tidak terdengar oleh orang yang masih saling mengancam senjata di lantai bawah. Ia berjalan merunduk untuk menghampiriku.

Perlahan, aku semakin mendengar jelas kecurigaanku. Suara hentakan dan gesekan sepatu, ditambah mulut yang disekap.

“Ada orang di dalam,” Aaron memandangku.

Aku punya pikiran dan aku tidak ingin pikiranku ini benar. Kuarahkan tanganku ke handle pintu, bersiap membukanya. Kuanggukkan kepalaku sekali pada Aaron yang siap dengan pistolnya. Dengan gerakan cepat, aku membuka pintu ruangan itu dan Aaron langsung mengarahkan senjata ke dalam.

Sesuai dugaan, seseorang disekap di sana. Ia didudukkan pada sebuah kursi dengan kaki dan tangan terikat. Bahkan mulut dan matanya juga ditutup untuk membuatnya buta keadaan. Kami berdua segera masuk ke ruangan sempit yang digunakan untuk menyimpan alat-alat kebersihan itu, lalu mencoba menolong korban.

Dengan segera, kubuka pengikat pada matanya sebelum mulutnya. Dugaanku benar dan aku membencinya.

“River! Gadisku!” ucapnya begitu wajahnya terbebas. Ia nampak berantakan, terlihat beberapa lebam di badan dan wajahnya.

“Apa yang terjadi denganmu?” tanyaku melihat keadannya sambil membebaskan tangannya.

“Oh, astaga! Mereka mencurangiku!” ia langsung memelukku.

Aku mengelus punggungnya. “Tak apa, kau sudah bebas sekarang.”

Aaron berdiri, lalu memandang kami dengan senyum tenangnya. “Jadi ini,” pandangannya kini fokus ke arahku. “Inilah salah satu anggota Godwin,” ia beralih ke sang korban, “Edward Hudson.”

Eddie melepas pelukannya, lalu memandang Aaron. “Kau memberitahunya?” tanyanya ke arahku.

“Kau yang ketahuan, Ed,” jawabku tersenyum.

Pandangan Eddie kembali ke arah Aaron.

Orang yang ditatapnya itu mengangguk kecil, “River tidak pernah mengatakan jika kau anggota Godwin. Dia hanya mengatakan kalau ada anggota yang masuk daftar tersangka kami. Dan begitu aku lihat dirimu memeluknya sambil berkata ‘gadisku’ dengan akrab, aku langsung tahu jika kalian bertemu lebih dari sekadar perancang busana dan penulis,” jelasnya.

Eddie kembali menatapku, “jadi aku ketahuan.”

“Tidak masalah untuk saat ini. Sekarang, kita harus keluar dan mengobati luka-lukamu, sebelum mereka mengetahui keberadaan kita,” ucapku mengingat situasi di bawah masih berlangsung.

“Masih belum aman?” Eddie mencoba bangkit.

“Aku bilang kau sudah bebas, tapi aku tidak mengatakan jika keadaan kita aman,” kubantu dirinya berdiri dengan melingkarkan tangannya ke bahuku. “Tapi Aaron punya ide untuk kita lolos dari sini,” lanjutku.

“Baiklah. Kalau begitu,..“ ia melepas jasnya, lalu menyerahkan pada Aaron.

Aaron memandang bingung, “tidak, terima kasih. Aku baik-baik saja dengan baju ini,” senyum canggungnya sambil sedikit tertawa.

“Ini bukan untuk penampilanmu!” kata Eddie dengan datar, sambil tetap mengulurkan jasnya.

Rekanku itu memandang kami sejenak, lalu mengambil jas dari tangan Eddie. Ia menggenggam perlahan, mengetahui maksud Eddie sebenarnya. “Anti peluru.”

Eddie dan aku tersenyum bangga sudah berhasil membuatnya bingung.

“Waktunya bergerak,” kataku kembali ke situasi.

“Benar,” jawab Eddie kembali melangkah. “Tunjukkan jalannya.”

Aaron yang baru selesai mengenakan jas Eddie itu langsung melangkah di depan kami, menunjukkan jalan keluar bagi kami.

Keadaan lantai bawah sepertinya sudah mulai tenang, tapi kami tidak bisa setenang mereka. Eddie adalah korban mereka dan tidak akan dibiarkan lolos begitu saja. Kami harus bisa lari tanpa ketahuan. Sepertinya bisnis mereka lebih menyita perhatian dan mereka terlalu percaya diri dengan keadaan hingga lengah. Itu bukan urusan kami saat ini. Kami fokus untuk berjalan merunduk, menghindari pandangan mereka, lalu bersembunyi melewati dinding bawah tangga, dan terhenti. Ternyata kami masih bisa ketahuan jika mencoba menelusuri area parkir.

“Mereka memang kemungkinan tidak bisa mengejar kita, tapi peluru mereka masih bisa,” kata Aaron memandang area parkir di hadapan kami.

Kupandang sekitar sambil menyusun rencana. Mobil kami ada di seberang gedung, cukup memakan waktu untuk sampai ke sana. “Kau masih bisa lari?” tanyaku pada Eddie.

“Ya, kurasa masih bisa untuk jarak pendek,” jawab Eddie.

Aku mengagguk, lalu menyerahkan kunci mobil ke Aaron. “Jemput aku,” kataku sebelum menuju ke samping gedung utama, menjauhi mereka. Satu rencana sudah tersusun dan sangat sederhana.

Kedua pihak itu kini mulai mencapai kata kesepakatan, melupakan aksi mereka beberapa menit yang lalu. Sepertinya mereka mulai mengerti bahwa keduanya sedang diadu satu sama lain tadi, untuk membatalkan transaksi mereka. Tapi, bisnis mereka terlihat lebih penting dan masih terus berjalan. Setidaknya cukup membuat fokus mereka tidak mengarah pada halaman gedung ini.

Lihat selengkapnya