Sembari menumpuk kayu bakar, Flo mengawasi Landon mengumpulkan dan mengangkut batang-batang kayu besar di kedua lengannya lalu menaruhnya di dekat pohon. Ia memerhatikan cowok itu melakukan hal yang sama selama tiga kali sebelum memanggilnya.
“Apa semua baik-baik saja dengan lenganmu?” tanya Flo.
Landon membungkuk untuk menaruh beberapa kayu lagi. Ia nyengir. “Kenapa kau selalu mengkhawatirkan lenganku?” cowok itu melintasi beberapa pohon. “Lenganku sudah sembuh dan baik-baik saja sekarang. Aku mengalami cedera hampir setahun yang lalu, Flo, tenang. Mengumpulkan kayu bakar tidak akan membuat tangan atau lenganku sakit. Pegal, mungkin.”
Landon sempat mengalami cedera saat bermain futbol musim gugur tahun lalu, yang membuat lengannya harus digips selama beberapa minggu.
Flo hanya mengedikkan bahu acuh. “Aku hanya tidak ingin nyeri lenganmu kambuh dan membuatku harus melakukan pekerjaan mengangkat kayu-kayu ini seorang diri.”
Mereka mengumpulkan kayu bakar cukup banyak, dan sekarang keduanya menjadi bingung bagaimana cara membawa semuanya ke lokasi berkemah mereka.
“Kita bawa saja yang kita bisa. Tidak perlu membawa semua kayu yang sudah dikumpulkan,” usul Flo. “Memangnya butuh berapa banyak?”
“Normalnya, banyak. Karena kami berniat untuk menjaga api unggun tetap menyala sepanjang malam,” jawab Landon dengan kedua tangan berada di pinggangnya.
“Kita bisa membawa sebagian dulu, dan kembali lagi untuk mengambil sisanya.”
“Yeah, jika malam tidak akan segera turun sebentar lagi dan kita akan berjalan pulang dalam keadaan gelap. Kita tiba di Blue Pines cukup sore.”
“Kau tahu ada teknologi canggih bernama senter, kan?”
“Kau membawa senter?” Landon menoleh pada Flo.
“Maksudku fitur senter yang ada di ponsel.”
Landon menghembuskan napas singkat. “Sepertinya malam ini kita tidak bisa menjaga nyala api sampai pagi. Paling tidak hanya sampai subuh.” Ia menengadahkan wajahnya ke atas. Bulan sudah muncul dan matahari berwarna merah di ufuk barat. Sambil mengangkut kayu-kayu itu, Landon berkata, “Perkiraanku langit akan gelap kurang dari tiga puluh menit lagi.”
“Lagipula, untuk apa kalian harus menjaga api unggun tetap menyala sampai pagi?” Flo membungkuk untuk mengambil kayu. “Sekarang musim panas. Tidak seperti kalian sangat membutuhkan udara panas ekstra untuk tetap hangat.”
“Well, kau tidak pernah tahu.”
Flo tertegun sesaat mendengar itu. Ia membuka mulutnya lima detik kemudian. “Oke. Sekarang apa yang kau maksud dengan ‘kau tidak pernah tahu’?”
Landon meluruskan punggungnya, menoleh pada Flo yang balik menatapnya dengan mata bulat hazel kecokelatan. “Yah, kita berada di hutan, kan?”
“Aku benar-benar tahu dan sadar soal itu.”