Going To New Jersey, Meet The Jersey Devil

Fann Ardian
Chapter #3

Chapter 3

Fabian tertegun ketika bokongnya menyentuh tanah yang kering dan dingin.   

“Oh, ya ampun. Bisakah kalian tidak duduk bersebelahan?” Fabian melihat Monroe meluruskan kedua kakinya dan Meera berbaring di pahanya, juga Landon dan Flo yang duduk berdampingan. “Ini adalah lingkaran yang ramah teman dan lingkungan, bukan area untuk bermesraan. Kita semua di sini berada dalam hubungan pertemanan yang ramah. Tidak ada sentuhan tangan! Tidak ada tangan, tolong.” Ia berseru heboh saat Monroe mulai mengusap-usap rambut Meera.   

Meera tidak bergerak dari posisi berbaringnya. “Kau terlalu dramatis. Lagipula, hal itu tidak akan mengubah fakta bahwa ada dua pasangan dalam lingkaran ini.” Ia mengambil kerikil dan melemparnya ke dalam api. 

“Aku dan Flo juga tidak melakukan apapun. Kau bisa berhenti berwajah kaget dan tegang dengan bola mata seperti mau keluar itu,” sahut Landon, ia mengambil satu bungkus mashmallow. 

Fabian menoleh ke arah Sally. “Bisakah kau menjadi pacarku untuk beberapa malam ke depan? Demi aku tidak terlihat terlalu menyedihkan ketika berada di antara empat orang ini?”

“Ew, kau harap.” 

Tanpa gadis itu sadari dan ia juga tidak tahu kenapa dirinya melakukannya, Sally menoleh sekilas ke arah Dean saat Fabian bertanya. Ia juga melirik cowok itu dari sudut matanya beberapa saat kemudian. Dean terkekeh, sama seperti anak-anak yang lain saat mendengar permintaan tidak-ada-harapan Fabian. Sally tidak tahu harus merasakan apa melihat reaksi itu.

Sup krim jagung buatan Fabian dan roti mentega yang ia panggang bersama Flo menjadi sorotan di malam pertama mereka di Blue Pines. Cowok itu memang pintar memasak, yang membuat Flo, Landon, Raul, dan yang lainnya meminta Fabian untuk terus memasak untuk makan malam.

“Hei, aku juga membantunya memasak. Aku pikir setengah dari pujian itu harus diberikan kepadaku,” protes Owen sambil menggigit roti panggangnya. “Hm, ini roti yang sangat enak. Bukankah jenis roti ini adalah roti Korea yang sedang naik daun itu?” 

“Ya, dan aku harus mengakui bahwa ini termasuk salah satu roti bawang mentega terenak yang pernah kucicipi.” Meera menyetujui. Ia memiliki setengah darah Korea dalam dirinya, walaupun gadis itu menghabiskan lebih dari hampir seluruh hidupnya di Amerika.  

“Apa rasanya sama seperti yang ada di sini dengan yang ada di Korea?” tanya Nuna kepada Meera. 

“Aku belum pernah kembali ke Korea lagi semenjak umurku tiga tahun, jadi aku tidak terlalu tahu.” 

“Tapi kau masih memiliki saudara di sana?” tanya Sally. 

“Ya, saudara jauh. Salah satu nenekku juga tinggal di Korea.” 

Fabian memajukan posisi duduknya. “Aku jadi penasaran. Kenapa kau tidak memilih untuk kuliah di Korea? Pasti seru tinggal dan sekaligus belajar di tempat baru dengan budaya dan latar belakang yang jauh berbeda dari yang selama ini kita tahu, ditambah kau juga setengah orang Korea. Kalau aku jadi kau, aku sudah berada di pesawat sekarang juga jika aku bukan orang Amerika sepenuhnya.” 

“Aku lebih memilih tetap tinggal di negara bagian. Di samping itu, bahasa Koreaku juga tidak terlalu bagus.” Yang tidak dikatakan Meera adalah untuk kuliah ke Korea Selatan membutuhkan biaya yang besar, walaupun dirinya bisa tinggal di rumah neneknya di sana, tetapi tetap jauh dari yang keluarganya bisa berikan. Dan, Meera tidak terlalu tertarik untuk menetap di Korea. 

“Sally juga blasteran, bukan?” Dean tiba-tiba menceletuk, membuat anak-anak menoleh kepadanya. “Dia berasal dari Eropa kalau aku tidak salah ingat.” 

“Dia orang Perancis,” sahut Fabian.

Sebelum perasaannya lebih terkejut dan semakin tidak karuan lagi karena celetukan sederhana Dean yang tiba-tiba ditujukan untuknya, Sally menjawab, “Dari pihak ibuku. Orang tuaku bertemu ketika ayahku bekerja selama beberapa tahun di Perancis. Dan sebelum kalian bertanya kenapa aku tidak berkuliah ke Paris, aku sudah sering pergi ke sana dan rasanya sama seperti selama ini aku tinggal di Nashville. Aku akan punya dua kewarganegaraan kalau aku bisa.” 

Yeah, karena aku dan—” lengan Landon terhenti satu jengkal dari bahu Flo ketika Fabian mengacungkan jari telunjuknya dengan mata melotot. Cowok itu dengan wajah mengernyit sangsi menarik kembali lengannya. “Karena aku, Sally, dan Meera akan masuk University of Tennessee. Kami sudah menghadiri pesta pembukaannya dan mendapatkan hoodie kampus. Cukup keren sebenarnya.”

Sally memajukan tubuhnya untuk memberikan telapak tangannya pada Landon, yang dibalas dengan tepukan tos yang memuaskan dari cowok itu. 

“Kau akan tetap bemain futbol di UT?” tanya Dean dari seberang api unggun.

Lihat selengkapnya