Going To New Jersey, Meet The Jersey Devil

Fann Ardian
Chapter #4

Chapter 4

“Roki!” seru Landon, Eagle, dan Fabian bersamaan. Mereka bertiga langsung bangkit dari posisi duduk masing-masing. 

Di tengah mereka semua, seekor rakun besar berwarna abu-abu tua kecokelatan dengan ekor berbulu lebat berdiri dengan dua kaki bawahnya di dekat api unggun. Ada warna putih yang menggarisi tepi kolam hitam di sekitar matanya. Rakun itu mengenakan sesuatu yang berwarna hijau di lehernya. 

“Demi alam semesta, apa itu tadi yang meloncat tiba-tiba?” tanya Meera dengan syok, satu tangan memegang dadanya yang masih naik-turun dan tangan lainnya memeluk bahu Monroe. 

Landon berjongkok di depan rakun itu “Ini Roki.” Ia memberikan telapak tangannya. 

Roki mencondongkan hidungnya, mengendus-endus sebelum meletakkan satu kaki depannya di atas telapak tangan cowok itu.

“Dia rakun yang tinggal di hutan ini, terkadang bermain-main juga di kota. Orang-orang Blue Pines sudah akrab dengannya.” Landon menyentuh leher Roki. “Bahkan memberikannya lencana sebagai tanda pengenal.”

Fabian tersenyum lebar saat mengelus-elus kepala Roki, Eagle yang berada di sebelahnya melakukan hal yang sama. “Dia ingin mengucapkan selama datang kembali di Blue Pines.” 

Alan dan Raul berdiri untuk menghampiri Roki, Dean juga ikut berdiri meskipun dia tidak tahu apa-apa. Flo mendekatkan diri di belakang punggung mereka untuk memerhatikan rakun besar itu.

“Ya ampun, aku awalnya tidak menyadari kalau dia adalah Roki,” ujar Alan. Roki mendongakkan kapalanya kepada cowok itu dan Alan mengangkat kedua tangannya. “Jangan tersinggung, bung. Kau terlihat lebih gelap dari terakhir kali aku melihatmu.”

“Apa dia menggigit?” suara Flo terdengar dari balik punggung para cowok.

Landon menjulurkan kepalanya. “Ayo kemari, Flo. Kau harus bertemu dengan Roki, dia warga lokal yang sangat keren.”

Flo berjalan memutari kerumunan kecil itu dan berdiri di sebelah Landon. Kepala rakun itu bergerak-gerak ke sana-kemari dan hidungnya terlihat mengendus-endus. Flo mengamatinya selama tujuh detik. Roki mengangkat wajah dan Flo melambaikan tangan kepadanya. 

“Aku tidak terlalu menyukai si Roki itu,” tukas Owen dari sisi lain api unggun. Ia merebahkan tubuhnya memandang langit-langit. “Tahun lalu dia banyak mencuri cemilan yang sedang kumakan dan menggangguku ketika sedang membaca komik.”

“Itu tandanya dia menyukaimu, Owen. Tampaknya semua makhluk di dunia ini senang menggodamu,” kekeh Eagle sambil berdiri. Pandangannya jatuh pada Sally. “Kenapa kau mematung di sana dengan wajah seperti itu?”

“Aku sedang berada di fase syok, dan sekarang dalam tahap pemulihan.”

“Ow.” 

“Oke, sekarang bisakah kita bicara tentang fakta dia muncul entah dari mana?” tutur Meera dengan tampang serius. “Membuatku kaget saja. Kukira ada hewan buas atau monster datang menerjang.” 

“Roki bukan monsternya dan tidak dalam bentuk rakun, tapi dalam bentuk binatang lain,” ujar Fabian tanpa mendongak karena ia sedang sibuk bermain dengan kedua kaki depan Roki.

Suasana di sekitar kemah menjadi lebih senyap, kayu bakar berderak di dalam kobaran api unggun. 

“Ups,” gumam Eagle, ia membalikkan tubuhnya. 

“Monster apa?” pertanyaan Nuna memecah keheningan. 

Fabian menaikkan bola matanya dan melihat wajah-wajah dengan ekspresi penasaran menatapnya. Ia mengulum dan menipiskan bibirnya. 

Meera memajukan wajahnya. “Ya, monster apa?” keterkejutannya karena Roki yang tiba-tiba muncul sudah hilang sekarang, digantikan dengan tatapan menuntut ingin tahu. “Apakah ini sesuatu tentang penyihir?” 

“Kau tahu cerita tentang penyihir di Blue Pines?” Flo langsung menoleh ke arah Meera. 

“Eagle menceritakannya saat kami bermain kartu. Sangat menarik.” 

Kini pandangan Fabian tertuju pada Eagle, kedua alisnya melengkung ke bawah. “Kau memberitahu mereka?”

”Aku merasa itu perihal yang aman, hanya perayaan lokal dan sejarah di baliknya.” 

“Apa yang sebenarnya kalian bicarakan?” Sally memotong. Ia menoleh pada Fabian dan Eagle secaran bergantian. Rasa was-was dan penasaran merambati dirinya. Ia menoleh ke arah Flo. “Flo, kau tahu apa yang mereka maksud?” 

“Tidak. Apa yang kutahu sama seperti kalian.” 

Tidak ada yang bersuara selama lima detik, semua pandangan tertuju kepada Fabian. Cowok itu beralih dari Roki beberapa saat kemudian.

Lihat selengkapnya