“Oke, sekarang beritahu kami.” Meera menaruh piringnya yang berisi roti panggang di hadapan Fabian. Ia duduk lurus menghadap cowok itu.
Fabian yang sedang sarapan berhenti mengunyah, mulutnya mengerucut ke dalam. Bola matanya tertuju kepada Meera lalu bergerak dua kali ke arah lain.
Meera menunggu dengan kedua alis terangkat.
Fabian menelan rotinya. Ia berdeham. “Erhm.”
Meera memutar bola matanya.
“Mengapa musim panas kali ini tampaknya sangat panas, ya?” gumam Fabian sambil mengibas-ngibas lehernya, melihat ke segala arah kecuali Meera.
Beberapa anak bergabung di dekat mereka berdua. Monroe duduk di sebelah Meera dengan segelas kopi di tangannya. Flo juga ikut duduk lalu memegang bahu Fabian, memberikan senyuman manis penuh ancaman.
“Oke.” Fabian bangkit meninggalkan lingkaran itu.
“Kau mau ke mana?” Sally bertanya ketika Fabian melewati bahunya.
Cowok itu berbalik. “Ayo kita pergi ke kota,” ajaknya. “Aku akan menceritakannya di perjalanan.”
***
Beberapa abad yang lalu, ketika Blue Pines masih dihuni oleh para penyihir dan penduduk lain bergantung pada sihir ajaib mereka untuk melakukan pekerjaan sehari-sehari atau menyembuhkan suatu penyakit, jauh di dalam hutan tinggallah seorang wanita tua, yang juga diyakini memiliki darah sihir, di sebuah rumah besar dengan kedua belas anaknya. Para penduduk memanggilnya Mother Leeds.
Suatu hari, Mother Leeds hamil anak ketiga belasnya. Ada kepercayaan kuno yang menyebutkan angka 13 akan mendatangkan penderitaan dan kematian, dan pada masa itu juga ada sebuah ramalan di Blue Pines yang mengatakan anak ketiga belas Mother Leeds akan terlahir sebagai makhluk terkutuk, berhubungan langsung dengan Iblis, dan akan menjadi sosok iblis yang membawa malapetaka untuk seluruh dataran itu.
Mother Leeds melakukan segala cara untuk menggugurkan kandungannya. Ia mencoba dari cara manusiawi dengan bahan-bahan dari alam sampai melaksanakan berbagai macam ritual hitam dan pengorbanan, namun tidak ada yang berhasil. Bayi, atau makhluk itu, tetap berada di dalam perutnya. Malam itu gelap tanpa cahaya dari bulan, angin berhembus kencang menandakan akan datangnya badai. Tanpa bantuan siapapun, Mother Leeds melakukan persalinan dalam pengasingan. Penyihir tua itu tidak melahirkan makhluk dalam wujud manusia, melainkan seekor binatang. Berwujud seperti kuda tetapi memiliki sayap kelelawar, kepala kambing dengan tanduk kecil melengkung, kaki kurus kering seperti burung unta tetapi memiliki tapak kuda, juga ekor panjang dengan ujung bercabang dua. Mother Leeds membenci makhluk itu saat dia muncul, dan karena pengaruh kebencian dan ketakutan, berusaha untuk membunuhnya. Makhluk itu tiba-tiba terbangun dan terbang dengan liar, membuat kegaduhan di seluruh rumah. Dia terbang keluar menabrak jendela dan memecahkan kaca, lalu menghilang ke dalam gelapnya langit serta sunyinya hutan dan tidak pernah terlihat lagi. Badai datang beberapa saat kemudian, berlangsung tepat selama tiga belas hari memporak-porandakan semua daerah pemukiman. Para penduduk menyebutnya The Jersey Devil.
“Bagaimana dengan Mr. Leeds?” tanya Meera langsung ketika Fabian berhenti sebentar. “Dan dua belas anaknya yang lain?”
“Tidak ada cerita tentang suaminya,” jawab Fabian. “Atau sejauh itu yang kudengar. Mother Leeds hanya tinggal seorang diri. Ada yang bilang dia memiliki anak tanpa suami, dan ada juga yang mengatakan dua belas anak itu bukanlah anak kandungnya. Mitos ini sudah beredar turun-temurun selama berabad-abad, pasti banyak bagian yang hilang dan dimodifikasi. Paling tidak cerita garis besarnya seperti yang kuceritakan tadi.”
“Aku sama sekali belum pernah mendengar cerita mitos tentang The Jersey Devil,” kata Flo. “Kita pastinya sudah familiar dengan cerita tentang Bigfoot dan Kraken, tapi tidak dengan yang satu ini.”
“Ya, makhluk mitos itu tidak sepopuler yang lainnya, kecuali kau tinggal di New Jersey dan negara bagian pesisir timur. Aku bahkan akan lebih percaya jika di hutan ini ada Bigfoot. Karena, kau tahu, dia tinggal di hutan-hutan dengan pegunungan.” Monroe memberikan opininya.
“Setuju. Film-film yang bertemakan Bigfoot juga rata-rata berlatar belakang perkemahan dan musim panas,” ucap Meera, tangannya melingkari pinggang Monroe.
“Tolong jangan membuatku takut,” Raul memperingati dengan wajah was-was, dua jari telunjuknya berada di depan dada.
Anak-anak yang lain terkekeh.
“Jadi, mitos The Jersey Devil ini asli berasal dari New Jersey?” tanya Landon, ia menoleh kepada Fabian.
“Yeah. Blue Pines tidak ada di negara bagian lain. Sungguh teliti mereka menamainya dengan kata ‘Jersey’,” balas Fabian, lalu matanya berbinar. “Oh! Dan ini bukan mitos. Orang-orang Blue Pines mengatakan ini kisah nyata.”
Sally menilik bola matanya pada Fabian. “Kau serius?”
“Seratus persen. Kau tahu hal-hal tentang penyihir itu benar-benar pernah terjadi di masa lalu, kan?”
Sally mengernyitkan hidung, ekspresinya meringis. “Maksudku, yah, aku tidak tahu. Tidak yakin. Itu berabad-abad yang lalu. Lagi pula sampai sekarang tidak ada berita resmi yang memberitakan tentang hal itu.”