“Apa rencananya?” tanya Fabian dengan bola mata berbinar-binar kepada Henry Kim.
Hari sudah beranjak sore ketika inspektur itu bergabung lagi bersama mereka semua di halaman pondok Madam Poppy. Ia harus membantu Madam Poppy menata pondok, serta melayani para pelancong yang datang dan bertanya-tanya mengenai berbagai macam hal, juga berjaga di balik meja kasir dan sesekali menyiapkan makanan dan minuman untuk orang-orang yang memesan.
Tampaknya Henry Kim sudah menjadi orang kepercayaan Madam Poppy yang dapat diandalkan.
“Hm?” balasnya dengan gumaman singkat untuk pertanyaan Fabian.
“Rencananya,” Cowok itu mengulangi. “Kau sudah setuju untuk bekerja sama dengan kami memecahkan misteri The Jersey Devil. Lantas apa rencanamu untuk melakukannya?”
“Well.” Nada suara inspektur itu hampir terdengar seperti ia terpaksa harus memberitahu mereka. “Kalian tahu hari perayaan tahunan Blue Pines akan dirayakan sebentar lagi, kan?”
Para cowok mengangguk pasti.
“Penduduk Blue Pines mengadakan perayaan itu tiga kali dalam setahun selama musim panas setiap tanggal 13. Bulan lalu, aku kehilangan momen-momen saat perayaan itu karena aku harus menghadiri urusan mendadak dari kantor pusat UID, maka dari itu aku tidak mendapatkan apapun,” Henry Kim menjelaskan. “Di dalam perayaan tersebut, ada ritual sesembahan atau juga bisa disebut syukuran. Dan kalau beruntung, The Jersey Devil itu mungkin akan muncul.”
“Jadi rumor itu benar? Seperti yang diceritakan Fabian?” tanya Meera, ia menoleh pada Fabian.
Henry Kim hanya menaikkan satu alisnya sekilas. “Aku tidak tahu apa yang diceritakan Fabian. Ritual itu diadakan sebelum fajar pada hari utama perayaan festival, seluruh penduduk kota mengikutinya. Aku melakukan penelitian dan wawancara tentang hal ini. Rata-rata penduduk asli Blue Pines pernah melihat The Jersey Devil, walaupun tidak pernah sejelas itu. Hanya penampakan-penampakan, bayangan, dan terlihat sekilas saja. Aku yakin Madam Poppy juga pernah melihatnya.”
“Tapi tulisan yang terpahat di patung The Jersey Devil hanya menunjukkan empat tahun tertentu, yang berarti dia hanya pernah terlihat empat kali sejauh ini,” ujar Flo.
“Itu tahun-tahun The Jersey Devil terlihat saat puncak pelaksanaan ritual, di mana seluruh penduduk lokal melihat penampakannya.”
Beberapa anak menahan napas, terutama Fabian dengan hidungnya yang menjadi tegang.
“Kau bisa menantikan kemungkinan The Jersey Devil terlihat saat hari perayaan, dan dua hari sebelumnya. Karena hampir semua orang melihat kilas-kilasnya hanya di tiga hari itu.”
“Kalau begitu, rencanamu adalah untuk kami mengawasi seluruh perayaan dan ritual itu demi melihat The Jersey Devil menampakkan wujudnya?” tebak Landon.
Henry Kim mengangguk sambil berkedip lebih lama, ia membuat gestur menembak kepada Landon dengan telunjuk dan ibu jarinya. “Tepat,” pungkasnya. “Selain itu, aku juga menyarankan kalian untuk berkeliling wilayah ini dan mencari tahu lebih banyak.”
Tidak ada yang bersuara selama beberapa lama.
Fabian bersandar di kursinya. “Sebenarnya aku mengharapkan rencana yang lebih kompleks, kau tahu, penuh dengan strategi dan tahap-tahap. Tapi jika itu yang kau asumsikan, juga tidak masalah, terdengarnya sangat mudah.”
“Aku juga,” Meera ikut menimpali.
“Untuk saat ini, hanya hal tersebut yang dapat kalian lakukan,” balas Henry Kim. “Kecuali jika kalian mendapatkan informasi tambahan mengenai makhluk itu. Masih ada waktu lima hari setengah sebelum perayaan itu digelar.”
Madam Poppy memanggil mereka beberapa saat kemudian. Beliau berdiri di tengah anak tangga beranda pondok, memberitahu para remaja itu bahwa ia sudah menyiapkan makan malam untuk mereka. Henry Kim segera bergegas menghampiri Madam Poppy untuk membantu wanita paruh baya itu.
Raul dan Sally saling bertukar senyum dengan satu sama lain. Malam ini jadwalnya mereka memasak, yang ternyata sama sekali tidak diperlukan.
Dua meter dari mereka berdua Eagle berkata kepada Owen, “Tampaknya kita bebas dari tugas mencari kayu bakar malam ini.” Ia meregangkan kedua lengannya ke atas.
Mereka semua makan malam lebih awal. Hidangan yang dimasak oleh Madam Poppy adalah tiga loyang besar pai tomat, yang katanya adalah makanan khas New Jersey, lengkap dengan keju parmesan dan daun basil. Semua orang di meja kayu panjang itu tidak kuasa menahan air liur, Nuna dan Raul bahkan sampai menelan ludah. Mereka menyatukan dua meja untuk menyantap pai tomat bersama-sama.
Nuna menyuapkan potongan pai tomat ke dalam mulutnya. Ia memejamkan mata selama dua detik. “Oh, Tuhan, ini lezat sekali,” gumamnya penuh penghayatan. Ia memotong pai lagi. “Hei, Alan. Apa Ibu pernah membuat pai tomat semacam ini?”