Hari ini rombongan pelancong remaja itu terbagi menjadi beberapa kelompok kecil.
Setelah sarapan, Raul dan Fabian berangkat pagi-pagi sekali ke pondok Madam Poppy untuk ikut berjemur bersama beliau. Madam Poppy punya kebiasaan unik untuk selalu berjemur di pagi hari dengan pakaian panjang dan rapi, yang menurut para cowok aneh karena mereka semua hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Raul dan Fabian lebih akrab dengan wanita paruh baya itu ketimbang cowok-cowok yang lain, ditambah Fabian sekarang memiliki niat terselubung untuk mendekati Henry Kim agar merekomendasikannya untuk masuk ke dalam UID.
Flo dan Dean mengepak ransel mereka dan beberapa persediaan makanan. Sesuai percakapan mereka kemarin siang, kedua remaja itu akan pergi mendaki ke kaki gunung untuk melihat perkemahan arkeologi, dan kalau sangat beruntung mereka mungkin bisa melihat fosil benda peninggalan prasejarah dan hewan purba. Sebelumnya Flo sudah menanyakan lokasinya pada Henry Kim. Fabian meninggalkan kunci Kombinya untuk dipakai mereka berdua. Landon dan Karin, yang suka mendaki dan berasal dari daerah pegunungan, juga ikut serta dalam perjalanan singkat ini.
Sally menghampiri Flo ketika gadis itu sedang mengencangkan tali ranselnya. “Sudah siap semua?”
Flo bangkit, ia menepuk-nepuk kedua tangannya. “Yep.”
Sally melihat sekitar. Tidak jauh dari mereka, Landon, Karin, serta Dean juga sedang bersiap-siap. Tatapannya bertahan sedikit lebih lama pada cowok berkacamata itu. “Kau tampaknya jadi lebih dekat dengan Dean Chadwick sejak kemarin.”
“Ya, kami menemukan banyak persamaan. Ternyata pengetahuan dan hal-hal yang diminati cowok itu luas juga, walaupun dia lebih suka yang berbau fiksi sains. Seperti alien,” ujar Flo.
“Ya, aku mendengar dia menanyakan itu kepadamu.”
“Dean juga tipikal orang yang benar-benar berkomunikasasi dua arah. Dia sering bertanya dan mengemukakan pendapat.” Flo terus berceloteh ria, belum menyadari nada suara Sally yang sedikit berubah. “Selama SMA aku belum pernah membicarakan topik semacam ini dengannya, hanya hal-hal biasa. Ternyata dia seru juga.”
Sally tidak menjawab. Bola matanya bergerak ke satu arah, lalu ke arah lain.
“Kau harus mengobrol dengannya lagi.”
Bola mata Sally berhenti bergerak.
“Aku tahu dia seorang player saat masih sekolah, dan pernah memberikanmu harapan palsu dengan segala ketidakjelasannya.” Flo mengatakan itu dengan gamblang membuat tenggorakan Sally menjadi gatal. “Tapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Tidak ada salahnya untuk kembali mengobrol lagi.”
“Hmm…” Sally hanya bergumam panjang.
Flo menepuk pundak temannya dan berjalan melewatinya.
Sally mengikuti arah gerakan Flo. “Kenapa dia tiba-tiba menjadi sangat bijak?”
Alan, Eagle, Owen, dan Nuna tinggal di perkemahan. Owen sampai detik ini masih tidur dengan pulas di dalam tenda sementara Alan dan Eagle bermain video game di laptop Eagle. Alan membawa wifi portabel, yang ia tahu pasti akan sangat dibutuhkan ketika mereka berada di hutan atau sedang dihujani rasa bosan. Nuna juga memanfatkan sinyal wifi yang dibawa Alan. Gadis itu berniat untuk berleha-leha sepanjang hari sambil menelepon pacarnya.
Hanya Sally seorang diri yang belum tahu apa yang akan ia lakukan hari ini. Ia mendengar Monroe dan Meera akan pergi ke salah satu kafe yang ada di kota, lalu makan siang di sana. Sally bisa saja ikut bersama mereka berdua menghabiskan waktu dan berbincang-bincang, tetapi dirinya sedang malas menjadi nyamuk. Ia juga tidak terlalu suka mendaki atau aktivitas luar ruangan lainnya, meskipun jika disuruh memilih Sally lebih memilih pergi bersama Flo ketimbang nongkrong dengan Meera dan Monroe, tetapi karena ada Dean di sana dirinya menjadi enggan. Gadis itu menoleh pada teman-temannya yang memutuskan tinggal di area perkemahan saja. Semuanya sibuk sendiri, bahkan Sally mungkin bisa mendengar suara dengkuran Owen dari dalam tenda.
Landon berjalan ke arah Kombi. Ia memasukkan ranselnya ke dalam mobil melalui jendela. “Dean, kau bawa kuncinya?”
Dean melemparkan kunci Kombi Fabian yang langsung ditangkap sigap oleh Landon.
“Biar aku saja yang menyetir.” Flo muncul di belakang Landon. Ia melepas ransel dan menaruhnya di sebelah ransel cowok itu.
Landon menaikkan sebelas alisnya. “Kau serius?”
“Yoi. Aku sudah melihat arah rutenya, dan lagi pula jalan raya menuju kaki gunung mudah dilalui.”
Landon memberikan kunci mobil kepada Flo. Gadis itu berjalan memutari Kombi menuju kursi pengemudi sementara Landon membuka pintu dan melompat ke kursi penumpang. Dean dan Karin juga mengekor di belakang beberapa saat kemudian.
“Hati-hati!” Nuna mendongak dari layar Skypenya ketika mereka berempat sudah berada di dalam mobil. Ia sedang video call sembari menonton film dengan pacarnya.
“Selamat bersenang-senang. Maaf tidak bisa ikut karena game ini terlalu seru untuk dilewatkan.” Alan melambai-lambaikan tangannya kepada mereka tanpa menoleh dari layar laptop. Eagle juga ikut mencuri-curi pandang dan melambaikan tangan.
“Kami akan kembali nanti sore, atau mungkin malam. Dah!” seru Flo sebelum memutar setir keluar dari area perkemahan menuju jalan raya.
Dean yang sedang memandang ke luar jendela melihat tiga mobil SUV hitam dan sebuah karavan ukuran besar melintas di sebelah mereka dari arah berlawanan. Ia sempat melihat ada satu tangga lipat di salah satu atap mobil. Rombongan itu sepertinya mengarah masuk ke hutan Blue Pines, tetapi tidak melewati jalan lokal yang biasanya mereka lewati.
***
Karena tidak ingin terjebak dalam kebosanan di antara dua orang maniak video game, si tukang tidur, dan orang kasmaran bak telenovela, Sally akhirnya memutuskan untuk ikut bersama Meera dan Monroe ke kafe di pinggir kota.