Ini adalah musim dingin yang membuat sebagian orang menginginkan musim panas datang lebih cepat. Musim dingin ini sepertinya terlalu dingin untuk sebagian orang.
Hani Tidak menyukai musim dingin tahun ini. Ia ingin musim panas datang dengan cepat dan untuk itu ia bahkan rela mencari tutorial membuat mesin waktu.
Hani duduk di bangku taman sekolah. Melakukan sesuatu dengan ponselnya, mencari tutorial membuat mesin waktu di internet. “Ah, sial! Tidak ditemukan!”
Dengan tak bersemangat Hani mengangkat kepalanya, melihat ke arah para siswa yang semuanya mengenakan pakaian mahal dan seperti bercahaya di depan sana. Hitam dan putih di tengah cahaya lampu gemerlapan. Penampilan para siswa begitu cocok dengan karakter mereka masing-masing. Kebanyakan mereka mengenakan pakaian dari perancangan busana terkenal, Hani bisa mengetahuinya hanya dengan sekali lihat.
Beberapa siswa berpasangan dengan pacar masing-masing, beberapa lainnya dengan teman-teman satu geng mereka. Mereka menggerakkan badan menikmati alunan musik dan suara merdu yang disuguhkan oleh tiga pemuda berwajah tampan. Di antara dekorasi yang indah, dinginnya malam menjadi hangat oleh suara nyanyian dan musik dari piano yang dimainkan Lee Dong-ha, biola yang dimainkan Ha Jun dan gitar yang dimainkan Kang Ji-hyeok. Sky High, tiga pemuda yang merupakan grup musik yang baru saja debut tahun lalu itu memainkan lagu dari album terbaru mereka.
Beberapa siswa yang lain berbincang tentang berbagai hal, termasuk mudahnya mengundang Sky High ke acara ulang tahun sekolah karena salah satu anggotanya adalah siswa di sekolah mereka, beberapa siswa lain sibuk menikmati hidangan pesta ulang tahun yang beragam, dan beberapa siswa lainnya sibuk merekam atau memotret setiap momen yang terjadi saat itu. Semua yang berada di taman sekolah saat itu menikmati pesta ulang tahun sekolah dengan wajah gembira, kecuali Hani.
Hani ingin bergabung dalam kegembiraan itu. Jadi, ia mencari seseorang yang biasanya membuatnya menjadi bersemangat. Di antara semua orang yang berada di sana, Hani mencari-cari sosok yang biasanya hanya ia cari saat sedang membersihkan kantin sekolah sendirian.
“Kim Nana tidak ada di sini,” Hani bergumam. “Apa dia di toilet?”
“Wah, di mana mereka, ya?” Suara dari belakang Hani. “Apa kau melihat tiga orang itu?”
Hani menoleh ke arah belakangnya dan menemukan Ri-hwan berdiri di sana. “Apa?”
“Nana, Niel dan Haneul. Aku tidak melihat mereka di mana pun.”
“Mereka ... ah, iya, ya. Mereka tidak terlihat sejak tadi.” Hani mengedarkan pandangan sekali lagi ke sekeliling taman. Tiga orang itu tidak tampak di mana-mana, ia baru menyadari hal itu. “Di mana mereka?”
***
Di koridor lantai empat yang sepi, Niel berdiri di sana dengan tatapan terpaku pada Nana yang berdiri di hadapannya. Sementara para siswa lain merayakan ulang tahun sekolah di taman yang bercahaya, mereka berdua justru berada di koridor itu.
“Bagaimana gelang itu bisa berada di dalam dompetmu?” Niel bertanya dengan sikap dinginnya yang khas.
“Aku mengambilnya dari jas Oppa,” jawab Nana santai.
‘Dia pikir itu jas Haneul.’ Niel tersenyum dingin. “Kenapa?”
“Seperti yang selalu Seonbae lakukan. Mengambil dan mengembalikan,” jawab Nana lagi. “Gelang itu harus diambil dan dikembalikan kepada pemiliknya, kan?”
“Jadi, begitu?”
“Ya.”
“Kau juga melindunginya, ya?”
“Ng!”
“Kau sangat menyukai Haneul rupanya.”
“Sangat mudah menyukai Oppa.”
“Kau benar ...”
“Ah, apa Oppa akan mendapat sanksi berat dari sekolah?” tanya Nana dengan wajah cemas. Sejak tadi hal itulah yang terus dipikirkannya, sanksi itu.
“Kau juga sangat peduli padanya.”
“Aku peduli karena aku merasa bersalah.”
“Kenapa kau merasa bersalah?”
“Oppa mengakui hal itu karena aku.”
“Karena kau?” Niel menaikkan alisnya. “Yah, sepertinya begitu.”
“Aku tahu, Oppa akan datang dan menolongku jika aku mendapat masalah dengan kasus itu.” Senyuman tipis muncul di wajah Nana. “Yah ... aku hanya tidak mengira, kau juga akan datang saat itu, Seonbae."
“Kim Nana ...” Niel berkacak pinggang. “Kau ... sengaja?”
"Ya. Karena kasus itu harus terungkap sebelum liburan musim dingin, kan? Kalau tidak, yang tidak bersalah akan dapat masalah." Nana menatap Niel.
‘Apaan ini? Seolah dia melakukannya karena aku.’ Niel mengingatkan lagi, "Aku sudah melarangmu ikut campur ..."
"Kasus itu terungkap ... tanpa aku harus mengatakan siapa pelakunya, tanpa aku harus mengungkapkannya. Aku sudah menepati janji padamu untuk tidak mengungkapkannya, kan? Aku tidak mengungkapkannya. Oppa yang melakukannya,”
‘Gadis ini memang tidak bisa ditebak.’ Niel mengembuskan napas dan menurunkan tangannya dari pinggangnya. Tidak ada yang bisa ia katakan lagi.
“Tapi, karena itu. Sanksi yang dikatakan Pak Guru Do membuatku kepikiran terus. Apa yang akan terjadi pada Oppa? Apa Oppa akan berurusan dengan hukum? Apa Oppa akan mendapat masalah dengan kelulusan sekolah? Ahh, ini membuatku gila karena merasa sedikit bersalah.”
‘Sedikit?’ Niel tersenyum sinis. “Kau tidak perlu jadi gila, dia tidak akan apa-apa.”
“Jangan mengatakan apa yang ingin kudengar dengan semudah itu.”
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya,” kata Niel santai. “Karena itu adalah Lee Haneul, murid yang dibanggakan oleh sekolah ini. Dia tidak akan mendapatkan sanksi berat seperti yang kaupikirkan.”
“Ahh, benar juga.” Nana tersenyum, sedikit lega. “Karena Oppa adalah murid yang terbaik di sekolah ini. Para Guru mungkin akan memberikan keringanan.”
“Tidak. Bukan hanya karena itu.” Niel memalingkan wajah ke arah jendela di sampingnya, melihat keluar, ke arah taman sekolah yang bercahaya. “Haneul tidak akan mendapat sanksi berat dari sekolah ...”
“...”
“Karena ayah kami pasti akan melakukan sesuatu agar seperti itulah yang harus terjadi.”
‘Begitukah? Yah, para orangtua memang bisa melakukan apa saja untuk anak kesayangannya,’ pikir Nana.
***
‘Ayah mereka benar-benar melakukan itu, ya?’
Saat Nana melangkah di halaman sekolah pagi ini, keadaan sekolah tampak seperti pagi hari biasanya. Dan, ia mulai bertanya-tanya sebesar apa pengaruh yang dimiliki ayah dari si kembar itu terhadap sekolah ini.
Nana segera memeriksa ponselnya. Melihat e-mail. Melihat chat room. Melihat majalah elektronik sekolah.
“Tidak ada kabar apa-apa tentang malam itu.” Nana bergumam. Ia terus melangkah sambil melihat ponselnya, hingga ia berhenti karena menabrak punggung seseorang.
Nana mengangkat kepalanya, melihat siapa yang baru saja ia tabrak. Di depannya, seorang siswa yang ia kenal berbalik menoleh ke arahnya. Siswa itu Niel.
“Oh, Seonbae—”
Niel mengabaikan sapaan itu. Hanya sejenak saja ia menoleh ke arah Nana, sebelum kembali melanjutkan langkahnya. Pergi dari hadapan Nana.
Nana berdiri diam di tempatnya. Mematung. “Dia marah, ya?” Nana pikir begitu. ‘Apa karena aku sudah membuat saudara kembarnya nyaris mendapat sanksi berat dari sekolah?’ Nana mendesah. “Pasti begitu ...”
“Itu kau ‘kan, Kim Nana?”
“Eh?” Nana memalingkan kepala ke arah suara.
Seorang siswa laki-laki yang tidak Nana kenal berdiri di sampingnya. Nana melirik ke arah tanda pengenal siswa itu. Kang Ji-hyeok, pin di dadanya bertuliskan namanya.
“Ada apa?” tanya Nana.
“Kim Nana, Kau yang mencuri gelang Lee Seol. Ya, kan?”
Nana merasa seperti segumpal awan hujan yang gelap tiba-tiba muncul di atas kepalanya, bahkan ada petirnya segala. Masalah besar akan datang jika kalimat seperti itu sampai tersebar ke seluruh sekolah. Kalimat itu bisa membuat para siswa menudingnya sebagai pencuri sementara ia tidak bisa mengungkapkan siapa pencuri sebenarnya.
“Ah, apaan ini?” Nana berpikir, haruskah ia melempar siswa itu ke tanah dan menutup mulutnya?
“Kim Nana, kau tidak bermaksud melemparku ke tanah dan menutup mulutku, ‘kan?”
“Tidak! Haha. Kau bicara apa, sih?” Nana tertawa kaku. ‘Apa dia bisa membaca pikiran orang?’ Nana sedang menahan diri untuk tidak melempar pemuda yang bicara sembarangan itu ke tanah. “Lagipula, itu tidak benar. Jadi, jangan menyebarkan rumor yang sembarangan begitu.”