Goldfish

Gemi
Chapter #7

Chapter 5. Siapa Menyukai Siapa

Friend-ku!” Ri-hwan menyergap Niel di halaman sekolah saat pulang sekolah malam itu dan langsung melingkarkan tangannya di bahu Niel.

“Apa?”

“Ayo, makan bungeoppang!” Nana yang muncul juga, segera melingkarkan tangannya di tangan kanan Niel.

“Traktir kami!” kata Ri-hwan dan Nana kompak.

“Ha?” Niel mengangkat alisnya. “Hei, kenapa—”

“Karena ini hari ulang tahunku.” Nana memotong ucapan Niel dengan wajah riang.

Kedua sepupu ini kompak sekali, pikir Niel. “A—”

Oppa! Kami akan makan bungeoppang, Niel yang traktir!” Nana melepas tangannya dari tangan Niel saat ia melihat Haneul di gerbang sekolah. Ia menghampiri Haneul tanpa peduli Niel kehilangan kata-kata oleh sikapnya. “Oppa, ayo, ikutlah dengan kami!”

Haneul tersenyum lebar. “Bolehkah?”

“Tentu!” Nana mengangguk. “Oh, Hani!” Ia berteriak saat melihat Hani berjalan melewati gerbang sekolah.

“Ada apa?” Hani menoleh.

“Ini hari ulang tahunku.” Nana berjalan ke arah Hani dan mengaitkan tangannya ke tangan Hani. “Ayo, makan bungeoppang! Niel yang traktir.”

“Seenaknya.” Niel muncul di samping Nana dan menarik telinga gadis itu. “Apa aku bilang akan mentraktir?”

“Ah! Hei!” Nana melepaskan tangannya dari lengan Hani dan meraih tangan Niel yang sedang menjewernya. Ia melepaskan tangan itu dari telinganya. “Tentu! Karena ini hari ulang tahunku!” Sambil menggenggam tangan Niel di depan wajahnya dengan kedua tangan, Nana tersenyum lebar dengan manisnya. “Karena itulah, traktir kami, ya?”

“Astaga ...” Niel tidak bisa menolak lagi. Dia seperti dikalahkan dengan k.o.[1]

 

***

 

Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday dear Nana. Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahuuun.”

Sambil bertepuk tangan mengikuti nada, Haneul, Hani, Niel dan Ri-hwan kompak menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Nana. Mereka berada di depan kedai pinggir jalan yang menjual jajanan bungeoppang. Mereka membuat keributan dengan suara mereka, tapi nenek pemilik kedai itu sepertinya tidak terganggu, bahkan terlihat senang dengan keributan kecil itu.

“Ayo, tiup sekarang!” Niel memegang sebatang lilin kecil yang ditusuk di sepotong bungeoppang dan berusaha melindungi nyala apinya dengan tangannya yang besar.

Nana meniup lilinnya hingga padam.

“Kau sudah membuat permintaan?” tanya Haneul.

Nana mengangguk dengan wajah sangat senang.

“Apa yang kau minta?” Hani berkata sambil mengunyah bungeoppang.

“Aku ingiiiiin ...”

Keempat orang di sekitarnya menoleh ke arah Nana. Mereka kelihatannya cukup penasaran dengan keinginan seperti apa yang diharapkan oleh gadis yang mereka anggap agak aneh itu.

“Aku ingin setiap tahun aku bisa merayakan ulang tahunku dengan makan bungeoppang bersama kalian seperti hari ini! Yay!” Nana berkata dengan penuh semangat. Ia menoleh ke arah empat orang di dekatnya, berharap mereka akan ikut bahagia bersamanya saat mendengar keinginannya yang brilian.

“Eyyy.” Ri-hwan memakan bungeoppang di tangannya. Tidak merasa itu adalah harapan yang spektakuler.

Hani mengabaikannya. Haneul hanya tertawa ringan. Dan, Niel memakan bungeoppangnya tanpa berekpresi dan berkomentar.

“Ah, kalian memang tidak tahu apa itu kebahagiaan.” Nana mencium wangi bungeoppang yang masih hangat di tangannya dan mulai memakannya dengan bahagia.

Ri-hwan memotret teman-temannya yang sedang makan bungeoppang. “Nana, ambil foto kami!” Setelah memotret beberapa kali, ia menyerahkan kameranya kepada Nana.

“Oh.” Nana menerimanya dan mengangguk. Ia memberikan potongan bungeoppangnya yang belum habis kepada Ri-hwan dan segera bersiap-siap memotret. “Baiklah, semuanya, lihat ke sini dan bilang kimchiiii.”

“Kimchiiii.” Ri-hwan berkata sendiri sambil mengangkat tangan dengan jari membentuk huruf V.

Jepret! Jepret!

Nana membidik kamera itu ke arah empat orang di depannya. Ke arah wajah mereka, ke arah kaki mereka, ke arah bungeoppang di tangan mereka, ke arah kedai bungeoppang, ke arah nenek penjual, ke arah kedai jajanan lainnya di sekitar sana, dan ke arah jalanan sekitarnya yang dilalui para pejalan kaki. Ia membidik kameranya ke mana-mana.

“Ah, ke mana saja kau membidikkan kameranya?” Ri-hwan mengambil kamera itu kembali dari tangan Nana dan mengembalikan bungeoppang yang dipegangnya ke pemiliknya. Lalu memeriksa foto-foto yang baru saja diambil oleh Nana. “Kau memotret dengan benar, ‘kan?”

Nana tak peduli pada celotehan sepupunya. “Oh!” Nana meraih tangan kanan Niel. “Ini memar. Sakit tidak?”

Niel menarik tangannya yang dipegang Nana. “Tidak.”

“Tangan itu sudah mengeluarkan uang untuk mentraktir. Jadi, aku harus berterima kasih dengan memberikan ini!” Nana mengeluarkan obat dari saku jaketnya. Ia membelinya saat mereka melewati sebuah klinik tadi.

“Itu tidak perlu,” kata Niel tak peduli.

Nana tidak memedulikan Niel dan meraih tangan pemuda itu lagi untuk mengobatinya. Ia mengolesi obat di punggung tangan Niel sembari berkata, “Kenapa kau sangat nggak pedulian pada dirimu sendiri? Bajumu kusut, rambutmu berantakan. Dan, tanganmu, sepertinya nggak diobati dengan benar.”

“Cerewet.” Meski bilang begitu, di dalam hati sebenarnya Niel sangat senang, karena ini pertama kalinya ada yang bersikap cerewet padanya setelah ibunya meninggal.

“Bukankah aku sangat perhatian?” Nana tersenyum manis. “Jangan kapok untuk mentraktir lagi tahun depan, ya.”

“Astaga ...” Niel tidak percaya gadis ini akan benar-benar serius dengan permohonan ulang tahunnya barusan. “Kebaikannya punya maksud tertentu.”

Hani yang berdiri di samping Haneul terdiam menatap ke arah Niel. Hingga suara Ri-hwan membuatnya sedikit teralihkan.

“Hani, kau melamun?” Ri-hwan melambaikan tangan di depan wajah Hani.

“Niel Seonbae,” kata Hani, tak memedulikan lambaian tangan Ri-hwan. “Apa itu kau?”

“Ha?” Ri-hwan menurunkan tangannya dari depan wajah Hani dan menoleh ke arah Niel dengan heran.

Lihat selengkapnya