Hari ini ulang tahun pernikahan Dominic dan Dilara yang ke-70. Seluruh rakyat Goldwind datang ke kuil Domara untuk memberikan hadiah atau sekadar mengucapkan selamat. Beberapa bahkan menyuguhkan pertunjukan dahsyat, salah satunya Loki si pria tinggi kurus yang memang berkerja sebagai badut.
Dia melakukan beberapa aksi sulap dari yang sederhana seperti sulap kartu sampai yang berbahaya seperti menggergaji tubuh sukarelawan di dalam kotak. Kuil Domara riuh suara tepuk tangan ketika Loki selesai tampil.
“Wow, dia sangat hebat!” seru Finn terkagum-kagum, “Aku mau dia tampil di pesta ulang tahunku!”
“Tidak bisa, Phoenix! Dia akan tampil di pesta ulang tahunku!” sergah Quinn.
“Tidak, Quinzel, pestaku!”
“Pestaku!”
“Ayolah, Teman-teman! Pesta ulang tahun kalian diadakan pada hari yang sama,” kata Maxim sambil melerai Finn dan Quinn yang masih bertatapan kesal.
Finn bersedekap. “Setidaknya pestaku dimulai sebelas menit lebih awal.”
“Nikmati saja sebelas menit berhargamu, karena setelah itu para tamu akan berpaling ke pestaku yang jelas lebih meriah!” jawab Quinn berapi-api.
Sekali lagi Finn memelototi kembarannya, begitupun Quinn. Manik zamrud mereka seakan hendak menerobos ke luar, entah karena kelopak yang terbuka terlalu lebar, atau takut akan sorot tajam satu sama lain.
“Jadi, kalian akan mulai bergulat?” Lucas menyeletuk. Disambut gerakan cepat si kembar saling sergap berguling-guling di lantai, menjatuhkan berbagai perabot sehingga fokus penonton pada penampilan Loki teralih begitu saja.
***
Di lain waktu, anak-anak melatih kemampuan bersenjata. Masing-masing memilih senjata andalan mereka. Maxim mengambil sebilah pedang perak, Lucas menarik tombak tajam dan memutarnya di udara, sementara si kembar tidak mengambil apa-apa, karena senjata andalan mereka memang tangan kosong. Ketika asyik berlatih sendiri, Ianode—ibu Finn dan Quinn sekaligus pelatih mereka hari ini—mendekat membawa sebuah busur.
“Letakkan senjata kalian, Anak-anak. Hari ini saatnya berlatih memanah.”
“Ah, Kenapa kita harus memanah, Bi!” keluh Lucas, yang memang paling payah menggunakan senjata itu.
“Tentu saja untuk melatih ketajaman mata dan akuransi. Setiap orang di Goldwind harus bisa memanah untuk berburu. Dalam peperangan memanah juga bagian terpenting untuk serangan jarak jauh,” jelas Ianode. “Ayo siapa yang mau mulai lebih dulu?”
Mereka berempat menatap papan target jauh di ujung lapangan. Dilihat sebentar saja sudah sulit, apa lagi dilakukan. Parahnya Ianode selalu mempunyai hukuman untuk anak dengan nilai terendah, dan biasanya hukuman itu tidak terlalu menyenangkan (Membersihkan kandang kuda adalah yang terburuk). Maxim buru-buru mengulurkan tangan penuh ketakziman kepada Lucas.
“Silakan dimulai duluan, Adik sepupuku Lucas.”
Anak itu mengedikkan bahu. “Kau saja yang duluan, sepupu seperjuanganku, Kak Maxim. Sebagai yang paling tua.”
“Justru kehormatan itu kuserahkan padamu, kapan lagi kau diberi kehormatan memulai latihan, bukan?”
“Ah, tidak perlu beramah-tamah, kau membuatku kesal.”
Ianode geleng-geleng sambil tersenyum melihat tingkah kedua anak laki-laki itu, lalu menatap kedua anaknya sendiri yang malah sibuk saling menjahili. “Finn, Quinn, kalian mau mulai duluan?”
“Aku mau!” Finn langsung berseru, sambil merebut busur dari sang ibu.
Saat itu juga Quinn mendelik. Siapa saja boleh duluan asal jangan Finn! Cukup pada hari kelahiran saja Finn boleh duluan. Sebelum kembarannya menarik busur untuk melepas serangan pertama, Quinn sudah merebut benda itu secepat kilat.